Pengalaman Perjumpaan yang Transformatif

Berikut ini adalah homili Bapak Ignatius Kardinal Suharyo dalam perayaan ekaristi Single Mom Katolik, di Gereja Katedral Jakarta, disiarkan melalui kanal YouTube HIDUPtv, 1 Juni 2023.

 Para ibu yang terkasih bersama-sama dengan komunitas YANA, You are Not Alone, kita ingin merayakan kebaikan Tuhan bersama dengan komunitas kita masing-masing dan tentu saja dengan pribadi kita masing-masing.

Kebaikan Tuhan begitu besar, antara lain kita rasakan pada hari ini, Tuhan menyelenggarakan. Saya tidak mengatakan kebetulan bahwa bacaan

ekaristi harian, bacaan pertama dapat memberikan arah kepada kita untuk menjalani hidup kita ke depan dengan penuh kegembiraan, dengan penuh sukacita.

Kalimatnya berbunyi begini, kalimat pertama: “Karya Tuhan hendak kukenangkan, dan apa yang telah kulihat hendak kukisahkan.”  Ini bacaan hari ini. Tidak dipilih oleh tim liturgi. Apa yang tadi saya katakan penyelenggaraan Tuhan, pada hari ini pula komunitas YANA akan memulai suatu, apa namanya ini ya, buku kecil dengan judul dalam bahasa Inggris “Goodness of God” (Kebaikan Tuhan), dan anak judulnya adalah “Menemukan dan Merayakan Kebaikan Tuhan Setiap Hari”.

Sementara kitab Putra Sirakh mengatakan, “Karya Tuhan hendak kukenangkan, dan apa yang telah kulihat hendak kukisahkan.”  Masih ada judul paling bawah, “Suatu jurnal syukur untuk ibu-ibu Katolik, orang tua Single Mom Katolik”.

Sebetulnya saya tidak usah melanjutkan khotbah saya karena sudah cukup. Silahkan menghafalkan kalimat yang pertama tadi dan nanti mengikuti apa yang akan ditulis setiap kali di dalam buku kecil ini. Saya yakin itu jauh lebih baik daripada homili saya seperti apapun yang saya siapkan.

Tetapi baiklah, saya berbagi renungan sedikit. Ketika saya merenungkan kalimat pertama dari kitab Putra Sirakh ini karya Tuhan, kebaikan Tuhan hendak kukenangkan dan apa yang telah kulihat hendak kukisahkan. Saya ingat, saya pernah melihat suatu gambar.  Gambarnya adalah dua pasang tapak kaki. Dua pasang tapak kaki berdampingan itu artinya dua orang berjalan bersama-sama.

Pada suatu saat tapak kaki yang dua itu tinggal satu, seorang diri berjalan. Gambarnya hanya seperti itu. Yang penuh pesan adalah kata-kata yang mengiringi gambar itu. Kata-katanya begini, “Tuhan, ketika aku berada di dalam keadaan baik-baik saja, engkau berjalan selalu bersama-sama dengan aku. Dua pasang tapak kaki orang yang berbicara dan Tuhan berjalan bersama-sama. Tetapi, ketika aku berada di dalam keadaan sulit, mengapa engkau membiarkan aku berjalan sendirian? Dua pasang tapak kakinya hilang, tinggal satu. Seorang yang merasa ditinggalkan berjalan sendirian oleh Tuhan ketika berada di dalam keadaan sulit.

Lalu Tuhan menjawab, “Nak, tidakkah kamu merasa bahwa ketika engkau berada di dalam kesulitan, saya menggendong kamu, sehingga tapak kakinya tinggal sepasang.”  Itu pula saya rasa yang akan menjadi dasar dari usaha para Single Mom Katolik Komunitas YANA untuk selalu menemukan kebaikan Tuhan setiap hari. Dan ketika kebaikan Tuhan itu tidak disimpan sendiri, tetapi ditulis di dalam buku ini, maka kalimat kedua dari Putra Sirakh akan menjadi kenyataan, “dan apa yang telah kulihat hendak kukisahkan”.  Jadi kesimpulan homilinya, “Bagus, lanjutkan!” Lalu, selesai.

Masih satu hal yang kecil lagi. Pertanyaannya adalah, “Apakah tandanya ketika kita sungguh-sungguh merasa disertai oleh Tuhan seperti seorang yang berjalan merasa sendirian tetapi sebetulnya sedang digendong oleh Tuhan? Kisah Bartimeus di dalam Injil yang tadi kita dengarkan, dapat menjadi salah satu jawabannya. Memang secara sederhana kita bisa menangkap kisah itu, “Oh, Bartimeus disembuhkan!” Ini mukjizat. Mukjizat fisik, orang buta disembuhkan. Lalu kita bisa mohon juga, semoga mukjizat-mukjizat Tuhan terjadi di dalam hidup kita. Tentu tidak salah memahami kisah itu dengan cara seperti itu. Tetapi ada sesuatu yang menarik, karena apa? Karena kalimat terakhir di dalam kisah tadi dan itulah yang paling penting, kesimpulannya adalah “pada saat itu juga melihatlah ia”, belum selesai di situ, dilanjutkan, “lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya”. Itulah hal yang paling penting. Mengalami mukjizat seperti Bartimeus bukan sekadar mengalami mukjizat kesembuhan fisik yang tadinya tidak melihat, menjadi melihat.

Moga-moga, saya tidak berbelit-belit, tapi ingin saya tunjukkan, ada suatu proses seperti kisah seseorang, seperti novel, seperti film, itu biasanya di depan tidak bagus, lalu akhirnya bagus. Kisah ini bisa kita baca dengan cara seperti itu. Saya tunjukkan, “duduklah di pinggir jalan seorang pengemis yang buta”. Jadi keadaannya adalah Bartimeus itu buta, satu. Tapi tidak hanya itu. Yang kedua, duduk. Dan yang ketiga, di pinggir jalan. Ada tiga hal itu. Buta, duduk, di pinggir jalan.

Itu ketika kisahnya mulai. Ketika kisahnya selesai, ceritanya menjadi lain. Bartimeus itu melihat, lawannya dari buta. Lalu dalam perjalanannya mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya tadi di pinggir jalan.  Artinya tersingkir. Pada akhirnya, dia tidak di pinggir jalan lagi, tetapi dalam perjalanan Yesus, dua. Dan yang ketiga, ia tidak duduk lagi. Ia berdiri karena dia mengikuti Yesus. Masa mengikuti Yesus dengan duduk kan tidak bisa. Maka, dia dikatakan oleh penginjil, “Murid-murid itu berkata kuatkanlah hatimu, berdirilah!” Dia tidak duduk lagi, dia berdiri dan mengikuti Yesus. Itulah transformasi, perubahan, pembaharuan hidup, yang adalah mukjizat, dialami bukan hanya mukjizat fisik, tetapi mukjizat yang utuh. Kapan mukjizat itu dialami oleh Bartimeus? Jawabannya, ketika ia berjumpa dengan Yesus.

Ada sesuatu hal yang mungkin jarang diperhatikan. Di sini ada disebut tiga sebutan Yesus. Yang pertama, Yesus. Dikatakan begini, “Ketika didengarnya bahwa yang lewat itu Yesus Orang Nazaret”. Yesus. Yesus Orang Nazaret untuk membedakan Yesus yang datangnya dari “Bantul” mungkin ya? Karena nama Yesus itu sangat lazim pada waktu itu. Yesus itu artinya selamat. Selamet. Nama banyak sekali dipakai. Tetapi kemudian, langkah berikutnya, orang buta itu tidak lagi berkata Yesus Orang Nazaret, ndak, tetapi ditambah Yesus Anak Daud. Jadi bukan nama sembarangan kalau sudah ditambah dengan nama Daud, Anak Daud. Ini adalah pengakuan Bartimeus bahwa Yesus itu bukan orang sembarangan, tetapi adalah Anak Daud yang mempunyai “kuasa ilahi”.

Akhirnya, Dia tidak disebut lagi dengan gelar yang megah itu, Yesus Anak Daud. Daud itu raja. Jauh jaraknya berkuasa. Terakhir, ketika Yesus bertanya, ”Apa yang kau kehendaki kuperbuat bagimu? “Orang buta itu menjawab bukan lagi pakai Yesus Anak Daud, nggak, tetapi Rabuni. Itu artinya Guruku. Lain ya, kalau mengatakan “guru” dan “guruku”? Ada akhiran “-ku”, Rabuni, “i”, itu di dalam bahasa sana, artinya “ku”. Kita lihat hubungan Bartimeus dengan Yesus itu bertumbuh dengan sangat bagus. Mula-mula, Yesus hanya disebut sebagai Yesus Orang Nazaret. Tetapi kemudian pengalamannya akan Yesus bertumbuh, oh, Yesus Ini Anak Daud, punya kuasa, pilihan Allah. Tetapi Yang jauh, Yang berkuasa, Yang hebat itu, tidak menjauhkan Yesus dari dirinya. Maka, dia merasakan itu dan dia berani mengatakan “Yesus adalah Guruku”, Rabuni, yang agung bagiku. Menjadi sangat pribadi. Pengalaman itulah yang mentransformasi, yang membaharui hidup Bartimeus.

Maka, saya juga yakin kalau Ibu-ibu sekalian, seperti kata Putra Sirakh, berani mengatakan dan melakukan “karya Tuhan hendak kukenangkan”, seperti Bartimeus mengalami karya Tuhan dan apa yang telah kulihat hendak kukisahkan.

Pengalaman itu tidak hanya terjadi dialami oleh Bartimeus. Orang banyak yang menyertai Yesus juga mengalami hal yang sama. Saya tunjukkan. “Ketika didengarnya bahwa Yesus itu lewat, mulailah berseru dan kemudian banyak orang menegurnya. Orang banyak yang ada di dalam kisah ini nggak suka sama Bartimeus, mengganggu. Tetapi kemudian Yesus berintervensi, campur tangan. Kepada mereka yang kata-katanya tidak simpatik itu Yesus mengatakan, “Panggillah dia!” Apa yang terjadi kemudian? Transformasi lagi, karena orang banyak itu kemudian memanggil si buta dan mengatakan begini, “Kawan, kuatkanlah hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau!” Kelompok orang banyak yang tidak simpatik, yang tidak suka Bartimeus berteriak-teriak ketika disapa oleh Yesus, berubahlah kata-kata mereka. Tidak lagi menegur, tidak lagi menyalahkan, tetapi mengatakan dengan kata-kata yang sangat meneguhkan, “Kuatkanlah hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau!”

Moga-moga, perjumpaan kita di dalam komunitas kita masing-masing, di dalam perjumpaan entah komunitas apa, lingkungankah, Gerejakah, wilayah atau apapun menjadi kesempatan bagi kita untuk saling meneguhkan, seperti yang dilakukan oleh orang banyak itu. Tetapi kita tidak mungkin terus menyampaikan kata-kata yang meneguhkan kalau kita sendiri belum disapa oleh Yesus.

Moga-moga, komunitas kita masing-masing menjadi tempat di mana Tuhan kita biarkan menyapa kita masing-masing, menyapa komunitas-komunitas kita. Dan moga-moga dengan demikian, hidup kita dalam keadaan apapun seperti dikatakan dalam buku kecil ini, sampulnya, isinya belum ada karena masih harus diisi, “Menemukan dan Merayakan Kebaikan Tuhan Setiap Hari”. Tuhan memberkati!

 

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *