HARI MINGGU PASKAH VI
09 Mei 2021
Bacaan I : Kis 10: 25-26. 34-35. 44-48
Bacaan II : 1 Yoh 4: 7-10
Bacaan Injil : Yoh 15: 9-17
Sampai saat ini masih banyak orang meyakini bahwa Allah itu ada banyak. Masing-masing agama mempunyai allahnya sendiri. Dan allah itu selalu memusuhi allah lain, maka mesti dimusnahkan. Ada pula paham lain, yaitu bahwa hanya Allah merekalah yang paling benar, dan Dia satu-satunya Allah. Allah yang disembah oleh kepercayaan lain adalah allah yang palsu, maka harus ditiadakan. Keyakinan lain lagi adalah bahwa memang Allah itu satu, tetapi Dia mempunyai beragam umat yang menafsirkan kehendak-Nya secara berbeda-beda. Maka biarlah semuanya bertumbuh. Nanti di akhirat akan terbukti Allah siapa yang paling benar. Gesekan-gesekan antar umat beragama lahir dari paham-paham tentang Allah yang semacam itu.
Umat Yahudi mengklaim sebagai bangsa yang paling dicintai Tuhan. Tuhan yang Esa adalah Tuhan mereka. Jika mau mengamini Tuhan yang mereka imani, jadilah Yahudi terlebih dahulu. Demikianlah Gereja pada awal bertumbuhnya juga mengalami kebimbangan tentang siapa yang berhak untuk mengakui Yesus Kristus Messias. Hanya kalangan Yahudi yang percaya, ataukah juga setiap orang. Pengalaman berinteraksi dengan berbagai macam orang dan bangsa dengan latar belakang budaya dan kepercayaan masing-masing, telah membuka hati para rasul untuk memahami, betapa karya Allah tidak terbatas pada komunitas iman mereka saja. Demikianlah Petrus memberi kesaksian. “Sesungguhnya aku telah mengerti bahwa Allah tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya” (Kis 10: 34-35).
Apa yang dinyatakan oleh Petrus adalah keyakinan Gereja semesta yang dirintisnya dua ribu tahun yang lalu. Itulah mengapa Gereja pada abad modern ini terus menyuarakan tentang Allah Esa yang mencintai semua ciptaan-Nya. “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. “ (Yoh 15: 9). Maka marilah kita merengkuh setiap pribadi bukan sebagai pribadi yang asing, yang berbeda dengan kita karena agama dan keyakinannya. Sebab mereka yang berusaha mencari kebenaran, takut akan Allah, dan mengamalkan kebajikan adalah saudara sepeziarahan menuju Allah Esa yang kita sebut Bapa.
Romo Agus Gunadi, Pr