Oleh BAVO BENEDICTUS SAMOSIR, OCSO*
Tangan-tangan mereka dengan gesit, meski dengan perhitungan, menebas batang padi yang telah siap dipanen. Setiap ayunan sabit, tertebas segerombol batang padi lalu terpisah dari akarnya. Tampak batang-batang padi dengan bulir-bulir padi yang merunduk, tertumpuk di pinggiran sawah dan sebagian besar tertumpuk membentuk gunungan kecil di lahan yang telah dipanen.
Mereka tetap bersemangat dengan ayunan sabit meskipun panas mentari membakar kulit mereka. Untuk sebagian orang, terik mentari adalah musuh yang harus dihindari. Namun, bagi mereka terik di tengah hari itu menjadi sahabat yang harus diterima meskipun sang terik tidak bersahabat. Dan lagi, ketidakbersahabatan juga mereka terima dari fenomena El Nino yang mengakibatkan perubahan iklim yang ekstrim. Sang hujan yang seharusnya turun membasahi bumi namun tidak kunjung turun. Sang El Nino mengakibatkan berkurangnya hasil panenan dan pada akhirnya mengurangi kondisi perekonomian untuk kehidupan harian mereka. Itulah kehidupan yang harus mereka terima, kalau tidak ingin ditinggal oleh kehidupan, karena kehidupan terus berjalan meski apapun yang terjadi dalam kehidupan.
Saat kita lihat kembali perjalanan hidup kita masing-masing, khususnya di tahun 2023 yang baru berlalu, kita disadarkan kembali bahwa kehidupan tidak selalu berjalan seperti yang kita inginkan. Terkadang hal-hal yang tidak adil terjadi dalam hidup kita karena hidup memang tidak selalu adil. Terkadang harus ada air mata kesedihan menetes di pipi karena kehidupan bukan hanya tentang air mata sukacita. Terkadang kehidupan membuat hati kita getir karena kehidupan bukan hanya tentang hati yang gembira. Terkadang kehidupan membuat helaan nafas kita terasa berat karena itu merupakan bagian dari perjalanan kehidupan. Dan tidak ada jaminan bahwa sekalipun kita beriman kepada Kristus, maka hidup kita akan selalu tenang dan damai. Gelombang badai akan selalu ada (Matius 14:24), namun yang perlu kita sadari bahwa tangan Tuhan selalu ada untuk kita (Matius 14:31). Itulah sebabnya ketika badai terjadi dalam kehidupan, kita perlu memiliki sebuah harapan kepada Tuhan.
Dalam realita kehidupan, kita bisa tergoda untuk putus asa di dalam badai. Di satu sisi, sebagai manusia lemah, godaan untuk putus asa adalah hal yang manusiawi, namun di sisi lain, kesadaran akan kelemahan, ketidakberdayaan diri bisa membawa kita pada harapan akan Tuhan. Jadi, harapan adalah sebuah pilihan, sama halnya putus asa adalah sebuah pilihan yang kita putuskan. Tidak ada seorang pun yang akan mampu memaksa kita untuk berharap pada Tuhan dan tidak seorang pun atau sesuatu pun di luar diri kita yang mampu membuat kita putus asa. Dalam setiap situasi, kitalah yang dapat memutuskan apakah kita akan mengangkat pandangan penuh harapan, atau apakah kita menundukkan pandangan kita dalam keputusasaan.
Harus diakui, memilih untuk berharap tidak selalu mudah, khususnya ketika jalan yang kita tempuh terbentur tembok atau jalan buntu. Di sinilah harapan membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Dalam situasi ada badai kehidupan, berharap pada Tuhan merupakan keputusan yang tepat bagi kita yang percaya pada Tuhan. Harapan di dalam Tuhan membantu kita untuk terus melangkah dengan pasti meskipun langkah untuk mencapai masa depan nampaknya sia-sia. Harapan di dalam Tuhan tidak dapat dihancurkan oleh apapun yang ada di dunia ini.
Salah satu sosok beriman yang menjalani hidup dalam penuh harapan adalah Abraham. Allah memintanya untuk meninggalkan keluarganya dan pergi ke negeri yang akan Allah tunjukkan kepadanya (Kejadian 12:11). Meskipun ia tidak tahu arah perjalanannya, tapi dia percaya Tuhan akan menuntunnya. Abraham melakukan perjalanan dengan penuh kepercayaan pada pemeliharaan-Nya. Ia percaya bahwa seluruh kehidupan berada di tangan yang tepat.
Demikian halnya dengan kita, kita tidak tahu akan masa depan kita, tidak mengetahui bagaimana perjalanan hidup kita, khususnya di tahun 2024 ini. Seturut teladan Abraham sebagai bapak kita dalam beriman, kita harus menjalani kehidupan dengan harapan. Harapan selalu membuat kita terus melangkah ke dalam hal yang tidak diketahui, membuat kita melangkah meski dalam situasi sepenuhnya tidak dapat kita kendalikan. Harapan memberi kita keberanian dan kekuatan karena Allah selalu bersama kita untuk menjalani kehidupan
Namun harus kita akui, kita tidak selalu mampu hidup dalam harapan, khususnya ketika ada pencobaan dan mengalami keputusasaan. Bisa terjadi kekhawatiran lebih menguasai hidup kita daripada harapan. Tiada jalan lain, kita perlu mengarahkan hati kepada Allah karena “Allah sumber ketabahan dan Allah sumber pengharapan” (Roma 15:5,13). Kita menggantungkan harapan kita sepenuhnya kepada Tuhan karena Dia tidak pernah kehabisan cara untuk mendampingi kita dalam perjalanan hidup, baik secara pribadi, dalam keluarga, pekerjaan, dalam Gereja dan negara.
Terik mentari tak lagi menyengat kulit. Perlahan ia merangkak ke ufuk barat, seakan mengakui kekalahannya oleh semangat para petani di Natar, Bandar Lampung yang sore itu hampir menyelesaikan kerja mereka di masa panen. Kerja mereka yang penuh semangat menunjukkan bahwa mereka memilih menjalani kehidupan dengan penuh harapan, sesulit apapun situasinya. Mereka sungguh menyadari kebaikan-Nya yang telah mereka alami selama ini, dan mereka tetap percaya akan kebaikan Tuhan meskipun saat ini produksi panen menurun. Di dalam kenangan masa lalu akan kebaikan Tuhan mereka memilih jalan harapan untuk masa depan, meskipun mereka tahu bahwa perjalanan ke masa depan tidak selalu baik-baik saja, tetapi mereka percaya Tuhan akan memberikan yang terbaik karena Dia Maha Baik, akan selalu menyertai perjalanan hidup mereka.
*Penulis adalah Rahib dan Imam, Mount Melleray Abbey – Copaquin, Co. Waterford- Irlandia