Bangkit Mengabdi Negeri

Oleh BAPAK JULIUS KARDINAL DARMAATMADJA, SJ

 

Prakata

Ketika tulisan ini sampai kepada para pembaca, kita telah melewati dengan penuh syukur dua peristiwa penting yang berhubungan erat, yaitu merayakan Prapaskah dan Paskah. Setelah merenungkan sengsara, wafat di salib dan pemakaman Tuhan Yesus, kita segera merayakan kebangkitan Yesus yang mulia. Baik kiranya kalau hal itu menjadi dasar tulisan berikut. Uraian dibagi menjadi 3 bagian. Pertama, tentang makna sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus sendiri. Kedua, makna Prapaskah dan Paskah bagi kita umat beriman. Dan ketiga, makna Pemilu 2024, Bangkit Mengabdi Negeri

Yesus sengsara, wafat dan bangkit, lalu mengutus Roh Kudus

Sengsara, wafat dan bangkit mulia, merupakan mahkota hidup Yesus di dunia. Sengsara dan wafat Yesus, merupakan persembahan tertinggi ketaatan Yesus kepada Allah Bapa yang mengutus-Nya. Tidak hanya persembahan kemuliaan-Nya sebagai Allah ketika Allah Putra merendahkan Diri dan mengosongkan Diri untuk menjadi Manusia seperti kita. Tetapi lebih dari itu Yesus masih menyerahkan juga kehormatan-Nya sebagai manusia, karena Yesus berkenan menjadi manusia yang miskin, sengsara, dan wafat-Nya sebagai manusia yang hina, dihukum salib sebagai penjahat, bersama dua penjahat kakap. Yesus memahkotai hidup-Nya dengan persembahan Diri yang total sedalam-dalamnya, kepada Allah Bapa sebagai tebusan bagi dosa manusia. Sehingga alam semesta bersama manusia didamaikan dengan Allah. Berarti segala dosa manusia diampuni. Persembahan Yesus ini sangat berkenan kepada Bapa, sehingga Bapa meninggikan Yesus, membangkitkan Dia dengan mulia, dan mendudukkan Dia di sebelah kanan Allah Bapa dan mengaruniakan mahkota pada nama-Nya. Sehingga dalam nama Yesus, bertekuklah semua lutut di bumi dan di surga, pokoknya di mana-mana, demi kemuliaan Allah Bapa. (Bdk. Fil. 2:5-11).

Sengsara, wafat dan bangkit Yesus juga merupakan mahkota dari ajaran kasih Yesus, yaitu kasih disertai pengorbanan diri sampai mati. Ajaran moral yang utama. Dari Allah Bapa, umat Israel telah menerima 10 Perintah Allah untuk mengatur cara hidup Umat pilihan Tuhan, yaitu Umat Israel. Sepuluh Perintah Allah ini mengatur bagaimana berelasi dengan Allah, dan bagaimana berelasi dengan sesamanya; memberi pedoman moral dan etika hidup, agar manusia pantas naik surga. Atas dasar itu dibuatlah hukum-hukum, berkembang menjadi Hukum Taurat, yang sangat rinci dan kompleks. Suatu pegangan hidup yang utuh dan lengkap untuk segala kemungkinan perbuatan dan perilaku manusia, secara pribadi, dalam keluarga dan di tengah masyarakat. Umpama ada  Hukum Sabat yang mengatur bagimana orang harus istirahat: sampai merumuskan berapa jauh boleh berjalan, dan lain-lain. Sangat jelas Allah menghendaki agar hidup dan perilaku orang diatur oleh suatu tatanan etika dan moral yang baik. Meskipun demikian, peraturan itu gagal membuat hidup umat Israel sesuai dengan kehendak-Nya. Betapa banyak nabi-nabi diutus Allah untuk mengingatkan umat-Nya dari waktu ke waktu. Tetapi tetap saja begitu. Akan tetapi pada waktunya Allah akan bertindak. Allah akan menempatkan hukum-Nya dalam batin mereka. Nabi Yeremia menubuatkan: “Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman TUHAN. Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku”. (Yer 31:31-34). Nubuat ini terlaksana ketika Sang Juru Selamat lahir, mengajar, sengsara, wafat, bangkit dan mengutus Roh Kudus.

Yesuslah yang mampu menggenapkan Hukum Taurat, supaya orang hidup dalam ketaatan akan kehendak Allah. Yesus menyempurnakan rumusan intinya, menjadi Hukum Kasih kepada Allah dan sesama. Semangat hidup Yesus menjadi acuan, karena Yesus minta agar umat-Nya mengasihi seperti Dia (bdk Yoh 13:34-35). Yesus yang bangkit dan Roh Kudus yang diutus-Nya membuat mampu orang beriman untuk hidup sesuai kehendak Allah, karena sekaligus memberikan kekuatan dari dalam. Lewat Sakramen Inisiasi dalam Gereja yang didirikan atas dasar para rasul, Yesus yang bangkit dan Roh Kudus hidup dalam batin umat beriman. Bukan kita yang hidup, melainkan Yesus yang hidup dalam diri kita (bdk Gal 2:20). Apalagi Roh Kudus besemayam dalam hati nurani umat beriman sebagai kenisah, membimbing serta memberi kekuatan dari dalam. (GS 16  dikutip oleh KGK no 1776). Maka ketika Yesus mengusir setan dan dikatakan orang Farisi, Ia mengusir setan dengan kuasa Beelsebul, penguasa setan, Ia mengatakan: “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu.” (Mat 12:28). Itu berarti Allah telah hadir menguasai (merajai) hati umat-Nya yang taat kepada kehendak-Nya. Dengan datangnya Yesus yang mengajar, sengsara, wafat dan bangkit, tujuan Hukum Taurat agar umat-Nya hidup bermoral, digenapi. (Mat 5:17-18). Memang tujuan Allah menciptakan manusia: untuk akhirnya memuliakan manusia yang telah hidup sesuai kehendak dan hukum ilahi-Nya, dengan mengizinkan manusia masuk ke surga dan hidup dalam lingkungan Tritunggal Mahakudus.

Makna prapaskah, paskah dan pentakosta bagi umat kristiani

Masa Prapaskah bagi kita merupakan masa pertobatan  disertai pantang dan puasa. Pertobatan berarti menyesali dan mohon ampun atas segala dosa yang pernah dibuat, atau lebih dalam lagi, ikut mati terhadap dosa bersama Yesus yang sengsara dan wafat bagi dosa manusia, agar ikut bangkit bersama Kristus yang bangkit menjadi manusia baru yang berkenan kepada Allah. Menyatakan mati terhadap dosa, secara positif dapat diungkapkan menjadi taat sepenuhnya kepada hukum dan kehendak Allah Bapa. Ini wujud kebangkitan kita, yaitu berkomitmen untuk selalu taat kepada kehendak atau hukum-Nya; menjunjung tinggi ajaran moral dan etika yang diberikan oleh Tuhan; meneladan sikap Yesus sendiri yang  mengasihi dengan penuh pengorbanan; menjunjung tinggi apa yang benar, baik, jujur, adil, dan tidak mau ikut serta berbuat salah, berbuat yang tidak baik, tidak jujur dan tidak benar dan tidak adil. Inilah makna kebangkitan kita.

Semangat kebangkitan dalam hidup moral dan etika baik ini juga dikehendaki Yesus dan Roh Kudus untuk dihayati oleh semua orang di luar Gereja, “….. karena Kristus telah wafat bagi semua orang, dan panggilan terakhir manusia benar-benar hanya satu, yakni bersifat ilahi, kita harus berpegang teguh, bahwa Roh Kudus membuka kemungkinan bagi semua orang, untuk dengan cara yang diketahui oleh Allah digabungkan dengan misteri Paskah itu.” (GS 22). Jadi ikut diarahkan ke hidup bermoral dan beretika yang baik dan karenanya diizinkan naik surga. Roh Kudus juga berpengaruh dalam sejarah dan perkembangan umat manusia, agar hidup para bangsa semakin bermoral baik. “Roh Allah yang dengan penyelenggaraan-Nya yang mengagumkan, mengarahkan peredaran zaman dan membarui muka bumi, hadir di tengah perkembangan itu.” (GS 26). Paus Santo Yohanes Paulus II berdasar ajaran tersebut merumuskan lebih lanjut:  “Kegiatan dan kehadiran Roh (Allah) itu tidak hanya mempengaruhi orang per orang (supaya hidup moralnya baik), melainkan juga mempengaruhi masyarakat dan sejarah, bangsa-bangsa, kebudayaan-kebudayaan dan agama-agama. Sesungguhnya, Roh itu berada di asal-muasal cita-cita dan usaha-usaha luhur yang bermanfaat bagi umat manusia dalam perjalanannya sepanjang sejarah.” (RM 28). Maka bagi kita nilai-nilai moral Pancasila yang digali oleh Bung Karno dan dijadikan ideologi bangsa dan negara Indonesia, tak lepas dari tuntunan Roh Kudus. Sehingga kemerdekaan yang diproklamasikan berdasarkan Pancasila,  tak lepas dari tuntunan  Roh Kudus. Dan ini selalu harus menjadi acuan bagi kebangkitan kita, manakala kita sebagai bangsa dan negara sedang terpuruk.

Makna Pemilu 2024, bangkit mengabdi negeri

Pemilihan presiden dan wakilnya, pemilihan wakil rakyat setiap 5 tahun sekali merupakan ungkapan nilai-nilai demokratis. Diharapkan setiap kali ada Pemilu, ada kemajuan, sehingga hidup berbangsa dan bernegara mengalami kebangkitan, yaitu semakin berkualitas di segala aspek kehidupan. Sehingga dengan Pemilu, dengan bangga kita mengatakan: kita bangkit mengabdi negeri. Sayangnya Pilpres 2024 yang baru lalu tidak begitu. Sebaliknya justru semangat demokratis kita yang terpuruk. “Gelombang penolakan, protes, keluhan, keberatan dan demonstrasi terkait penyelenggaraan Pilpres 2024, menjadi penanda dari pesta demokrasi yang jauh dari jiwa demokrasi. Tuduhan terhadap Presiden yang  partisan, merekayasa aturan hukum dan menyalahgunakan otoritas, demi memenangkan salah satu pasangan calon; tuduhan terhadap KPU yang tak terbuka, tidak kompeten, diskriminatif dan manipulatif, menandai rendahnya kualitas demokrasi. A Theatre of Democracy.” (Yasraf A. Piliang, Kompas, 13 Maret 2024). Ini keterpurukan yang sangat dalam. Kita perlu bangkit.

Kekuatan kebangkitan tetap ada. Sudah muncul justru sebelum Pemilu. Ada banyak pihak yang sudah menyuarakan bahwa kualitas demokrasi sedang turun. Yaitu Universitas Gajah Mada (31/1), diikuti oleh Universitas Islam Indonesia, Universitas Indonesia, dan Universitas Lampung Mangkurat. Beberapa hari kemudian (3/2) Universitas Padjadjaran, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik, dan lain-lain. Kemudian juga para mahasiswa turun ke jalan berdemonstrasi. Juga ada tokoh bangsa dan agama yang menamakan diri Gerakan Nurani Bangsa, terdiri dari Ibu Sinta Nuriyah Wahid, Quraish Shihab, Lukman Hakim Saifuddin, Karlina Rohima Supelli, Makarim Wibisono, Kardinal Ignatius Suharyo, Pendeta Gomar Gultom, dan Alissa Wahid. Peran hati murani perlu digalakkan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan politis merawat bangsa dan negara. (bdk. Kompas 4/2/2024).

Ternyata suara moral civitas akademika muncul lagi. Universitas Gajah Mada mengingatkan agar penguasa tidak  semena-mena menggerus nilai-nilai demokrasi (12/3/2024). Menyusul forum ilmiah Universitas se-Jabodetabek yang diadakan di Universitas Indonesia (14/3). Kecuali mundurnya demokrasi, hukum dibuat untuk melegitimasi keputusan yang tak adil, sekarang penguasa dan pengusaha menjadi satu kelompok kepentingan. Kekayaan alam tidak lagi dikuasai negara untuk dimanfaatkan rakyat banyak, tetapi untuk kepentingan pengusaha. (bdk. Kompas 15/3-2024).

Himbauan, kritik sampai dengan demonstrasi, ini semua adalah kekuatan dan suara moral untuk bangkit berbakti kepada negeri. Suara hati nurani yang terusik, meneriakkan tuntunan Roh Allah yang menuntun hati nurani kita.

Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan para Bapak Uskup telah menyampaikan tuntunan untuk Pemilu antara lain agar memilih calon presiden dan wakilnya, dengan meneliti rekam jejaknya juga. Terasa sudah mengarah pada calon tertentu, atau tendensius. Tetapi sebenarnya mereka menunjukkan sikap konsisten mendukung akal sehat yang membuat civitas akademika juga bersuara. Kecuali berpihak kepada akal sehat, mereka juga menjunjung tinggi moralitas dan etika kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka hukum bukannya payung bagi perilaku saja, melainkan hukum justru ingin memastikan agar perilaku terlaksana sesuai cita-cita hidup berbangsa dan bernegara yang bermoral dan bermartabat. Presiden menunjukkan bahwa ia sesuai hukum, ketika ikut cawe-cawe dalam proses Pemilu. Dia merasa bertindak sesuai hukum, yaitu UU Pemilu No. 7 Tahun 2017, pasal 299 yang menyebutkan Presiden dan Wakil Presiden boleh berkampanye, asal tidak memakai fasilitas negara. (https://www.detik.com/sulsel/berita/d-7163643/ini-isi-uu-no-7-tahun-2017-yang-disebut-jokowi-soal-presiden-boleh-kampanye).

Tahun 2017 termasuk periode I pemerintahan Presiden Joko Widodo. Jangan-jangan memang sudah menyiapkan diri, jika perlu untuk cawe-cawe, sehingga sudah menyiapkan payung hukum. Ia tidak menyadari ada nilai moral lebih tinggi, yang harus ia taati. Karena ketika ia mengangkat sumpah sebagai Presiden, ia menyatakan: “Demi Allah saya bersumpah, akan memenuhi kewajiban sebagai Presiden RI dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, …..” Jadi tidak memihak calon penggantinya, siapapun juga. Adil, sama untuk semua. Jangan-jangan orang membuat Hukum atau Peraturan Daerah, hanya demi payung Hukum. Agar tindakan mereka yang terkadang represif dan tidak adil bagi sekelompok warga, disahkan dan dilegitimasi. Padahal fungsi hukum justru untuk memastikan agar nilai-nilai moral dan etika, kebenaran, keadilan, kejujuran dan hormat akan martabat manusia dapat dilakukan orang.

Penutup 

Kita diharapkan sebagai orang Katolik, memiliki sikap konsisten, yaitu selalu bertobat manakala ada kesalahan, dan bangkit untuk memperbaikinya. Setiap tahun kita menghayati nilai liturgi Prapaskah dan Paskah. Sebagai warga negara yang Katolik, kita juga konsisten untuk berfokus menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, mengusahakan terlaksananya hidup bersama aman dan damai dan tercapainya hidup sejahtera yang adil dan merata. Sehingga selalu memperhatikan mereka yang miskin dan hidup di bawah garis kemiskinan, mereka yang difabel dan tersingkirkan dari masyarakat. Setiap kali menyeleweng dari fokus itu, kita bertobat dan bangkit memperbaikinya. Selalu bangkit untuk mengabdi negeri.

Pasca Pemilu 2024, karena ditengarai ada kemunduran dalam penghayatan nilai-nilai demokrasi, hukum hanya sekadar payung untuk legitimasi perbuatan yang tak benar, dan menyatunya pemerintah dan pengusaha, sehingga kekayaan alam tidak sebesar-besarnya bermanfaat untuk kepentingan rakyat banyak, tetapi lebih untuk para pengusaha, maka kita tetap waspada dan bangkit mengabdi negeri untuk mengingatkan atau menghimbau serta menyampaikan kritik-kritik yang membangun.

Kalau Pemilu telah selesai, kita hapus bentuk-bentuk polarisasi di tengah masyarakat, dan kita bangkit mengabdi negeri dengan membangun persudaraan sejati dan bekerja-sama sebaik-baiknya dengan semua warga bangsa dan negara, bersama-sama bergotong-royong berusaha  menyejahterakan bangsa berdasarkan Pancasila.

 

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *