HUT Ke-85 KAS: Perayaan Sukacita yang Meriah Tetapi Tidak Mewah (1)

Dalam berbagai kesempatan, Mgr. Robertus Rubiyatmoko sering mengungkapkan, “Bebarengan mbangun pasamuwan suci srana lungguh bareng, rembugan bareng, mutuske bareng, lan nandangi bareng” (Bersama-sama membangun Gereja dengan duduk bersama, berdiskusi bersama, memutuskan bersama, dan melaksanakan bersama). Ungkapan dan ajakan ini kiranya sangat cocok dan relevan saat Gereja Keuskupan Agung Semarang (KAS) mempunyai “gawe” atau hajatan Hari Ulang Tahun ke-85.

Pada tahun 2025 ini kita sebagai umat KAS diajak merayakan syukur atas perjalanan iman umat KAS sejak 85 tahun yang lalu. Mgr. Rubiyatmoko memberikan pengarahan kepada panitia HUT ke-85 KAS di Wisma Keuskupan agar HUT kali ini dirayakan dengan sukacita secara meriah tetapi tidak mewah. Hal ini mengingat situasi umat dan masyarakat yang “sedang tidak baik-baik saja”. Perayaan HUT ini perlu melibatkan partisipasi dan potensi sebanyak mungkin umat, baik di tingkat lingkungan, paroki, kevikepan, dan keuskupan.

Dengan Konstitusi Apostolik Vetus de Batavia, Paus Pius XII mendirikan Vikariat Apostolik Semarang pada tanggal 25 Juni 1940. Kemudian pada tanggal 3 Januari 1961, Paus Yohanes XXIII mengangkat status Hierarki Indonesia menjadi Hierarki Mandiri dengan dekrit Quod Christus Adorandus. Dengan demikian, Vikariat Apostolik Semarang berubah menjadi Keuskupan Agung Semarang.

Makna Logo HUT ke-85

Perayaan Ulang Tahun ke-85 KAS ini terasa sangat istimewa karena bersamaan dengan Tahun Yubileum. Tema HUT Ke-85 yang ditetapkan adalah “Bersama Berziarah, Berbagi Berkah”. Bentuk dasar logo HUT ke-85 ialah burung Pelikan yang dalam ikonografi Katolik melambangkan pengorbanan dan kasih Kristus. Logo Burung Pelikan diambil dari Tongkat Uskup KAS dan logo uskup Justinus Kardinal Darmojuwono. Ungkapan “Pie Pelicane” berasal dari himne St. Thomas Aquinas Adoro Te Devote” (1264), yang dinyanyikan dalam penghormatan kepada Sakramen Mahakudus (PS 560).

Pelikan yang baik hati ini merujuk pada legenda bahwa pelikan akan melukai dirinya sendiri untuk memberi makan anak-anaknya dengan darahnya saat mereka kelaparan. HUT ini dipusatkan kepada Yesus Kristus, sang Pie Pellicane. Anak burung pelikan tegak ke atas menyimbolkan hasil dari pengorbanan adalah kehidupan. Secara khusus, berikut ini makna logo HUT ke-85 KAS:

  • Angka 85 merujuk kepada ulang tahun ke-85 KAS.
  • Bulatan warna putih merupakan simbol dari hosti suci, kebulatan tekad. Kebulatan tekad para misionaris, katekis, tokoh awam dan umat menjadi kekayaan iman KAS.
  • Warna abu dengan gradasi melambangkan kebijaksanaan dan sekaligus proses on going faith formation yang dinamis.
  • Warna merah melambangkan semangat kemartiran dan pemberian diri.
  • Warna emas melambangkan kemuliaan surgawi.
  • Warna kuning pada paruh mengingatkan pada warna Bendera Vatikan, sebagai kesatuan dengan Gereja Universal yang dipimpin Bapa Suci di Vatikan.
  • Warna hijau pada font merujuk kepada kesuburan iman yang bertumbuh selama 85 tahun di KAS sampai saat ini.
  • Rumusan Tema “Bersama Berziarah, Berbagi Berkah”. Bersama: Menekankan kesatuan umat beriman, berjalan bersama (sinodalitas), baik dalam komunitas Gereja lokal maupun sebagai bagian dari Gereja universal. Berziarah: menegaskan kembali jati diri umat Allah KAS adalah komunitas peziarah (homo viator) yang terus bergerak menuju kepenuhan Kerajaan Allah (eskatologis). Berbagi Berkah: berkah dari Tuhan dibagikan kepada orang lain, baik dalam bentuk aksi, edukasi, refleksi, dan selebrasi (liturgi dan non-liturgi).

Sukacita Umat

Untuk mendukung tema “Bersama Berziarah, Berbagi Berkah” tersebut, panitia mengemas dengan aneka kegiatan selama setahun ini, yaitu: kegiatan aksi, edukasi, refleksi, dan selebrasi. Promulgasi Logo dan Tema, Penetapan Panitia HUT ke-85; dan Penanaman pohon Pule di Kompleks Gereja Katedral (Minggu, 23 Februari 2025). Seperti harapan Bapak Uskup, rangkaian kegiatan HUT kali ini dirayakan dengan sukacita, meriah tetapi tidak mewah dengan melibatkan sebanyak mungkin umat KAS.

Bidang Aksi, berupa: Donor Darah di Paroki-paroki KAS (Februari – Desember 2025); Berbagi Kasih “Gerakan APP Peduli Pendidikan Katolik” berbagi alat sekolah pantas pakai (Paskah 2025); Gerakan Ekologi “Penanaman Pohon Produktif, Konservatif, dan Hias” (Maret-Desember 2025); serta Aneka Lomba (Lomba Tutur Kitab Suci, Lomba Cerdas Cermat Rohani, Lomba Cover Lagu Madah Bakti dan Kidung Adi, Story Telling, dan Paduan Suara 6 Kategori: Anak, Remaja Gregorian, OMK, Dewasa Campuran, Pria Gregorian, dan Dewasa Wanita) selama Maret-Juni 2025.

Bidang Refleksi, berupa: Sarikrama Award untuk Katekis Inisiasi (Maret-Juni 2025); Katekese “Syukur atas Perjalanan Iman Umat KAS selama 85 Tahun” (Mei-Juni 2025); Pendalaman dan Refleksi Dinamika Sejarah Gereja KAS (Juni-Desember 2025); Refleksi Tarekat-tarekat Awal yang Berkarya dan Mewarnai Hidup Menggereja di KAS (Maret-Desember 2025); serta Refleksi Perjuangan dan Suka-Duka Peziarahan Iman sebagai Katekis (Maret-Desember 2025).

Bidang Selebrasi, berupa: Pesta Umat dan Misa Syukur di Stadion GOR Jatidiri, Semarang dengan dihadiri bapak uskup, para imam, biarawan-biarawati, dan sekitar 20.000 umat Katolik (Minggu, 29 Juni 2025).

Bidang Edukasi, berupa: Rekoleksi Katekis per Kevikepan; Apresiasi untuk Guru Katolik, Dosen Katolik dan Tenaga Kesehatan Katolik (Maret-Juni 2025); Edukasi Talk Show” Keluarga Muda Katolik bersama Merry Riana (Sabtu, 26 April 2025); Pembuatan Konten Edukasi dalam bentuk lima seri film dengan tema pendidikan, kesehatan, sosial-kemasyarakatan, liturgi dan spiritualitas, serta panggilan (Maret-Desember 2025).

Para Bapak Uskup KAS

Ada beberapa alasan Bapak Uskup dan Kuria KAS memutuskan adanya HUT ke-85 ini, antara lain: bersyukur atas pelaksanaan Ardas VIII (2021-2025); bersyukur atas Tahun Yubileum 2025; bersyukur atas kehadiran para imam, biarawan/biarawati, para katekis, dan tokoh umat KAS yang ikut mewarnai Gereja KAS, Gereja Indonesia dan Gereja Universal; serta bersyukur atas penggembalaan para Bapak Uskup KAS selama ini.

Disadari bahwa situasi Gereja KAS dari masa ke masa sangat dinamis. Dalam peziarahan umat sejak 85 tahun yang lalu (1940-2025), Gereja KAS digembalakan oleh enam Uskup Agung Semarang dan empat Administrator Diosesan KAS dengan kekhasan masing-masing. Yang menjadi Uskup Agung Semarang, yaitu: Mgr. Albertus Soegijapranata SJ (3 Januari 1961 s/d. 22 Juli 1963, wafat), Justinus Kardinal Darmojuwono (10 Desember 1963 s/d. 3 Juli 1981, mengundurkan diri), Julius Kardinal Darmaatmadja SJ (19 Februari 1983 s/d. 11 Januari 1996, pindah tugas ke Jakarta), Mgr. Ignatius Suharyo (21 April 1997 s/d. 25 Juli 2009, pindah tugas ke Jakarta), Mgr. Johannes Pujasumarta (12 November 2010 s/d. 10 November 2015, wafat), dan Mgr. Robertus Rubiyatmoko (sejak 18 Maret 2017 s/d. sekarang).

Sedangkan Rama yang pernah menjadi Administrator Diosesan Keuskupan Agung Semarang, yaitu: Rama Alexander Soetandio Djajasiswaja Pr (3 Juli 1981 s/d. 19 Februari 1983), Rama Johannes Murtono Harjoyo Pr (11 Januari 1996 s/d. 21 April 1997), Rama Pius Riana Prapdi Pr (25 Juli 2009 s/d. 12 November 2010), dan Rama Fransiskus Xaverius Sukendar Wignyosumarta Pr (10 November 2015 s/d. 18 Maret 2017).

Keanekaragaman Gereja KAS

Secara geografis, wilayah reksa pastoral Gereja KAS saat ini meliputi sebagian besar Provinsi Jawa Tengah (Jateng) dan seluruh Provinsi Daerah lstimewa Yogyakarta (DIY). Secara terperinci, wilayah tersebut, meliputi: sebagian besar wilayah Provinsi Jateng yang terdiri dari empat kota (Semarang, Magelang, Surakarta, dan Salatiga), 15 kabupaten (Boyolali, Demak, Jepara, Grobogan, Kendal, Klaten, Kudus, Magelang, Pati, Semarang, Sragen, Sukoharjo, Temanggung, Wonogiri, dan Karanganyar), serta seluruh wilayah Provinsi DIY yang terdiri dari kota Yogyakarta dan empat kabupaten (Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Sleman). Per tanggal 10 Maret 2025 Gereja KAS memiliki 109 paroki dan 9 stasi dengan jumlah umat sebesar 363.173 jiwa.

Batas teritorial KAS adalah sebagai berikut: sebelah barat berbatasan dengan wilayah reksa pastoral Keuskupan Purwokerto, sebelah timur berbatasan dengan wilayah reksa pastoral Keuskupan Surabaya, sebelah selatan dibatasi oleh Samudera Hindia, dan sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa.

Jateng dan DIY memiliki latar belakang etnis yang hampir sama. Perbedaannya terletak di daerah utara Jawa Tengah atau dikenal dengan Pantura (Pantai Utara). Perbedaan itu tampak dari segi bahasa, adat istiadat, dan perayaan-perayaan keagamaan. Mayoritas penduduk Pantura adalah pemeluk agama Islam. Wilayah Pantura sebagai pintu masuk bagi para saudagar Arab untuk berdagang. Selain itu, daerah Pantura juga merupakan daerah zending bagi penyebaran agama Kristen Protestan, bukan daerah misi. Para Imam MSF sangat berperanan dan berjasa dalam menumbuhkan dan merawat iman kekatolikan di daerah Pantura sampai sekarang.

Penduduk DIY dan Surakarta begitu kental dengan nilai-nilai keraton. Keraton berperan besar mempertahankan nilai-nilai budaya tradisional. Sedangkan Magelang merupakan wilayah yang unik. Magelang merupakan wilayah yang dikelilingi gunung-gunung. Secara geografis, Magelang berada jauh dari pusat Keraton (Yogya dan Solo) sekaligus jauh dari pengaruh Belanda yang berpusat di Semarang. Keadaan tersebut menjadikan Magelang-Muntilan dipilih sebagai pusat misi di Jawa.

Para Imam Diosesan Perintis

Perjalanan iman umat Gereja KAS tidak lepas dari jasa para misionaris, baik dari Imam Diosesan, Imam Tarekat, Bruder maupun Suster. Ada banyak misionaris yang telah berjerih payah dengan aneka pengalaman keberhasilan dan kegagalannya.

Dalam Sejarah Gereja Indonesia, Paus Pius VII mendirikan Prefektur Apostolik di Hindia Belanda (Indonesia). Pada tanggal 4 April 1808 Paus Pius VII menunjuk seorang Imam Diosesan atau Praja yakni Rama Jacobus Nelissen Pr sebagai Prefectur Apostolik Batavia yang pertama (1808-1817). Saat datang ke Batavia, dia ditemani seorang Imam Diosesan yang lain yakni Rama Lambertus Prinsen, Pr.

Rama Prinsen ini berkarya di Semarang mulai tanggal 28 Desember 1808. Dia melayani umat Katolik di Paroki Gedangan-Semarang dan sekitarnya. Pada tanggal 29 Januari 1809 dibentuklah pengurus Kerkeraad (sekarang: Pengurus Gereja Papa Miskin) berjumlah lima orang. Karena belum mempunyai pastoran dan gedung gereja, sampai tahun 1815, perayaan Ekaristi untuk umat Katolik masih dirayakan di sebuah gereja Protestan, yaitu gereja Kalvinis (sekarang terkenal dengan nama “Gereja Blendhuk”) di Kota Lama, Semarang.

Pada tahun 1822, ia dan pengurus Kerkeraad mampu membeli sebuah rumah yang besar di lapangan (sekarang Taman Srigunting). Rumah itu segera direnovasi, dimana lantai atas dipakai untuk ruang pastoran dan lantai bawah digunakan untuk tempat ibadah atau misa. Misa kudus dirayakan pertama kali pada tanggal 7 Agustus 1822. Setelah Rama Nelissen meninggal dunia, Rama Prinsen ini diangkat menjadi Vikaris Apostolik Batavia kedua (1808-1830). Kemudian Rama Prinsen digantikan oleh Rama Johannes Scholten Pr sebagai Vikaris Apostolik Batavia ketiga (1831-1842).

Terobosan Pastoral

Paus Pius IX menunjuk seorang Imam Diosesan dari Sittard, Rama Petrus Maria Vrancken, sebagai Vikaris Apostolik Batavia pada tanggal 4 Juni 1847. Ada peristiwa yang sangat penting bagi sejarah perkembangan Gereja KAS pada masa Mgr. Vrancken. Beliau meminta rekan-rekan Imam Diosesan di Belanda untuk bergabung di tanah Misi. Pada tanggal 20 Juni 1847 ada tiga Imam Diosesan yang mendahului berangkat ke Indonesia. Pada tanggal 13 Februari 1848 Mgr. Vrancken bersama dua imam datang tiba di Batavia. Sepuluh tahun kemudian ada kesulitan mendapatkan Imam Diosesan sebagai misionaris. Mgr. Vrancken mendesak supaya Internuntius meminta bantuan dari Jesuit Belanda. Pada tanggal 9 Juli 1859, ada dua Imam Jesuit, Rama Martinus van den Elzen dan Rama Joannes Baptista Palinckx tiba di Batavia.

Untuk pelayanan atau pastoral non-sakramental, karya misi sangat dibantu dengan kehadiran para suster dan bruder. Pada tahun 1856 datanglah 7 Suster Ursulin di Batavia yang mendedikasikan hidup mereka dalam bidang pendidikan. Pada tanggal 5 Februari 1870, ada 11 Suster Fransiskan (OSF) dari Heythuisen Belanda tiba di Semarang. Mereka diterima oleh Rama Josef Lijnen Pr selaku Pastor Paroki Gedangan waktu itu. Mereka mengelola panti asuhan yang selama ini ditangani oleh awam. Pada mulanya panti asuhan ini hanya mengurusi anak-anak para tentara Eropa (turunan campuran). Dengan kedatangan para suster, terjadi pembaruan-pembaruan internal panti asuhan. Para suster juga mendirikan sekolah-sekolah.

Sebelum Rama Fransiscus van Lith dan Rama Petrus Hoevenaars datang ke Semarang pada tahun 1896, sebenarnya sudah ada sekian ratus orang Jawa-Katolik. Rama Hellings mengumpulkan mereka ke dalam empat kelompok, yaitu: Yogyakarta, Kedu, Ambarawa, dan Semarang. Di masing-masing kelompok tersebut Rama Hellings menempatkan guru agama atau katekis untuk membantu para misionaris. # (bersambung)

Yohanes Gunawan, Pr

Rektor Seminari TOR Sanjaya-Jangli

 

 

 

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *