Sejak Awal Allah Menciptakan Manusia Itu Setara

Bersama dengan semua pribadi dan institusi dunia, Gereja mempromosikan martabat manusia yang tampak jelas dalam penghargaan hak-hak manusia, dan perwujudannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai bagian dari pewartaan Injil dan datangnya Kerajaan Allah yang disampaikan Yesus. Begitulah Sekretaris Jenderal Konferensi Waligereja Indonesia (Sekjen KWI), Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC mengawali sambutannya melalui video dalam webinar Peringatan Hari Kartini 2021 yang diselenggarakan oleh Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan Konferensi Waligera Indonesia (SGPP KWI), 20 April 2021 lalu.

Uskup Keuskupan Bandung itu pun mengutip pernyataan dari Kompendium Ajaran Sosial Gereja (ASG) nomor 153, “Sumber tertinggi dari hak asasi manusia tidak ditemukan dalam kehendak manusia semata-mata, di dalam realitas negara, dan kekuasaan-kekuasaan publik, tetapi di dalam diri manusia itu sendiri dan di dalam Allah Penciptanya. Hak-hak ini bersifat “universal, tidak dapat diganggu gugat, tidak dapat dicabut”. Universal karena hak-hak tersebut ada di dalam semua manusia, tanpa kekecualian waktu, tempat atau orang. Tidak dapat diganggu gugat sejauh “hak-hak itu melekat erat dalam pribadi manusia dan dalam martabat manusia”, dan karena “sia-sialah mewartakan hak-hak ini apabila pada saat yang sama segala sesuatunya tidak dilakukan guna menjamin kewajiban untuk menghormati hak-hak itu oleh semua orang, di mana saja dan untuk segenap bangsa”. Tidak dapat dicabut sejauh “tidak ada seorang pun, siapa pun dia, yang bisa secara sah mencabut hak-hak itu dari orang lain, sebab hal itu akan mendatangkan kekejaman terhadap kodrat manusia”.

Uskup yang kerap disapa Mgr Anton itu melanjutkan, menjadi pria dan wanita adalah anugerah yang diberikan oleh Pencipta tanpa melibatkan pilihan kehendak bebas manusia. “Kalau Allah menghendaki pria dan wanita pada pribadi tertentu, Allah tidak membedakan martabatnya, tetapi jenis kelamin agar manusia dapat saling melengkapi dan menyempurnakan satu sama lain. Lebih dari itu, agar manusia dapat mengasihi satu sama lain,” katanya dalam acara bertema “Membangun Sinergi Gerakan Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial dalam Gereja Katolik dan Masyarakat” itu.

Menurutnya, sejak awal Allah menciptakan manusia itu setara. Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama ada dua versi kisah penciptaan. Pada Kejadian 1:27 di mana Allah menciptakan pria dan wanita sekaligus sesuai dengan gambar Allah. Dan pada Kejadian 2:21-23 di mana Allah menciptakan wanita dari tulang rusuk pria. Kedua versi tersebut sebetulnya menyatakan kesetaraan antara pria dan wanita. Baik dalam Kejadian 1, di mana manusia diciptakan secara bersama-sama atau dalam Kejadian 2, di mana Allah menciptakan manusia, dikatakan di sana sebagai teman sepadan (Kejadian 2:20).

“Kesetaraan teologis dan ontologis ini kiranya diobrak-abrik oleh perkembangan sosial kultural hingga ada adat patriakat dan ada pula adat matriakat. Para pria atau wanita menjadi dominan dalam suatu masyarakat dan budaya tertentu. Bukan karena fungsi atau posisinya, tetapi karena jenis kelaminnya,” ungkapnya.

Selengkapnya ada di edisi cetak Majalah INSPIRASI, Lentera yang Membebaskan no. 201 Mei Tahun XVII 2021. Hubungi +6285101923459

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *