Sukacita Natal Di dalam Kesederhanaan

Oleh BAVO BENEDICTUS SAMOSIR, OCSO*

Kita semua punya kenangan natal yang penuh sukacita di masa lalu, termasuk di dalam keluarga kami. Salah satu kenangan natal yang penuh sukacita dan sekaligus menciptakan keakraban di antara kami adalah membuat dekorasi natal. Kami mendekor ruangan tamu seminggu sebelum natal. Dekorasi yang sangat sederhana merupakan karya kami sendiri. Kami membuatnya dari kertas berwarna yakni kertas babat. Kami memotong kertas tersebut dengan lebar 5 cm dalam tiga jenis warna lalu melekatkan di ujung asbes yang satu dan ke ujung asbes yang lain dengan menyilang. Sebelum melekatkan ke ujung yang lain, kami memutar kertas warna-warni tersebut agar kertas tersebut membentuk seperti gelombang ombak laut sehingga terlihat indah ketika telah tergantung. Setelah di empat ujung asbes telah tergantung kertas warna-warni, lalu kertas tersebut kami satukan dan dilekatkan di tengah-tengah bersama sebuah lampion yang kami buat dari kertas minyak. Dekorasi sederhana itu selesai. Tanpa kami sadari, kami telah menjadi sebuah team work yang solid dalam membuat dekorasi natal. Dekorasi yang sederhana tapi bagi kami yang saat itu dalam usia remaja di tahun 1980-an, dekorasi itu merupakan karya yang membuat sukacita kami dalam menyambut natal.

Perkembangan zaman telah menenggelamkan cara-cara sederhana dalam menyambut dan merayakan natal. Perayaan natal saat ini selalu berkaitan dengan kemewahan bahkan mengarah ke konsumerisme. Orang berbelanja banyak hal yang sebenarnya tidak diperlukan, hanya sekadar untuk memuaskan diri. Padahal mengejar kepuasan di dunia ini dengan memiliki banyak barang materi tidak akan pernah memuaskan kita. Di mal-mal yang penuh dengan tawaran kemewahan yang berlebih terkadang membuat kita tergoda untuk menerima tawaran tersebut. Banyak orang merayakan natal hanya sekadar berbelanja dan makan minum di mal, tanpa ada kaitan dengan Tuhan. Hal ini tentu mengaburkan makna natal yang sejatinya.

Natal sejatinya adalah sebuah peristiwa yang agung dan mulia. Allah menjelma menjadi manusia Yesus dan tinggal di antara kita (Yohanes 1:14) untuk menyelamatkan umat manusia dari kuasa dosa. Peristiwa agung dan mulia itu terjadi dalam perstiwa sederhana, melalui dan bersama pribadi yang sederhana. Inilah alasan utama mengapa perayaan natal kita rayakan dalam kesederhanaan.

Peristiwa inkarnasi berawal di sebuah kota sederhana bernama Nazareth. Tuhan Allah melalui Malaikat Gabriel menjumpai seorang perawan yang sederhana bernama Maria untuk membawa pesan bahwa ia akan mengandung seorang Putera bernama Yesus. Awalnya perawan Maria tidak mengerti sepenuhnya akan pesan itu. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi karena ia belum bersuami. Meskipun dalam kebingungan sang perawan tetap percaya pada rencana Allah dengan memberikan jawaban yang sederhana namun penuh iman yang mendalam, “sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu itu” (Lukas 1:38). Ia menerima tawaran Allah yang sulit untuk dimengerti dengan sepenuh hati, tanpa memedulikan kemungkinan reaksi negatif dari masyarakat sekitar akibat kehamilannya. Kesederhanaan dirinya menjadikan perawan Maria terbuka terhadap kehendak Tuhan dalam kehidupannya. Pada akhirnya kesederhanaan hatinya membuat Perawan Maria memiliki peran penting dalam rencana keselamatan Allah Bapa kepada kita umat manusia. Ia mengandung Sang Juru Selamat.

Saat tiba kelahiran Sang Putera, Ia lahir tidak di tempat yang mewah tetapi di tempat yang sederhana bahkan paling sederhana, di kandang ternak. Dan dalam keadaan yang paling sederhana, para tamu yang pertama kali mendapat undangan  mengunjungi bayi Yesus untuk merayakan kelahiran-Nya adalah para gembala yang sederhana dan para malaikat. Mereka yang sederhana itu diundang untuk menyaksikan peristiwa yang paling sakral dalam sejarah kehidupan umat manusia. Kelahiran Sang Putera di kandang ternak tidak bisa dipahami oleh pemikiran manusia kecuali bagi setiap pribadi yang memiliki kesederhanaan hati. Itu sebabnya natal bukan tentang kemewahan tetapi tentang kesederhanaan. Semoga kita menemukan cara sederhana dalam merayakan natal. Kesederhanaan yang membuat kita menghargai  hal-hal yang sederhana dalam kehidupan  karena Tuhan juga hadir di sana. Dan tentu saja kesederhanaan yang mengajak kita untuk memperhatikan mereka yang membutuhkan, khususnya dalam masa natal ini. Tindakan memberi kepada mereka yang membutuhkan adalah ungkapan syukur atas kasih Allah yang begitu besar kepada kita dengan menganugerahkan Putera tunggal-Nya demi keselamatan kita. (Yohanes 3:16).

Di malam natal, sebuah desa kecil dan terpencil diselimuti kegelapan malam. Hanya bintang-bintang nun jauh di langit memberikan kerlap-kerlip kecilnya. Saat itu, listrik sangat terbatas di desa kami. Hanya ada satu cahaya listrik yakni di ruang tamu. Kami menyalakan lilin-lilin kecil di halaman rumah kami yang berpagar batang pohon singkong. Lilin-lilin berbaris membawa cahaya di atas pagar batang pohon singkong. Lilin-lilin kecil yang berjajar di antara dedaunan singkong, mampu menghalau sang gelap yang seakan mau menghalangi kami merayakan natal. Hati kami selaras dengan pancaran hangat dari cahaya hangat lilin-lilin kecil. Cahaya itu kadang menari lembut akibat tiupan angin sepoi. Angin meniup dalam sepoi seakan tidak ingin memadamkan cahaya lilin-lilin kecil. Natal kami terjalin dalam kesederhanaan, namun penuh pesona dalam cahaya lilin-lilin kecil yang menerangi wajah-wajah kami. Wajah-wajah yang berseri-seri dalam sukacita. Dan sukacita itu menebar ke tetangga kami yang juga merayakan malam natal.

Terdengar alunan lagu natal dari kaset yang diputar di tape recorder, membuat suasana sukacita natal semakin terasa. Kami berkumpul di ruang tamu dalam hiasan natal yang sederhana namun terasa hangat dalam momen kebersamaan. Tersaji di meja beberapa macam kue buatan kami sendiri. Seminggu sebelum natal, kami sibuk membantu ibu mempersiapkan semua itu. Meskipun lelah namun sukacita natal melampaui kelelahan yang kami alami. Dan itu terbukti ketika kami menikmati kue-kue tersebut di malam natal. Dan tentu saja tidak lupa kami menikmati biskuit dengan minuman markisa. Kerlap-kerlip lampu dari pohon natal kecil yang terletak di atas bupet memancarkan keindahan selagi kami ngobrol dan menikmati sajian sederhana. Tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul 22.30.. Di luar lilin-lilin kecil kami telah padam digantikan cahaya bintang-bintang yang semakin malam semakin banyak dengan sinarnya yang semakin terang. Waktunya bagi kami untuk istirahat dan besok kami akan merayakan ibadat natal di gereja stasi kami yang kecil dan sederhana.

Selamat Hari Raya Natal 2024. Semoga Sukacita Natal memenuhi rumah dan hati kita semua.

*Penulis adalah Rahib dan Imam di Mount St. Joseph Abbey-Roscrea Co. Tipperary Irlandia. Saat ini sedang berada di Rawaseneng

 

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *