Bekerja dengan Segenap Hati

Ada ungkapan terkait dengan bisnis yakni “kalau bisnis jangan terlalu jujur, kalau jujur itu bisa rugi” atau “bisnis lazim kalau tidak jujur”. Suster M. Skolastika P. Karm. mengajak peserta menguji kebenaran ungkapan tersebut dalam webinar  Pukatnas “Work with all your heart”, 5 Maret 2024.

Wakil Rektor 1 Institut Shanti Buana, Bengkayang itu pun memberikan beberapa ilustrasi terkait dengan ungkapan itu dalam dunia bisnis. Pada beberapa pengalaman, Suster Skolastika menunjukkan bahwa orang akan senang berbisnis atau bekerja sama dengan orang yang jujur. Orang juga akan senang bertransaksi dengan orang yang jujur. Demikian pula ketika memilih pemimpin, orang akan lebih suka memilih pemimpin yang jujur. “Jadi pasti kita juga akan mencari orang yang jujur untuk menjalin kerja sama kita,” ungkap Wakil Pelayan Umum Kongregasi Putri Karmel itu. Sebaliknya, orang akan menghindari kerja sama dengan orang-orang yang tidak jujur. Kalaupun pernah bekerja sama dengan orangyang tidak jujur, orang tersebut selanjutnya akan menghentikannya karena jera untuk bekerja sama. “Bahwa ternyata orang-orang yang nggak jujur itu lebih banyak tidak beruntungnya di dunia ini,” katanya.

Suster Skolastika menegaskan adalah sama sekali tidak benar, ungkapan yang mengatakan “kalau bisnis jangan jujur”. “Itu ternyata salah!” katanya.

Tipuan nilai-nilai duniawi

Namun, mengapa bisnis yang dilakukan dengan tidak jujur dianggap lazim selama ini? Menurutnya, hal itu terjadi karena kita seringkali ditipu oleh nilai-nilai duniawi dan kita melupakan nilai-nilai Ilahi. Suster Skolastika lebih lanjut juga menyampaikan, ada penilaian sebagian orang bahwa orang yang terberkati adalah orang yang kaya raya. Padahal, menurutnya, itu tidak benar. “Yesus itu miskin banget loh, sampai Yesus mengatakan, burung di udara mempunyai sarang, ular mempunyai liang, tapi Anak Manusia bahkan untuk meletakkan kepala-Nya pun tidak ada tempat. Lah, kalau Yesus miskin apakah berarti Yesus tidak terberkati? Padahal kita tahu, Yesus itu sangat terberkati, bahkan Dia sumber berkat, sumber segala rahmat. Tapi kita tuh kan sering ditipu ya sama nilai-nilai dunia. Jadi, dunia mengatakan oh dia nggak kaya ya, oh berarti dia nggak terberkati begitu. Nah, jadi ini yang harus membuat kita hati-hati,” ungkapnya.

Bekerja untuk Tuhan

Suster Skolastika menegaskan, kita mestinya bisa bekerja dengan segenap hati untuk Tuhan apapun profesi kita. “Bekerja dengan segenap hati itu artinya, bekerjalah untuk Tuhan. Loh kok bisa? Begini maksudnya. Bekerja dengan segenap hati itu arti yang pertama adalah kita bekerja dengan sebaik mungkin. Kita usahakan untuk memberi yang terbaik. Nah, untuk itu bekerjalah seolah-olah kita bekerja untuk Tuhan, bukan untuk manusia,” katanya. Ia pun memberi ilustrasi, dengan pengandaian presiden yang berencana datang ke kantor kita. Tentu, kita akan bekerja keras. Kantor dibersihkan dan dibuat indah sedemikian rupa. Segala kinerja ditingkatkan supaya nanti ketika presentasi bisa memamerkan kinerja kita yang bagus. Tiap hari kita bekerja dengan luar biasa, sebaik mungkin, karena presiden mau datang. “Nah, sekarang bayangkanlah bahwa kita diminta untuk bekerja untuk Tuhannya Presiden. Jadi kalau untuk presiden aja kita kerja maksimal, apalagi untuk Tuhan, berarti super maksimal dong, gitu kan? Jadi, bekerja dengan segenap hati itu artinya apa? Kita bekerja untuk Tuhan. Karena itu lakukan dengan sebaik mungkin, semaksimal mungkin,” katanya.

Kedua, bekerja untuk Tuhan berarti kita bekerja melalui jalan yang benar. “Artinya ketika kita bekerja semaksimal mungkin, kita bekerja sesuai dengan cara Tuhan, bekerja di jalan Tuhan, bekerja dengan cara yang berkenan kepada Tuhan,” kata Suster Skolastika.

Ia memberi contoh, kalau kita bekerja dengan segenap hati untuk seseorang, tentu kita memakai cara yang disukai oleh orang tersebut. Demikian juga ketika kita bekerja dengan segenap hati untuk Tuhan. “Sekalipun pekerjaan kita bukan pekerjaan gereja nih, kita kerja di bank atau kita kerja jadi dosen atau kita pengusaha, tapi tetap lakukan itu sebaik mungkin seolah-olah untuk Tuhan dan di dalam Tuhan juga,” katanya. Dengan demikian, kita tidak menghalalkan segala cara ketika kita bekerja. “Kita capai target-target yang ditetapkan, tetap di jalan Tuhan,” ungkapnya.

Menurut Suster Skolastika, banyak orang berpendapat, bekerja dengan segenap hati, bekerja sungguh-sungguh, tidak malas-malas, rajin adalah supaya hasilnya maksimal dan pada akhirnya supaya menjadi kaya. Namun, bagi Suster Skolastika, itu tidak cukup. “Apa yang bisa menghantar kita ke surga adalah ketika kita bekerja dengan segenap hati dan mempersembahkan itu kepada Tuhan. Jadi, kita bekerja segenap hati itu sebetulnya tujuan utamanya adalah bukan kinerja yang hebat atau bukan target yang tercapai, tapi kita bekerja sebagai ungkapan syukur, sebagai rasa cinta kita kepada Tuhan. Kita bekerja karena Tuhan beri kita pekerjaan. Maka penuh syukur dengan gembira kita kerjakan pekerjaan kita dan kita lakukan dengan sebaik mungkin karena kita kerja buat Tuhan,” katanya.

Namun, biasanya, menurutnya, ketika kita bekerja segenap hati akhirnya bisa menjadi kaya karena kita bekerja dengan baik. Namun, kalau dilihat dari konteks perikop Orang Kaya dan Lazarus Yang Miskin (Luk 16:19-31), orang kaya tersebut tidak masuk ke surga dan menikmati kebahagiaan. Apakah karena kaya ia tidak masuk surga? “Bukan. Tapi yang menjadi problem utama adalah hal ini. Yang pertama, hatinya itu tidak ada belas kasihan. Yang kedua, dia sombong. Yang ketiga, dia mencari kemuliaan sendiri,” katanya.

Kaya menjadi berkat

Menurutnya, orang kaya tersebut menikmati segala kemewahan, kekayaan, dan perut selalu kenyang. Dia berlimpah makanan dan berlimpah uang. “Di depan matanya, ada Lazarus yang miskin, yang sangat kelaparan, yang sangat terluka tubuhnya, penuh dengan borok dan luka-luka yang sangat tak berdaya. Bahkan dia untuk nendang anjing yang jilat boroknya aja dia nggak berdaya gitu. Tapi, orang kaya ini sama sekali nggak peduli. Dia tidak ada belas kasihan sama sekali. Dan dikatakan dalam Injil, Lazarus itu makan remah-remah orang itu. Berarti orang kaya ini nggak pernah kasih makan ke Lazarus. Lazarus bisa makan kalau nggak sengaja ada remah-remah jatuh ke dekat dia. Jadi, bukan dikasih makanan itu. Sama sekali tidak. Tapi remah-remah yang nyampai ke Lazarus itulah yang dimakan oleh Lazarus. Jadi, kita lihat problem utama dari si orang kaya ini adalah, dia tidak ada hati yang penuh dengan belas kasihan,” katanya.

Maka, menurutnya, kalau kita mau bekerja dengan segenap hati untuk Tuhan, kita bekerja di jalan Tuhan, kita harus bekerja dengan hati yang penuh belas kasihan. “Kita bekerja dengan penuh kasih, dengan semangat melayani untuk orang-orang yang ada di sekitar kita. Apapun profesi kita, kita lihat sebagai suatu pelayanan di ladang Tuhan,” katanya. Menurutnya, meski kita adalah pengusaha dengan pabrik di mana-mana, kita dipanggil untuk melakukannya dengan penuh belas kasihan. “Kita lakukan yang terbaik untuk bisa memberikan kontribusi bagi masyarakat, memberikan kontribusi bagi negara ini. Dengan penuh belas kasihan kita memperhatikan kesejahteraan karyawan. Dengan hati yang peka, kita melihat saudara-saudari kita di sekitar kita, sesama kita, sesama pekerja, pimpinan kita, bawahan kita yang mungkin ada kesusahan. Inilah yang dimaksud dengan bekerja dengan segenap hati, bekerja untuk Tuhan,” ungkapnya.

Kedua, orang kaya itu tidak masuk surga karena sombong. Menurut Suster Skolastika, kesombongan itu terlihat ketika ia tidak peduli dan tidak memanusiakan manusia. Bahkan, menurutnya, sampai dia mati pun masih sombong. “Dia mau nyuruh Lazarus untuk mencelupkan jarinya untuk membasahi tenggorokan dia. Itu kan suatu kesombongan begitu loh,” katanya. Suster Skolastika mengatakan, orang itu merasa seperti masih di dunia. “Uang bisa membeli segalanya. Dia nggak sadar bahwa di akhirat itu uang udah nggak laku lagi. Bahkan sebetulnya di dunia pun tidak segalanya bisa dibeli dengan uang. Nah, kesombongan yang kedua kita lihat dia masih bossy banget,” katanya.

Menurutnya, Tuhan berkenan kalau kita kaya karena kita bekerja dengan segenap hati dan kekayaan tersebut menjadi berkat bagi orang lain. “Biasanya karena kita bekerja dengan baik, maka uang kita juga banyak gitu ya. Tapi yang penting jangan sombong. Kita tetap mengorangkan orang. Kita menghargai setiap orang begitu ya. Kita tidak merasa diri lebih, dan terutama kita menyadari bahwa sebetulnya semuanya itu berasal dari Tuhan. Itu adalah rezeki yang Tuhan titipkan. Kita bisa begini semuanya karena rahmat Tuhan. Santa Teresia Liseux, dia pernah berkata begini, diriku ini adalah setumpuk rahmat. Dari ujung rambut sampai ujung kaki semuanya adalah rahmat. Artinya, dia betul-betul sadar bahwa dia tidak bisa apa-apa kalau bukan karena rahmat Tuhan. Nah, inilah kerendahan hati yang sejati,” katanya.

Menurut Suster Skolastika, kita akan berkenan di hati Tuhan kalau kita senantiasa sadar semua prestasi kita, semua kekayaan kita, semua kinerja-kinerja kita yang bagus, target-target yang tercapai, itu semua karena rahmat Tuhan. “Kita jangan pernah berpikir, bahwa oh karena saya sudah melakukan a b c d e maka jasa kita banyak dan berarti kita bisa masuk surga.  Tidak. Surga tidak bisa dibeli. Surga tidak bisa ditukar dengan uang. Surga tidak bisa ditukar dengan jasa-jasa kita. Tapi surga itu adalah pemberian cuma-cuma dari Tuhan kepada kita semua begitu. Karena itu kita harus datang kepada Tuhan dengan tangan hampa, dalam arti bahwa apa yang kita lakukan itu bukan dari kita satu-satunya, yang kita bisa itu cuma berdosa kok. Ya, nggak? Sementara semua yang baik itu berasal dari Tuhan. Jadi dengan segala rendah hati kita tetap datang kepada Tuhan, mengerjakan segala sesuatu dengan sukacita dan sadar bahwa itu semua dari Tuhan,” tuturnya.

Ketiga, orang kaya itu mencari kemuliaan diri sendiri. Menurut Suster Skolastika, ketika jabatan kita makin lama makin naik, kita diharapkan untuk bersyukur kepada Tuhan. “Sebetulnya kerendahan hati itu akan memberikan kedamaian yang besar. Seringkali banyak orang stres, banyak orang tertekan itu karena dia kurang rendah hati,” katanya.

Suster Skolastika mengajak peserta untuk berefleksi, jika untuk hidup di dunia ini kita bekerja keras luar biasa, betapa kita harus bekerja lebih keras lagi untuk hidup yang kekal.

Dalam kenyataannya, ada kecenderungan orang hanya memikirkan kehidupan pada masa sekarang saja, mengabaikan kehidupan kekal kemudian. “Jadi seringkali kita lupa bahwa kita tuh masih punya kehidupan kekal loh. Yang kita pikirin itu selalu kehidupan yang sekarang,” katanya. Mungkin orang merasa repot harus memikirkan kehidupan sekarang, juga sekaligus memikirkan kehidupan kekal. Namun, menurutnya, bekerja dengan sepenuh hati sudah menggabungkan keduanya, baik kehidupan sekarang maupun kehidupan kekal. “Jadi kita kerja untuk kita hidup di dunia ini, tapi (juga) kita bekerja untuk Tuhan,” katanya.

Kita, sambungnya, tidak bekerja dari pukul delapan pagi sampai empat sore untuk kehidupan duniawi, kemudian setelah itu bekerja buat Tuhan. “Kita tidak bisa membuat dikotomi atau membuat pemisahan-pemisahan. Karena apa? Karena kita itu di dalam Tuhanlah kita hidup bergerak dan ada. Artinya apa Saudara-saudariku? Biarlah kita bernafas untuk Tuhan, bekerja untuk Tuhan, sekalipun pekerjaan kita bukan pekerjaan rohani. Contohnya Daniel. Daniel bekerja dengan segenap hati. Dia bekerja sungguh-sungguh. Dia memberikan yang terbaik dan semuanya untuk Tuhan,” katanya.

Daniel diketahui sungguh-sungguh bekerja dengan segenap hati untuk Tuhan ketika Raja menyuruh dia menyembah dewa sesembahan Raja. Daniel tidak mau. “Kalau dia kerja untuk bosnya, pasti dia akan ikutin kan apa permintaan bosnya? Dia akan berusaha menyenangkan hati bosnya. Tapi Daniel tidak. Dia bekerja dengan sebaik-baiknya, tapi semuanya untuk Tuhan. Ketika disuruh melakukan yang tidak berkenan kepada Tuhan, dengan tegas sekalipun dimasukkan ke dalam tanur api, dia tetap masuk ke tanur api,” katanya.

Honoring God in all transaction

Suster Skolastika juga mengajak kita semua untuk berusaha honoring God in all transaction. “Kita berusaha untuk hidup demi kemuliaan Tuhan. Kita berusaha menjadikan diri ini sebagai pujian bagi kemuliaan Allah,” katanya. Banyak orang menyangsikan hal ini. Namun, menurut Suster Skolastika, itu bukan sesuatu yang mustahil. “Sebetulnya cukup banyak di dunia ini orang-orang yang sukses tapi memiliki semangat kesalehan yang luar biasa,” kata Suster. Salah satu contohnya yang terkenal misalnya Tom Monaghan, seorang pengusaha Katolik yang setia menerapkan imannya. Dia ini terkenal karena Domino’s Pizza-nya. Tokoh yang lain adalah Mary Barra (CEO General Motor Company), Tim Cook (CEO Apple) dan Ignasius Jonan. Menurutnya, meski tidak terlihat kebiasaan berdoanya, “tapi semua yang dilakukan oleh orang-orang itu betul-betul ada semangat Kristiani.” Menurutnya, mereka penuh belas kasihan, memanusiakan manusia, tidak sombong dan tetap rendah hati.

Kiat bekerja di jalan Tuhan

Menurut Suster Skolastika, ada 4 kiat bekerja di jalan Tuhan. Yang pertama, jagalah integritas kita dalam bisnis dan karir kita. “Integrity itu adalah supremasi dari segala leadership begitu. Ketika kita bisa menjaga integritas kita, maka kita bisa dengan nyaman berelasi dengan semua orang. Kenapa? Karena ketika kita menjaga integritas kita, maka akan tercipta trust antara orang-orang di sekitar kita dengan kita. Dan ketika ada trust maka terciptalah suatu jaringan sosial. Karena tanpa trust, mana ada transaksi? Sehingga karier kita, usaha kita, profesi kita semuanya akan berkembang ketika kita berintegritas,” katanya.

Namun, yang lebih penting, menurutnya, adalah kita tetap berintegritas dalam melakukan apapun yang baik sekalipun tidak ada yang melihat. Kita berintegritas dengan mengatakan sesuai dengan apa yang kita lakukan maupun melakukan sesuatu sesuai yang kita katakan. “Ketika kita berintegritas, pada saat itu Tuhan sangat berkenan kepada kita,” imbuh Suster Skolastika.

Kedua, penata layanan dengan selalu mencari kehendak Allah. “Artinya ketika kita melakukan manajemen terhadap segala sesuatu, pengaturan ini dan itu, hendaklah selalu mencari kehendak Allah,” katanya. Mungkin kita punya banyak pedoman atau SOP, “tapi biarlah pedoman yang paling utama buat kita tidak lain adalah kehendak Allah”. “Kehendak Allah itu menjadi norma yang paling utama yang kita jalani dan kita cari setiap harinya. Untuk itu, kita perlu banyak berdoa. Marilah kita mulai setiap pagi dengan berdoa, mohon Roh Kudus membimbing kita sepanjang hari itu. Kemudian sepanjang hari dalam kerja-kerja kita, kita jalin relasi yang akrab dan mesra dengan Tuhan. Kita biarkan Roh Kudus membimbing kita. Di malam hari sebelum tidur, kembali kita datang kepada Tuhan, mengucap syukur atas hari yang berlalu. Bersyukur atas setiap kesulitan, nggak apa-apa juga kan, karena kita semakin dewasa atas setiap kesulitan yang kita lewati. Bersyukur atas setiap kejatuhan, nggak apa-apa juga kan, karena kalau kita nggak pernah jatuh, mungkin kita emang nggak pernah maju. Orang itu bisa jatuh karena dia jalan. Dia maju, maka jatuh. Orang itu bisa jatuh karena dia lari, maka jatuh. Kalau kita nggak pernah jatuh, jangan-jangan kita selalu di tempat. Nah, jadi ketika kita melakukan penatalayanan ini, kita selalu mencari kehendak Tuhan dan kita selalu bersyukur dan menjalin relasi yang baik dengan Tuhan,” tegasnya.

Ketiga, servant leadership. “Biarlah gaya kepemimpinan kita bukan yang otoriter, bukan yang feodal begitu ya, tapi kepelayanan,” katanya. Menurutnya, ketika kita menjadi pemimpin, maka kita harus lebih memikirkan orang lain daripada diri kita sendiri. “Kita harus lebih banyak menghabiskan waktu dan tenaga kita untuk orang lain daripada diri kita sendiri. Dan memang sebetulnya lebih cocok kata pelayan daripada pemimpin sebagaimana yang Yesus katakan Dia yang Raja kita, Imam Agung kita, Dia datang, “Aku datang untuk melayani”,” katanya.

Keempat, integrasi iman.  “Jangan pernah memisahkan yang duniawi dengan yang rohani. Jangan pernah memisahkan yang rohani dan ‘rohana’ begitu. Jadi kalau misalnya kita piknik, ya marilah piknik dengan penuh syukur kepada Tuhan. Kalau kita lihat pemandangan yang bagus jangan cuma stop di foto begitu ya. Tapi ketika melihat pemandangan yang bagus, kita lihat itu seperti jejak-jejak Allah. Itu yang dikatakan Santo Yohanes Salib,” katanya.

Selanjutnya, dalam bekerja, Suster Skolastika juga mengajak kita untuk meniru Santa Teresia Kanak-kanak Yesus yang pernah berkata “Bekerja sepenuh hati: lakukan segala sesuatu demi dan untuk Tuhan, karena kita mengasihi-Nya. Maka semua yang dilakukan akan menjadi berkat bagi orang lain.”

“Santa Teresia itu sangat mencintai Yesus sehingga apapun yang dia lakukan, dia lakukan dengan cinta, demi cinta dan untuk cintanya kepada Yesus. Nah, suatu hari misalnya, Santa Teresia itu melihat ada sebutir jarum di atas lantai. Lalu Teresia memungut jarum itu dengan  penuh cinta kepada Yesus. Tahukah Saudara-saudariku, hanya dengan pekerjaan memungut jarum, ternyata itu bisa menjadi berkat bagi orang lain,” ungkapnya.

Bekerja dengan sepenuh hati ini, katanya, akan membuat kita bisa menjadi berkat bagi banyak orang. “Karena kalau kita bekerja dengan segenap hati, itu berarti kita bekerja demi cinta kepada Tuhan. Kita bekerja dengan cinta kepada Tuhan. Kita bekerja untuk cinta kepada Tuhan. Dan itu bisa menjadi berkat bagi banyak orang, bisa menjadi silih bagi dosa-dosa kita, bisa menjadi berkat bagi keluarga kita, bagi saudara-saudari kita, atau seseorang di belahan dunia yang lain,” katanya.

Lebih lanjut, Suster Skolastika mengajak kita memanfaatkan waktu kita supaya tidak sia-sia terbuang percuma. “Kita lakukan setiap pekerjaan itu dengan cinta, demi cinta, untuk cinta kepada Tuhan,” katanya. Santo Yohanes Salib pernah berkata, “Di senja akhir hidup kita, kita akan diadili menurut cinta kasih yang kita miliki”. “Jadi di senja akhir, Tuhan itu tidak akan tanya, kamu sudah bikin pabrik berapa atau kamu sudah amal berapa atau kamu sudah ziarah ke mana saja gitu ya? Atau kamu menduduki jabatan apa paling tinggi? Bukan itu. Tapi yang Tuhan lihat adalah seberapa besar cinta kasih yang ada di hati kita. Karena itu marilah saat ini kita bekerja dengan sepenuh hati, yaitu demi cinta kepada Tuhan. Tuhan Yesus berkata, Aku pokok, kamu rantingnya. Kita tidak akan berbuah sebagai ranting kalau kita tidak berpegang pada pokoknya. Nah, bagaimana supaya kita bisa berpegang pada pokok itu sebagai ranting? Yaitu terus bekerja untuk Tuhan dan di jalan Tuhan. Jangan tinggalkan jalan Tuhan itu. Tetaplah berintegritas, berpenatalayanan, servant leadership dan juga mengintegrasikan iman dalam kehidupan rohani kita,” pungkasnya.

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *