Meneladan Kesetiaan Bunda Maria untuk Berserah pada Penyelenggaraan Tuhan

Oleh BAPAK JULIUS KARDINAL DARMAATMADJA, SJ

Panggilan dasar ke keselamatan

Allah mempunyai rencana bagi hidup manusia, yaitu supaya akhirnya menyatu hidup dengan Allah. Rencana dasar ini disampaikan Allah berwujud pengarahan. Kita juga sering menyebutnya panggilan Allah. Usaha Allah untuk mengarahkan hidup manusia agar perjalanan hidupnya sesuai dengan rencana-Nya itu sering disebut dengan istilah penyelenggaraan Ilahi. Dari pihak kita manusia, kita diharapkan menanggapi kasih-Nya, setia dan taat menyerahkan diri kepada arahan Allah. Teladan bagi kita yang sangat baik adalah Bunda Maria.

Dalam diri manusia pengarahan Allah tersebut dirasakan dalam budi dan hati. Maka ada kerinduan dalam hati atau kecenderungan dasar untuk mencari Tuhan dan menaati kehendak-Nya. Bahkan dapat dikatakan bahwa Allah mengukir kerinduan tersebut dalam lubuk hati manusia. Allah tak henti-hentinya menarik dia kepada-Nya. (bdk KGK 27). Contoh yang sangat jelas adalah hidup St. Agustinus. Ia mengakui bahwa dari hidupnya yang tak beriman dan hidup mengikuti hawa nafsunya, ia merasa ditarik Allah. Dikuatkan dengan doa-doa Santa Monika ibunya, ia tunduk kepada rahmat Allah  dan bertobat menjadi Katolik, dan akhirnya menjadi Uskup di Hippo. Ia banyak menuliskan ajarannya. Sehingga ia termasuk Pujangga Gereja. Salah satu tulisannya menyinggung pentobatannya: “Ya Allah, agunglah Engkau dan patut dipuji. …Manusia yang sendiri satu bagian dari ciptaan-Mu ingin meluhurkan Dikau. Betapapun ia berdosa dan dapat mati, namun ingin memuji Dikau, karena ia adalah bagian dari ciptaan-Mu. Untuk itu Engkau menanamkan hasrat dalam kami, karena Engkau telah menciptakan kami menurut citra-Mu sendiri. Hati kami tetap tidak tenang sampai ia menemukan ketenangan di dalam Engkau.” (Conf. 1,1.1 dikutip KGK 30). St. Agustinus di sini juga menyebutkan bahwa Allah menciptakan manusia menurut citra-Nya sendiri, sehingga ia dimampukan untuk menanggapi dan menyambut cinta Allah. Dalam relasi kasih dengan Allah inilah damai di hati dirasakan. Inilah rencana dasar Allah, agar semua diselamatkan oleh Kristus.

Bagi kita, supaya kita dapat setia menyambut dan mengikuti rencana Allah seperti Bunda Maria, hendaknya kita membangun relasi kasih dengan Allah dengan lewat doa dan renungan Kitab Suci, menyucikan diri lewat Sakramen Tobat dan merayakan Ekaristi. Kita menyerahkan diri dan mengikuti dorongan rahmat-Nya untuk melakukan apapun yang baik, yang suci, yang benar dan adil. Dorongan rahmat itu sekaligus memberi kekuatan cukup bagi usaha kita untuk melaksanakan. Maria pun dari tradisi Gereja, dikenal sebagai yang rendah hati, pendoa, apalagi Maria dikandung tanpa noda dosa, sehingga ketika mendengar pewartaan malaikat bahwa ia dipanggil menjadi Ibu Allah, ia menyanggupinya, meski belum jelas semuanya. Pokoknya Maria menyerahkan diri bagi penyelenggaraan Allah. Ada iman dan harapan.

Panggilan hidup dalam Gereja

Allah merencanakan membangun kita semua yang telah dibaptis, menjadi satu Tubuh dalam Kristus. Paulus mengajarkan dengan panjang lebar bagaimana kita hendaknya menghidupi rencana atau panggilan tersebut: “Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama, demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain. (Rom 12:4-5). Karena sesama anggota tubuh, maka kita erat bersaudara.

Kepada masing-masing, Allah merencanakan tugas yang berbeda-beda. Masing-masing tugas panggilan ada rahmat atau karunianya sendiri. Paulus melanjutkan ajarannya. “Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita. Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat. Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan. Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa! Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus dan usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan! Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk! Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis! Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai! Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!  Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan! (Rom 12:6-21). Demikianlah keseluruhan panorama panggilan kita dalam Gereja menurut Paulus. Kita masing-masing dapat mencermati, ke mana arah panggilan kita, ke sana pula kita bertekun.

Kalau kita mengamati apa yang telah terjadi dalam Gereja sekarang, maka ada dua tugas panggilan dalam Gereja:

Pertama, panggilan membangun Gereja Kecil sebagai keluarga Katolik yang bersama-sama dengan keluarga-keluarga lainnya membangun Umat Allah. Rahmat khusus bagi mereka yang berkeluarga, diterima lewat Sakramen Perkawinan. Maria pun dengan sabar dan tekun menghayati hidup dalam Keluarga Kudus. Dia harus pergi ke Bethlehem untuk sensus penduduk, meski ia sedang mengandung tua. Perjalanan jauh harus ditempuh. Ketika saat melahirkan tiba, kandang hewan terpaksa menjadi tempat pilihannya, karena di penginapan tiada tempat baginya. Belum lagi mereka harus mengungsikan kanak-kanak Yesus ke Mesir, supaya tidak dibunuh oleh Herodes. Membangun keluarga sering menjumpai kesulitan yang harus dihadapi, karena tidak dapat dihindari. Rahmat Allah menyertai agar tekun dan teguh.

Dalam tugas hidup di tengah masyarakat, keluarga-keluarga Katolik perlu membuat hidup mereka, menampilkan pancaran ketakwaan kepada Allah dan kasih terhadap sesama seperti kasih Kristus kepada Gereja-Nya. Tentu tidak mudah membangun keluarga menjadi Gereja mini, di mana kasih satu sama lain dijiwai oleh kasih Kristus, sehingga mereka menjadi terang dan garam dunia. Tetapi itu panggilan yang perlu dihidupi dengan tekun dan gembira. Dari keluarga-keluarga ada yang terpanggil menjadi pelayan umat di tingkat basis, paroki atau keuskupan, untuk memperkokoh persaudaraan dan memperteguh iman. Juga kalau anggota keluarga terjun di tengah masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan politik, di mana kesejahteraan umum diperjuangkan. Ada yang terpanggil di  bidang ketertiban dan keamanan. Tetapi jangan lupa bahwa setiap karya kerasulan, ada rahmat Allah yang menyertainya. Karena setiap panggilan hidup ada rahmat-Nya. Allah kita itu baik, kekal abadi kasih setia-Nya. Inilah sebagian panorama panggilan hidup kita.

Kedua, kecuali itu, masih ada rencana Allah yang lain lagi, ada panorama lain lagi, yaitu untuk membangun Tubuh Kristus atau Gereja-Nya melengkapi dengan mereka yang dipanggil secara khusus untuk melayani umat-Nya sebagai Paus, Kardinal, Uskup, Imam dan Diakon. Masih ada pemberita Injil maupun pengajar-pengajar iman. Masih ada panggilan biarawan-biarawati, hidup bhakti dalam Institut Sekular. Panggilan khusus ini ditegaskan bahwa Yesuslah yang menentukan. Paulus menulis: “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, …..” (Ef 4:11-12). Dari panggilan para rasul sangat jelas bagaimana Yesus sendiri memilih dan memanggil mereka. Dan siapa yang dipanggil-Nya, lalu segara mengikuti Yesus. Juga Matius pegawai pajak yang sedang di kantornya. Ketika Yesus berkata:  “Ikutlah Aku.” Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia (bdk Mat 9:9). Panggilan khusus semacam ini pada umumnya disertai suatu dorongan batin yang kuat, dan mendesak. Sehingga membuat dia sadar bahwa dipanggil ke sana. Kalau tidak dituruti, membuat gelisah. Kalau dituruti menjadi damai. Sharing panggilan imam, bruder dan suster menunjukkan hal itu. Yang panggilannya sudah jelas, sudah ditahbiskan menjadi imam, atau untuk biarawan-biarawati sudah kaul kekal, kalau ada kesulitan hendaknya dihadapi dan diatasi, sambil meneladan ketabahan dan ketekunan Bunda Maria. Rahmat Tuhan mencukupi.

Panggilan Maria dalam Gereja

Supaya gambarannya penuh, tentu di sini perlu ditambahkan panggilan Maria, yang kita teladan. Maria direncanakan  sebagai Ibu Tuhan kita Yesus Kristus. Panggilan ini satu-satunya. Tak ada yang  menyamai. Ini panggilan khusus Maria, dalam rangka melayani karya penyelamatan Putra-Nya serta Gereja-Nya. Panggilan Maria yang sangat istimewa ini sudah direncanakan Allah saat Adam dan Hawa jatuh dalam dosa. Karena ingin menyelamatkan rencana dasar penyelamatan manusia, Allah telah memutuskan agar ada seorang perempuan, yang keturunannya akan mengalahkan  setan. (bdk Kej 3:15). Kita sekarang sudah tahu bahwa yang dimaksud dengan perempuan itu adalah Maria. Panggilan Maria untuk menjadi Ibu Allah Putra yang diutus Bapa menjelma menjadi Manusia, dan akan mengalahkan setan dan dosa dengan sengsara dan wafat-Nya di salib.

Panggilan Maria merupakan rencara Allah yang pelik, karena harus membuat Maria pantas menjadi ibu Allah. Allah membuat Maria dikandung tanpa noda dosa dan rahmat ini terkait dengan hasil penebusan kelak oleh Yesus Puteranya. Gereja mengajarkan:  “Karena Maria dipilih menjadi bunda Penebus, ‘maka ia dianugerahi karunia-karunia yang layak untuk tugas yang sekian luhur’ (LG 56). Waktu pewartaan, malaikat menyampaikan salam ‘penuh rahmat’ (Luk 1:28). Supaya dapat memberikan persetujuan imannya kepada pewartaan panggilannya, ia harus dipenuhi seluruhnya oleh rahmat Allah.” (KGK 490). Kecuali itu “dalam perkembangan sejarah, Gereja menjadi sadar bahwa Maria ‘dipenuhi rahmat’ oleh Allah (Luk 1:28), sudah ditebus sejak ia dikandung. Dan itu diakui oleh dogma ‘Maria Dikandung Tanpa Noda Dosa’ , yang diumumkan pada tahun 1854 oleh Paus Pius IX. Pestanya dirayakan pada setiap tanggal 8 Desember. Maria telah  mendapat rahmat istimewa dari Allah ini, supaya layak menjadi Ibu Yesus, Ibu  Allah Putera. Tetapi Maria masih harus menyatakan sikapnya. Maria menjawab ‘Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.’ (Luk 1:28)” (KGK 491). Inilah sikap dasar Maria dalam menanggapi panggilan Allah. Meski yang jelas baru hal ini, yaitu ia akan mengandung anak yang istimewa, oleh kuasa Roh Kudus. Selanjutnya bagaimana ia serahkan kepada penyelenggaraan Ilahi. Bagaimana nanti Yosef tunangannya, saat tahu bahwa Maria telah mengandung, dan lain-lain. Sikap ini pantas kita teladani. Taat dalam iman dan harapan. Meski Maria penuh rahmat, tidak berarti tidak ada kesulitan dan penderitaan hidup. Sudah disampaikan sebelumnya bagaimana dalam keadaan mengandung tua harus mengadakan perjalanan yang jauh. Bagaimana Maria harus melahirkan Putranya di kandang hewan dan harus melarikan diri ke Mesir. Bagaimana Yesus hilang dan ditemukan di Kenisah Yerusalem. Semua yang terjadi direnungkan dalam hati. Yang terakhir adalah penderitaan batin yang sangat berat ketika mengikuti Jalan Salib Puteranya dan mendampingi Putranya yang tergantung di salib dengan tetap berdiri di bawah salib. Ternyata yang dulu tidak jelas, sekarang pun tidak jelas. Harus ada iman dan harapan. Baru setelah kebangkitan Yesus, apalagi setelah dicerahkan oleh Roh Kudus bersama para rasul, barulah segalanya jelas. Jelas bahwa Putranya, Yesus adalah Allah Putra yang diutus Bapa menjadi manusia, dilahirkan oleh dirinya, akan mengajar dan akhirnya sengsara dan wafat untuk menebus dosa manusia. Lalu bangkit dan naik ke Surga. Sebagai ibu Gereja, Maria bersama para rasul dn para murid berdoa bersama menunggu kedatangan Roh Kudus.

Kesimpulan

Supaya kita dapat setia kepada kehendak Allah, kepada rencana-Nya untuk membangun seluruh Umat Allah menjadi satu Tubuh Kristus dan kita adalah anggotanya yang beraneka ragam tugas hidupnya dan supaya setia menyerahkan diri kepada bimbingan Allah dalam penyenggaraan Ilahinya, maka:

Pertama, perlu memahami konkretnya panggilan hidup kita. Lihatlah panorama panggilan Allah secara umum dan dalam Gereja, di tengah masyarakat, seperti telah diutarakan sebelumnya. Panggilan hidup kita ada di sana.

Kedua, perlu membangun relasi kasih yang mendalam dengan Allah yang memiliki rencana untuk kita, dan relasi kasih dengan sesama. Perlu pula serius mengejar kesempurnaan hidup, membersihkan diri dengan Sakramen Tobat dan meningkatkan kasih lewat Sakramen Ekaristi.

Ketiga, perlu membuat diri peka dalam  mendengarkan hati nurani, dan siap selalu menaatinya. Ketaatan terhadap suara hati nurani ini sangat menentukan perilaku kita. Karena lewat hati nurani atau suara hati, Allah berkenan membimbing manusia dari dalam batinnya. Dalam hati nuraninya inilah orang dapat mendengarkan dan merasakan panggilan dasarnya untuk hidup baik, bersaudara, saling membantu, jujur dan adil. Dalam hati nurani ini pula ditemukan tata nilai. Kepentingan Allah dan kehendak-Nya harus didahulukan dari kepentingan diri sendiri. Gereja Katolik mengajarkan: ”Di lubuk hati nuraninya, manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya dari dirinya sendiri, tetapi harus ditaatinya. Suara hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik dan untuk menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu suara hati itu menggemakan dalam lubuk hatinya: jauhkanlah ini, elakkanlah itu. Sebab dalam hatinya manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum itu, … Hati nurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya; di situ ia seorang diri bersama Allah, yang sapaan-Nya menggema dalam hatinya.” (GS 16, bdk. KGK 1776-1777). Orang yang selalu hidup mengikuti hati nuraninya, ia akan merasakan damai. Kalau suara hatinya dilanggar, biasanya orang menjadi resah, kehilangan rasa damainya. Ini yang juga menyebabkan St. Agustinus hatinya resah sebelum bertobat, dan menjadi damai ketika sudah bertobat dan dibaptis.

Keempat, kerap berdoa kepada Roh Kudus yang bersemayam dalam hati, agar menerangi budi kita dan meneguhkan hati kita, agar setia melaksanakan kehendak Allah yang dirasakan dalam hati kita.

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

1 Comment

  1. 1. Meneladan Kesetian Bunda Maria Untuk Berserah Pada Penyerahan Tuhan
    Maria adalah teladan iman bagi umat Allah, ia adalah sosok perempuan iman. Sebagai teladan iman sosok Maria menjadi inspirasi bagi gereja katolik untuk perutusan sebagai umat Allah yang masih berziarah di dunia. Panggilan hidup dalam gereja sering di artikan dengan mereka yang menanggapinya, berdasarkan keputusannya yang di buat karena kebaikan semata-mata ia telah menciptakan manusia dengan kehendak bebas supaya manusia itu dapat mengambil bagian dalam kehidupan yang bahagia. Dalam tugas hidup di masyarakat keluarga katolik perlu membuat hidup mereka menampilkan pancaran ketakwaan kepada Allah dan kasih terhadap seesama seperti kasih Kristus sendiri. Supaya kita dapat setia kepeda kehendak Allah, kepada rencananya untuk membangun seluruh umat Allah satu dalam kristus dan kita adalah anggotanya yang beraneka ragam tugas hidupnya dan supaya setia menyerahkan diri kepada bimbingan Allah dalam penyelenggaran ilahinya.

    2. Menghubungkan Gerakan Moral Keagamaan Dengan Gerakan Sosial Masyarakat
    tercermin pada gerakan pelembagaan ekonomi, keadaan itu tidak akan mengacu pada pembentukan nilai dan norma ekonomis, ini berarti bahwa ekonomi masyarakat dalam kehidupan selalu mengalami perubahan-perubahan baik perubahan yang di alami maupun yang di rancang oleh masyarakat itu sendiri. Manusia adalah makhluk yang di muliakan Allah di atas makhluk yang lain, manusia di belakali potensi, kekuatan fisik dan kemampuan berfikir. Dalam kehidupan sosial di tuntut untuk bertanggung jawab mempunyaai refisi sepanjang masa karena manusia tidak bisa lepas dari nafsu dan berbagai kecenderungan negatifnya.Manusia sangat mempunyaai peran serta dalam pembangunan, di samping itu fasilitas pemandu baik orang perorangan maupun lembaga yang berperan sebagai motivatoir, fasilitator untuk memunculkan dan peran serta atau swadaya masyarakat, sebab pada dasarnya strategi pendekatan ini intinya usaha penyadaran masyarakat agar dapat mengembangkan sumber daya yang ada pada diri mereka,lingkungan dan alam sekitar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *