
Oleh BAVO BENEDICTUS SAMOSIR, OCSO*
Banyak waktu telah kau gunakan untuk mengurus dokumen perjalanan menuju sebuah negeri yang pemerintahannya dipimpin seorang Taoiseach, namun banyak waktu terbuang sia-sia. Tiga kali kau berharap, tiga kali juga harapan itu menghilang bersama waktu yang berlalu. Kini kau menyesali mengapa tawaran untuk menjadi bagian dari negeri itu kau abaikan. Ah, penyesalan selalu datang terlambat. Penyesalan datang setelah ada kesulitan dari putusan dan tindakan yang kau lakukan. Dan abaimu juga membuat dirimu tidak menyadari waktumu di negeri yang memiliki simbol harpa itu telah melampaui limit waktu. Tindakanmu yang mengabaikan limit waktu, meskipun kau katakan bahwa itu di luar intensimu, akhirnya menjadi persoalan bagimu. Engkau terhalang masuk ke negeri yang memiliki keindahan padang rumput hijau.
Namun dalam situasi tanpa harapan dan sebagian orang mau menghentikan harapanmu, entah mengapa engkau masih punya harapan bahwa engkau pasti akan kembali ke sana, meski tidak mengetahui kapan waktunya. Harapan para saudaramu yang mengharapkan engkau kembali, yang saat ini berjarak 20.015 km dari dirimu, itulah yang membuat dirimu mau kembali untuk menjalani hidup harian bersama dalam keheningan doa dan kerja harian. Kau hanya menunggu waktu-Nya tiba untuk mengabulkan harapanmu itu. Kau jadi ingat salah satu doa yang pernah kau doakan dalam ibadat harian: ‘Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya dan Ia akan bertindak’ (Mzr 37:5).
Sebagai umat beriman, kita meyakini bahwa doa permohonan kita tidak pernah diabaikan oleh Tuhan. Tuhan akan menjawab setiap permohonan kita. Yesus pernah mengatakan; ‘Setiap orang yang meminta akan menerima dan setiap orang mencari akan mendapatkan dan setiap orang yang mengetuk, baginya pintu dibukakan’ (Matius 7:8) Oleh karena itulah St. Yakobus mengajak kita untuk percaya dan tidak bimbang saat memohon pada-Nya (Yak 1:6). Namun tidak semua doa kita dikabulkan dengan segera, seperti yang kita harapkan. Tidak semua harapan kita segera dijawab seperti Yesus segera menyelamatkan Petrus dari tenggelam di laut Galilea (Matius 14:30-32). Tidak selalu doa kita segera dikabulkan, seperti Tuhan segera mengeringkan laut Merah agar bangsa Israel dapat menyeberang dengan selamat dari kejaran para tentara Firaun (Keluaran 14). Pergulatan iman kita dalam permohonan selalu berkaitan dengan waktu Tuhan dan waktu kita yang bisa berbeda. Kita menginginkan segera mendapatkan apa yang kita harapkan. Sementara Tuhan meminta kita untuk menunggu dengan sabar sampai waktu Tuhan datang. Untuk itu kita memerlukan iman bahwa Tuhan jauh lebih mengetahui waktu yang tepat dan terbaik untuk kita. ‘Aku, Tuhan akan melaksanakan dengan segera pada waktunya’ (Yesaya 60:22).
Tuhan Allah menjanjikan keturunan kepada Abraham dan Sarah, namun mereka harus menunggu sampai usia Abraham 100 tahun dan Sarah 90 tahun. Mereka harus menunggu 25 tahun dari saat janji itu diberikan kepada mereka (Kejadian12:1). Dalam waktu penantian, Tuhan membentuk mereka berdua tentang iman dan kesetiaan mereka kepada Tuhan. Meskipun dalam masa penantian mereka berusaha mencari rencana mereka sendiri (Kejadian 16:1-4) namun rencana Tuhanlah tetap terlaksana pada waktuNya. Mereka memperoleh Ishak dari rahim Sarah, (Kejadian 17:19) meski secara manusiawi hal itu sulit untuk dipahami. (Kejadian 17:17). Dari pengalaman hidup Abraham dan Sarah, kita diajar untuk tetap percaya pada waktu dan rencana-Nya yang terbaik, sekalipun harus menunggu lama. ‘Karena rancangan-Ku bukanlah rancanganmu dan jalanmu bukanlah jalan-Ku (Yesaya 55:8-9).
Tuhan selalu menanggapi dan menjawab permohonan kita, namun jawabannya terkadang tidak seperti yang kita minta. Kadang kita tidak mampu melihat jawaban itu disebabkan kita terlalu fokus pada apa yang kita minta dan harapkan. Akhirnya kita merasa Tuhan tidak mengabulkan permohonan kita, padahal Tuhan sudah memberikan yang terbaik untuk kita meski bukan yang kita inginkan. Apa yang kita inginkan tidak selalu yang terbaik untuk kita dan sebaliknya apa yang terbaik untuk kita tidak selalu kita inginkan. Untuk itu kita perlu memiliki iman bahwa Tuhan jauh mengetahui apa yang terbaik untuk kita daripada diri kita sendiri. Contoh paling jelas dalam situasi ini adalah ketika Yesus berada di taman Getsemani. Ia berdoa, ‘Ya Bapa, jikalau itu kehendak-Mu, ambillah cawan ini daripada-Ku. Namun, bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi’. Yesus memohon namun atas kehendak Sang Bapa di surga. Di sini kita belajar bahwa dalam doa permohonan kita tidak hanya memohon tetapi kita belajar menyelaraskan kehendak kita dengan kehendak Tuhan, bukan hanya menuruti keinginan ego kita.
Waktu penantian yang kau jalani dalam waktu yang tidak pernah engkau ketahui kapan tiba waktunya, membuatmu yakin bahwa dalam setiap keinginan, waktu Tuhan yang terbaik bukan waktumu. Di awal penantianmu, engkau selalu menghendaki Tuhan mengabulkan harapanmu dengan segera namun nyatanya Tuhan mengatakan belum waktunya. Sebesar apapun usaha yang kau lakukan untuk mewujudkan keinginan, jika memang belum waktunya maka tidak akan pernah terjadi. Kau hanya berusaha dan kemudian membiarkan Tuhan menentukan waktu-Nya, meskipun tidak sesuai dengan waktu yang sangat kau harapkan, tetapi itulah yang terbaik untukmu.
Percaya akan waktu Tuhan membuat dirimu terlepas dari segala kecemasan dan memampukan dirimu menjalani hidup waktu kini dan juga tidak terbebani akan kehidupan pada waktu yang akan datang. Kau sadar dalam waktu-Nya, Tuhan mengajarmu untuk bergantung dan beriman pada-Nya. Akhirnya kau berdoa pada Sang Pemilik waktu agar engkau percaya pada waktu-Nya dalam setiap aspek kehidupanmu, seperti Bunda Maria yang mempercayai Tuhan dalam waktu dan rencana-Nya di setiap peristiwa hidupnya.
Pesawat yang membawamu bersama penumpang lainnya take off tepat ketika waktu menunjuk pukul 22.00. Pesawat akan terbang melayang di udara dalam kurun waktu 14 jam 55 menit hingga sampai tujuan. Nyala lampu-lampu di bandara perlahan menghilang seiring pesawat bergerak dari landasan pacu meninggalkan bumi dan mengudara. Kau memandang ke luar jendela. Tampak langit gelap. Dalam kegelapan langit kau langitkan kepasrahanmu kepada-Nya dalam perjalanan waktumu di bumi ini.
*Penulis adalah Rahib and Imam – Our Lady of Silence Abbey –Roscrea Co. Tipperary Irlandia.