Selama ini pandemi Covid-19 lebih condong hanya dilihat dari kacamata medis dengan standar WHO daripada dilihat dari aspek budaya. Begitulah benang merah pembicaraan dalam acara Ngobrol Virtual “Peran Kebudayaan Hadapi Covid-19”, 18 Februari 2021 yang dihelat oleh Harian Suara Merdeka.
Padahal, menurut penyair dan komposer Habib Anis Sholeh Ba’asyin, pendekatan budaya sudah dipakai sejak lama terutama dalam menangani wabah penyakit. “Artinya pendekatan-pendekatan itu sudah banyak dalam sejarah, di dalam kebudayaan,” katanya. Menurutnya pada zaman Nabi Muhammad SAW, pendekatan lockdown sudah dilakukan. “Jadi, ada pendekatan lokcdown itu, supaya untuk orang, masyarakat yang mengalami wabah itu tidak keluar dari tempat dia tinggal. Yang dari luar tidak masuk ke tempat itu,” katanya.
Namun, pada perkembangannya, sikap manusia dalam memandang dirinya berubah. Menurutnya, manusia memosisisikan diriya sebagai pusat semesta. “Sehingga seolah-olah dia harus dilayani oleh semesta, oleh macam-macam. Sehingga ketika ada sesuatu menimpa dirinya, dia akan bereaksi berlebihan. Karena pusatnya, dia menganggap bahwa manusia adalah pusat segala-galanya. Padahal sejauh saya pahami, yang disebut khalifah itu, dalam Islam, khalifah itu, artinya orang yang diserahi hanya mengelola. Dia tidak menguasai alam. Dia tidak diberi hak untuk menguasai alam atau memporakporandakan alam. Dia bukan pusat semesta. Dia hanya mengelola,” ungkapnya.
Selengkapnya ada di edisi cetak Majalah INSPIRASI, Lentera yang Membebaskan no. 200 April Tahun XVII 2021. Hubungi +6285101923459