Berdoa dan bekerja (ora et labora) adalah kewajiban kristiani. Demikian tandas Pastor Yulius Malli, Pr dalam webinar Pukatnas bertema Spiritualitas Kerja, 1 Agustus 2023.
“Sebagai umat Kristiani hal itu sudah menjadi kewajiban kita,” kata pastor Yulius. Menurutnya, bekerja sebagai kewajiban juga terdapat dalam Kitab Suci. “Rasul Paulus mengatakan barangsiapa tidak bekerja, janganlah dia makan,” katanya. Kitab Suci, menurutnya, mengajak kita untuk melawan kemalasan dan memberi nasihat hidup secara produktif. “Bahkan kita ini adalah manusia yang sebenarnya lahir untuk bekerja, lahir untuk berkarya,” katanya. Pada tingkat primer pekerjaan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan fisik yaitu sandang, pangan dan papan.
Menurutnya, pekerjaan adalah sarana yang diberikan Allah untuk memenuhi kebutuhan kita. “Dari sisi iman sendiri kita diajak untuk berdoa, kita diajak juga untuk bekerja,” kata imam kelahiran Mamasa, 20 Juli 1973 itu.
Dari sisi spiritualitas, menurut Pastor Yulius, berdoa dan bekerja bukan dua hal yang terpisah. Ora et labora bukan sebuah keterpisahan tetapi adalah sebuah kesatuan.
“Pemahaman saya berbicara tentang spiritualitas bekerja tidak berbicara tentang berdoa dulu atau bekerja dulu atau bekerja dulu baru berdoa,” katanya. Namun, itu menyatukan keduanya. “Kerjaku adalah doaku dan kerjaku ku hadirkan di dalam doaku,” kata Ekonom Keuskupan Makasar itu.
“Jadi bekerja dan berdoa atau ibadah pada awalnya tampak berseberangan, kita bekerja di kantor dan kita lalu kita beribadah di gereja. Waktu bahkan tempat memisahkan. Namun kalau kita baca Kitab Suci, kita akan menemukan sesuatu yang mengejutkan, bahwa ibadah atau berdoa tidak hanya di bait Allah, tetapi juga di padang pasir, di bukit zaitun, di tempat tidur, di depan gerbang. Intinya di mana-mana kita bisa beribadah. Dan di dalam pekerjaan pun kita bisa beribadah. Itulah menurut saya tentang spiritualitas kerja,” terangnya. Jadi, sambungnya, pekerjaan adalah ibadah dan selanjutnya pekerjaan itu dihadirkan dan disyukuri dalam ibadah.
Ia pun menjelaskan istilah spiritualitas diambil dari kata spirit dalam bahasa Ibrani dan Yunani. Spirit artinya kalau bahasa Ibrani “ruah” atau Yunani dengan “pneuma” yang arti sebenarnya adalah angin atau nafas,” katanya.
Menurutnya, ketika Allah menciptakan manusia, Allah menghembusi manusia dengan nafas. “Nafas itulah yang membuat kita hidup. Ketika Yesus bangkit menampakkan diri-Nya kepada para rasul dan murid-muridnya, Yesus menghembusi mereka dan berkata, “Terimalah Roh Kudus!” Sejak saat itu mereka dijiwai oleh semangat Kristus untuk mewartakan Injil kemana-mana,” tutur Moderator Pukat Keuskupan Agung Makasar itu.
Spiritualitas Kristiani
Spiritualitas Kristiani, menurutnya, berkaitan dengan seluruh pribadi manusia, tidak hanya jiwa, tidak hanya raga, tetapi pikiran, perasaan, emosi, niat, harapan, kekhawatiran, maupun impian. “Jadi, spiritualitas kristiani menyangkut seluruh hidup kita, memanggil kita untuk menghayati hidup kita ini secara berlimpah. Jadi, spiritualitas itu menyangkut seluruh aspek kehidupan,” jelasnya.
Hal itu, menurutnya, sama dengan kita menerima Tubuh Kristus. “Tidak kita hanya menerima Tubuhnya Yesus tetapi seluruh kehidupan Yesus adalah kita terima, pikiran-Nya, jiwa-Nya, perasaan-Nya dan sebagainya. Itu adalah kita terima pada saat kita komuni. Jadi itu mewakili seluruh Diri,” katanya.
Spiritualitas pekerjaan
Pastor Julius pun bercerita tentang spiritualitas kerja dari kisah Nabi Daud yang ditulis pakar kepemimpinan, John C. Maxwell, dalam buku yang berjudul “Life@ Work”. “Di dalam bukunya itu, dia mencoba mengangkat, merenungkan dan mencari pesan dari apa yang terjadi pada Raja Daud. Dan dari refleksinya tentang Raja Daud dari Perjanjian Lama itu, John C. Maxwell itu mengatakan bahwa ada prinsip yang telah dilakukan oleh Daud sehingga pekerjaannya itu dalam arti tertentu mempunyai spiritualitas,” katanya.
Ada 4 prinsip yang ditemukan dari Raja Daud yaitu, panggilan, pelayanan, bakat/ketrampilan dan karakter.
Daud menjadi raja
Tentang Daud menjadi raja tertulis dalam Mazmur 78:70-72, “Dipilih-Nya Daud, hamba-Nya, diambil-Nya dia dari antara kandang-kandang kambing domba; dari tempat domba-domba yang menyusui didatangkannya dia, untuk menggembalakan Yakub, umat-Nya, dan Israel, milik-Nya sendiri. Ia menggembalakan mereka dengan ketulusan hatinya, dan menuntun mereka dengan kecakapan tangannya”.
“Jadi dari Mazmur 78 ini ada 4 dimensi yang dikatakan oleh John C. Maxwell tadi itu yaitu dipilihnya Daud itu adalah panggilan. Menggembalakan itu adalah penggembalaan. Ketulusan hati itu adalah karakter. Kecakapan tangannya itu adalah bakat atau keterampilan,” tuturnya.
Ia menjelaskan, Daud akhirnya terpilih menjadi raja menggantikan Saul. Semua saudara-saudaranya ditampilkan. Tetapi tidak ada yang dikehendaki Tuhan. Daudlah yang dipanggil dan dipilih. “Maka, ada ungkapan “manusia melihat dengan penampilan tetapi Tuhan melihat dengan hati”,” katanya.
Bagi Pastor Julius ini adalah panggilan. “Jadi panggilan itu adalah undangan pribadi Allah bagi kita untuk bekerja sesuai dengan rencana-Nya dengan menggunakan bakat yang telah diberikan kepada kita,” kata Pastor Julius.
Menurutnya, kita dipanggil untuk melaksanakan pekerjaan dari Tuhan sendiri. “Tentunya menjadi sebuah refleksi adalah bagaimana kita mengetahui bahwa pekerjaan yang kita pilih dan kita jalani itu merupakan sebuah panggilan dari Allah,” imbuhnya.
Ciri panggilan
Ciri panggilan sebagaimana dikisahkan dalam Kitab Suci,menurutnya, selalu berhubungan dengan Allah. “Panggilan itu adalah pernyataan dari tujuan besar yang direncanakan oleh Allah . Dan dalam dunia yang bersifat sementara, panggilan itu mengaitkan kita dengan keabadian, dengan kekekalan. Jadi panggilan itu selalu berasal dari Tuhan, pernyataan dari Tuhan, tetapi panggilan itu dihubungkan dengan sesuatu yang mempunyai nilai yang abadi. Panggilan itu tidak hanya panggilan untuk melaksanakan sesuatu tugas di dunia ini, pekerjaan di dunia ini. Tetapi pekerjaan yang dilaksanakan itu mempunyai dimensi atau mempunyai hubungan dengan kekekalan. Mempunyai hubungan dengan keabadian,” ungkapnya.
Ia pun memberi contoh Nabi Yeremia yang ditetapkan Allah menjadi nabi bagi bangsa-bangsa sejak dalam rahim. Allah berkata kepada Yeremia, “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu.. Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.” (Yeremia 1:5). “Menarik kalau kita lihat bagaimana Allah memanggil Yeremia. Dia masih muda. Dia tidak pandai bicara. Bahkan dia menolak ketika dipanggil oleh Allah. Tetapi Allah mengatakan kepada Yeremia, “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bangsa-bangsa”,” kata Pastor Julius.
Maka, lanjut Pastor Julius, panggilan dari Tuhan itu tidak dia tolak karena panggilan itu berasal dari Allah sendiri untuk mengerjakan pekerjaan yang bahkan sudah ditentukan oleh Allah sejak dia di dalam rahim ibunya. Jadi, Allah memiliki sebuah pekerjaan yang harus dilakukan oleh Yeremia.
Pastor Julius pun menunjukkan bahwa dalam Kitab Suci ada beberapa tokoh yang dipanggil Tuhan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan khusus. Beberapa di antaranya adalah Musa yang mengantar umat Israel keluar dari Mesir, dari perbudakan Mesir ke Tanah Terjanji. Yesaya memberikan nubuat tentang datangnya sang Mesias. Yohanes Pembaptis, penghubung Perjanjian Lama-Perjanjian Baru. Elia untuk menyatakan nabi benar dan nabi palsu. Stefanus Martir yang pertama. Paulus sebagai rasul yang mewartakan Injil dan juga menulis surat-suratnya.
“Jadi dalam Kitab Suci juga kita melihat ada panggilan-panggilan yang diberikan secara khusus kepada orang-orang yang dikehendaki oleh Tuhan. Dalam Kitab Suci banyak ayat tentang panggilan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan. Dan pekerjaan itu tidak ada hubungannya dengan pekerjaan penuh di tempat ibadah, bait Allah, sinagoga atau Gereja,” tegasnya.
Jadi, menurutnya, panggilan itu bukan hanya pergi melayani penuh di gereja, tetapi melaksanakan pekerjaan yang dikehendaki Allah itu juga adalah panggilan. “Panggilan Allah dapat berwujud dalam hidup seseorang entah itu memotong berlian, menggali selokan, membangun jalan, merawat orang sakit, bermain musik, menggembalakan, mengatur kerajaan dan sebagainya, itu juga adalah panggilan
kalau kita menyadari bahwa itu adalah ambil bagian di dalam pekerjaan Tuhan,” jelasnya.
Ia pun menukil pernyataan Mother Teresa “Panggilan kita yang utama adalah menjalin hubungan kita dengan Tuhan”. “Kita tahu Mother Teresa itu selalu merayaan ekaristi setiap pagi,” katanya.
Namun, sambungnya, hubungan kita dengan Tuhan diikuti dengan panggilan kedua, yaitu karya yang Dia ciptakan untuk kita lakukan, yang muncul dari rasa cinta kepada-Nya.
“Jadi panggilan itu, menurut Mother Teresa, adalah bagaimana kita menjalin hubungan dengan Tuhan. Yang kedua, adalah bagaimana bekerja di dalam pekerjaan yang Dia sudah ciptakan, dan ketika kita bekerja untuk pekerjaannya itu merupakan ungkapan terima kasih, rasa cinta kita kepada-Nya. Maka bekerja itu adalah memberikan spirit, memberikan semangat karena bekerja bukan hanya melaksanakan pekerjaan, tetapi merupakan ungkapan rasa cinta kepada Tuhan yang telah menciptakan,” tandasnya.
Panggilan Daud
Menurut Pastor Julius, Allah memanggil Daud di dalam pekerjaan-Nya. “Tugas dan pekerjaan Daud adalah melaksanakan tugas-tugas Ilahi. Daud mengetahui untuk apa dia diciptakan dan mengetahui Siapa yang menciptakannya. Maka ketika dia mengalahkan Goliath, dia tahu bahwa alat bantu yang dia gunakan itu berasal dari Allah. Kita tahu bahwa ketika Daud mengalahkan Goliath dengan menggunakan batu itu dan akhirnya Israel menang dalam pertempuran itu, Daud tahu bahwa itu alat yang digunakan untuk itu adalah alat yang berasal dari Allah. Jadi Daud tahu untuk apa dia bekerja dan dia tahu bahwa Siapa yang menciptakan dia,” katanya.
Maka, lanjutnya, panggilan adalah sebuah gambaran dari gerakan linear. “Gerakannya itu mengarah pada tujuan yang jelas, gerakannya itu ke atas. Jadi, kalau digambarkan itu prosesnya linear begini dan naik ke atas, itu menuju ke Tuhan,” katanya.
Tujuan panggilan
Menurutnya, Allah bekerja berdasarkan rencana besar walaupun Dia tidak selalu mengatakan rencana-Nya kepada kita. “Secara khusus, Allah memasukkan kita masing-masing di dalam pekerjaan yang lebih besar dari seluruh rencana-Nya. Jadi Allah itu mempunyai sebuah pekerjaan yang besar dan kadang-kadang Dia tidak selalu mengatakan rencana besarnya itu dan kita dimasukkan bagian di dalam pekerjaan kita untuk melaksanakan sebuah proyek atau kerja besar dari Allah itu,” tuturnya. Rasul Paulus menyatakan, “Kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya (Ef 1:11).
Nah, apa yang terjadi ketika kita bekerja di dalam pekerjaan-pekerjaan besar Allah? Menurut Pastor Julius, kita bekerja seirama dengan pekerjaan Allah, kita bekerja di dalam pekerjaan Allah. “Yang kita temukan Itu adalah sebuah makna. Makna adalah sesuatu yang kita nikmati. Jika saya hidup bersama dengan panggilan benar saya, saya akan mengalami perasaan luar biasa tentang makna pekerjaan saya, yang hanya dapat diberikan oleh Allah. Makna adalah ketenangan dan kebahagiaan karena menyadari bahwa pekerjaan saya seirama dengan rencana Allah. Jadi salah satu cara melihat bagaimana menghayati itu adalah apakah di dalam pekerjaan yang dilakukan itu saya menemukan makna? Saya mendapatkan kebahagiaan? Saya mendapatkan sukacita? Sukacita karena apa? Karena pekerjaanku seirama atau ikut di dalam arus pekerjaan dari Tuhan. Dan makna itu, dan sukacita itu, kebahagiaan itu, bukan berasal dari keberhasilan kita melaksanakan pekerjaan-pekerjaan itu, tetapi makna itu berasal dari Tuhan Sendiri. Itulah sukacita, itulah kebahagiaan di dalam bekerja. Jadi, selalu mengatakan manusia merencanakan langkahnya, tetapi Allah menunjukkan jalannya,” kata Pastor Julius.
Pelayanan
Kitab Mazmur menggambarkan Daud sebagai hamba pelayan Allah (Mzm 78:70). “Ketika Daud pergi bekerja, ia melihatnya sebagai pelayanan. Ia melayani ayahnya di kebun keluarga. Ia melayani domba-domba, merawat serta melindungi di alam bebas. Ia melayani bangsanya dan menjaga dan melindungi mereka dari ancaman musuh. Ia melayani kerajaannya, memerintah sebagai raja dengan penuh iman. Jadi, Raja Daud melaksanakan pekerjaannya itu bukan hanya pekerjaan. Meskipun pekerjaannya itu kecil dia selalu melihat itu sebagai sebuah pelayanan. Dia melayani domba-domba. Dia melayani orang tuanya. Dia melayani umatnya. Dia melayani masyarakatnya ketika dia bertindak menjadi seorang raja,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Pastor Julius membedakan antara karier dengan pelayanan. “Kalau kata karier itu berasal dari kata Prancis kuno artinya kereta dorong atau lingkaran. Jadi karir merupakan gambaran tentang seseorang yang mendorong kereta berputar-putar. Nah gambaran karir dengan begitu berarti menjadi kehidupan yang membosankan. Itu kalau karir. Tetapi kalau pelayanan itu gerakannya linear menuju ke atas sehingga selalu memberikan semangat dan mengalami makna di dalam pekerjaan dan pelayanannya itu,” katanya.
Menurut Pastor Julianus, pelayanan merupakan inti dari hidup Kristiani. “Inti dan dasar dari pelayanan adalah suatu seni atau tindakan yang berfokus pada kepentingan orang lain. Jadi, kita lihat bahwa melayani itu merupakan inti dari kehidupan Kristiani,” katanya.
Menurutnya, pelayanan itu selalu terarah keluar, terarah kepada orang lain dan tidak berfokus kepada diri. “Dengan demikian pekerjaan adalah sebuah tempat untuk melayani orang lain. Siapapun dapat kita layani. Pelayanan tidak memandang kedudukan, gelar, otoritas. Pelayanan bukanlah status fungsional, kekuasaan ataupun tempat. Pelayanan berarti memahami orang lain sebagai manusia dan bukan hanya mesin kerja manusia,” katanya.
Maka, sambungnya, dengan inspirasi dari Robert Greenleaf dalam bukunya “On Becaming A Servant Leader”, ia menyampaikan pertanyaan refleksi untuk mengukur pelayanan kita. “Kita harus selalu bertanya kepada diri kita, apakah mereka yang kita layani menjadi manusia yang semakin bertumbuh? Apakah mereka yang selama ini menerima pelayanan kita menjadi lebih sehat, lebih
bijaksana, lebih mandiri? Pelayanan yang sejati selalu membuat orang lain itu bertumbuh,” katanya.
Pelayanan, baginya, selalu tertuju kepada orang lain dan membuat orang lain itu semakin bertumbuh dan semakin berkembang. “Maka ada ungkapan yang demikian, “Ada orang yang hebat yang mampu membuat semua orang merasa kecil, tetapi orang yang benar-benar hebat adalah orang yang membuat orang lain merasa hebat,”” katanya.
Ia kembali menegaskan, pelayanan membuat orang lain bertumbuh dan berkembang. “Maka pertanyaan tadi bisa menjadi refleksi apakah di dalam pekerjaan membuat orang lain itu semakin bertumbuh semakin berkembang?” lontarnya.
Untuk melihat hal itu, menurutnya, kita bisa merenungkan kisah tentang orang Samaria yang baik hati. “Jadi orang Samaria ini bisa menjadi sebuah refleksi, bisa menjadi sebuah renungan tentang bagaimana kita itu menumbuhkan pelayanan dengan membangun suatu kepedulian kepada orang lain seperti yang kita dapat baca di dalam Kitab Suci perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hat,” kata Pastor Julius.
Dalam kesempatan itu, Pastor Julius pun menyampaikan pertanyaan reflektif. “Tentang spiritualitas yaitu panggilan dan pelayanan, apakah saya meyakini bahwa pekerjaanku saat ini merupakan panggilan dari Tuhan? Apakah pekerjaan yang saya lakukan sudah merupakan pelayanan? Apakah pelayananku membuat orang lain itu semakin bertumbuh? Jadi mungkin nanti itu bisa menjadi sharing bagi kita di dalam profesi, di dalam pekerjaan yang telah kita alami dan kita jalani bersama, dan kita pilih apakah kita melihat bahwa pekerjaan yang saya lakukan itu adalah sebuah pekerjaan dari Tuhan? Apakah pekerjaan itu adalah sebuah panggilan dari Tuhan? Dan apakah di dalam pekerjaan itu saya melaksanakan, saya mengalami pelayanan? Ketika hal itu kita alami dalam hidup kita baik itu panggilan maupun pelayanan, maka di situ ada spiritualitas, menemukan Tuhan, menghadirkan Tuhan di dalam kehidupan kita,” kata Pastor Julianus.
Ketrampilan Daud
Selain memiliki semangat akan panggilan dan pelayanan, Daud, menurut Pastor Julianus, juga memiliki keterampilan atau kecakapan yang memadai. “Daud menuntun mereka dengan kecakapannya. Daud terampil dalam pekerjaannya. Ia seorang pemimpin yang cakap. Dia seorang prajurit yang tangguh. Tetapi dia juga seorang musisi. Ia adalah gembala yang setia menggembalakan domba-dombanya. Dia menggunakan bakat yang dimilikinya,” katanya.
Daud, lanjutnya, menyadari bahwa Tuhan memberikan kepada dia karunia dan bakat-bakat. Dia menggunakan bakat-bakatnya itu untuk melayani. “Goliath menggunakan kebengisannya untuk membantai bangsa lain, tetapi Daud menggunakan bakatnya untuk membangun bangsanya. Jadi, bakat adalah karunia yang Allah berikan bagi kita dan apa yang Anda lakukan dengan bakat Anda adalah persembahan yang Anda berikan kepada-Nya,” katanya.
Rasul Paulus, lanjutnya, mengatakan, setiap orang diberi oleh Tuhan karunia-karunia atau talenta-talenta. Karunia dan talenta itu dipergunakan untuk pembangunan tubuh Kristus. “Jadi bakat itu, keterampilan itu karunia dari Allah dan ketika dipergunakan dengan sungguh-sungguh maka itu merupakan sebuah persembahan yang akhirnya diberikan kepada Allah sendiri. Jadi Allah adalah sempurna. Dengan kesempurnaan itu ia menciptakan alam semesta. Ia menciptakan segala makhluk hidup sesuai dengan pola dan karakternya. Makhluk hidup adalah bentuk kesempurnaan dan diciptakan oleh Allah untuk dapat bekerja sama dengan sempurna. Manusia merupakan rupa dan gambar dari Allah yang tidak dimiliki oleh ciptaan yang lain,” katanya.
Menurutnya, pekerjaan kita menjadi ibadah ketika kita bersedia mengisinya dengan memberikan milik kita yang terbaik hari demi hari dan demi kebaikan sesama. “Dalam hal ini kita bisa berpola pada Yesus Kristus sendiri, teladan dan contoh tentang fakta, dan keterampilan terwujud di dalam kehidupan Yesus,” katanya.
Pastor Yulius menambahkan, Lukas mencatat ketika Yesus tumbuh dewasa, Dia dikenal karena kebijaksanaan dan kemampuan-Nya. Dia dikenal karena unggul pada masa usia muda-Nya. Dia telah memiliki reputasi. Injil Matius 13:5 dan Markus 6:3, menjelaskan tentang Yesus dengan kata Yunani, tekton, terjemahan dalam bahasa Indonesia adalah tukang kayu. Tekton berarti seseorang yang memahami sesuatu secara lengkap dan mampu mengubah pengetahuan itu menjadi penciptaan yang sempurna dan mempesona. Yesus juga memiliki kesempurnaan dalam pelayanan-Nya. “Dia menyembuhkan penyakit yang tidak dapat disembuhkan oleh orang lain. Dia persuasif, mendominasi diskusi dengan orang Farisi dan ahli Taurat. Dia tidak mudah ditipu. Dia cepat bertindak . Dia membuat mereka yang berusaha menjebak-Nya dan menyulitkan-Nya menjadi terdiam,” katanya.
Yesus menggunakan semua itu untuk mewartakan Kerajaan Allah. “Bahkan ketika Dia berhadapan dengan ahli Taurat dan orang-orang Farisi, kecerdasan dan juga keutamaan-keutamaan itu terlihat di dalam diri Yesus. Yesus adalah komunikator yang sempurna. Dia mampu menarik perhatian ribuan orang yang berkumpul. Yesus mampu mengubah sekelompok nelayan menjadi para pemimpin yang membangun salah satu kerajaan terbesar di dunia ini. Itulah kekristenan. Nah di mana Yesus memiliki semua ini? Apakah Dia Orang perfeksionis? Apakah Dia ingin menunjukkan kekuasaan-Nya? Yesus melakukannya yang terbaik karena ada satu alasan bagi-Nya, semua terkait dengan relasi spiritual-Nya dengan Allah,” katanya.
Dalam salah satu kesempatan, Ia bersabda, “Barang siapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam Dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak berbuat apa-apa”.(Yohanes 15:5).
“Dia melaksanakan apa yang dikehendaki oleh Bapa-Nya. Dia melaksanakan pekerjaan yang diberikan oleh Bapa-Nya sehingga Yesus menyampaikan juga untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh Yesus Kristus dan kita tidak akan berbuah banyak kalau kita terpisah dari Sang Pokok itu,” katanya.
Dari inspirasi ayat tersebu, Romo Yulianus mengatakan, panggilan kehidupan Kristiani adalah panggilan untuk berbuah. Namun, kita tidak akan berbuah kalau kita terlepas dari Sang Pokoknya, yaitulah Yesus Kristus.
“Dalam kehidupan kita, di dalam pekerjaan kita, (kita) selalu melihatnya sebagai bagian dari pekerjaan yang Allah berikan kepada kita. Di dalam pekerjaan yang kita laksanakan, kita melihat bahwa kita ambil bagian dalam pekerjaan Tuhan. Dan ketika kita ambil bagian dalam itu, kita juga mensyukuri atas apa yang telah diberikan kepada kita,” katanya.
Yesus melakukan pekerjaan Bapa-Nya secara tuntas. Di akhir hidup-Nya Yesus berdoa, “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.” (Yoh 17:14). “Jadi, Yesus menyampaikan bahwa ketika Yesus sebelum kematian-Nya, Dia mengatakan bahwa Dia telah melaksanakan pekerjaan yang diberikan Bapa kepada-Nya,” pungkasnya.