Oleh BAPAK JULIUS KARDINAL DARMAATMADJA, SJ
Pelaku pendidikan
a. Seorang ibu
Mengapa seorang ibu? Karena di usia dini, anak kecil hubungannya sangat erat dengan ibunya, sejak lahir disusui ibunya. Ibu adalah segalanya, tumpuan hidup dan harapannya. Kalau ibu ada di dekatnya, hatinya damai, merasa aman. Gembira dan bermain-main. Ia menanyakan apa-apa saja kepadanya. Ia ingin mendapat keterangan dari apa saja yang ia tidak tahu, sehingga ibu sering kewalahan juga bagaimana harus menerangkan bagi anaknya. Ini yang namanya anak menaruh kepercayaan kepada ibunya. Maka ia sangat terbuka untuk menerima penjelasan, pendidikan, pangarahan dari ibunya. Maka sangat suburlah apa-apa yang ditanamkan ibu pada anaknya. Umpama soal doa pagi dan malam. Doa sebelum dan setelah makan. Mengenai adanya Allah, mengenai Bunda Maria dan St. Yosef, mengenai kanak-kanak Yesus, dan lain-lain. Hal-hal itu dapat disampaikan sewaktu-waktu sepanjang hari, terlebih menjelang tidur malam. Karena anak sangat terbuka budi dan hatinya terhadap ibunya, biasanya tak akan dilupakan, apa yang disampaikan ibunya.
Demikian pula cukup besar pengaruh ayah, kalau nanti makin bertambah umurnya. Dalam situasi yang demikian, mengingat sudah banyaknya kerusakan lingkungan hidup dan kita sudah merasakan akibatnya: seperti pemanasan bumi, krisis iklim dan cuaca pancaroba, banjir, tanah longsor, maka pentinglah merawat lingkungan hidup dalam kehidupan kita, dan pendidikan mengenai lingkungan hidup perlu disampaikan kepada anak-anak di usia dini, ditambahkan untuk melengkapi pendidikan iman dan moralnya.
Mulai saja dengan pengalaman hidup sehari-hari, bahwa orang perlu makan dan minum, dari mana asalnya air, beras dan sayuran. Kalau mungkin, setelah agak besar diajak ke sawah yang ada sayurannya, tanaman padi yang masih muda dan nanti setelah panen. Dapat mulai diceritakan bahwa semua ini diciptakan Allah yang Mahakuasa, untuk kita manusia. Bumi dan tanah, gunung dan lautan juga ciptaan-Nya. Matahari, bulan dan bintang juga ciptaan Allah.
Apakah semua ibu mampu? Kalau tidak semua mampu, kiranya kebanyakan mampu, karena tidak harus secara ilmiah menjelaskannya, cukup dengan pemahaman sederhana yang ada, dan disampaikan saat anak bertanya sesuatu. Tetapi masalah yang kerap ada adalah: tidak ada waktu, karena ibu juga bekerja dan ada di luar rumah. Tetapi baiklah saat-saat ada di rumah dapat dilakukan sedikit demi sedikit. Karena bagaimanapun anak membutuhkan kedekatan ibunya. Ini sekaligus sebagai pengingat akan tugasnya sebagai orang tua, mewariskan iman, moral, dan sekarang ditambah dengan masalah lingkungan hidup. Memang kendala yang paling besar kalau merasa tidak perlu, dengan harapan nanti di sekolah akan mendapat pelajaran. Tetapi masalahnya, pada umur dini, keterbukaan kepada ibu, membuat apa yang disampaikan tertanam dalam hati, dan tidak dilupakan. Masalah lainnya adalah kurang peduli terhadap masalah lingkungan hidup, tidak ada minat dan niat. Untuk mereka ini kita doakan semoga ada pertobatan ekologis secara pribadi.
b. Pendamping Sekolah Minggu
Pendidikan lingkungan hidup juga sebaiknya diadakan di Sekolah Minggu. Syukur kalau pastor dan dewan paroki mendampingi dan memberikan pengarahan kepada para Pendamping Sekolah Minggu. Sebagai alat peraga dapat disediakan sepetak tanah, yang dapat dikelola oleh Pendamping Sekolah Minggu, biar ditanami macam-macam sayuran, bunga, lombok, dan lain-lain. Makin banyak ragam, makin baik, sehingga jumlah satu macam dibatasi, dan mementingkan banyaknya ragam. Ini dapat menjadi alat peraga bagi yang mengajar. Pelajaran iman dapat diintegrasikan dengan pendidikan lingkungan hidup, terlebih dalam uraian mengenai Allah Pencipta. Bahkan Allah menciptakan alam semesta terlebih dahulu, supaya bumi menjadi rumah bersama bagi semua makhluk ciptaannya.
c. Guru sekolah PAUD dan TK
Justru di sinilah, di pendidikan anak usia dini, sebelum masuk SD, dapat diberikan pendidikan lingkungan hidup. PAUD adalah jenjang pendidikan non formal, di samping TK yang merupakan jenjang pendidikan formal dan merupakan syarat sebelum masuk SD. Tentu pendidikan lingkungan hidup dapat dilakukan lewat nyanyian dan permainan, seperti layaknya PAUD dan TK. Semoga guru-guru PAUD dan TK yang kreatif dapat menciptakan lagu sederhana dengan kata-kata sederhana, yang dapat mendekatkan anak dengan Tuhan dan dengan yang konkret ada di lingkungan PAUD dan TK. Umpama masalah kebersihan, pemakaian air dengan hemat, kerapian, dapat dilengkapi dengan kebergaman ciptaan Tuhan yang begitu kaya. Di situ dapat ditumbuhkan perasaan: bumi adalah rumah kita bersama, sehingga tumbuh sayang akan tanah, akan tumbuh-tumbuhan dan hewan. Sayang akan matahari yang memberi sinar bersama bulan dan bintang di langit di malam hari. Nyanyian “Srengenge Nyunar”, yang dibawakan oleh Djaduk Ferianto di kanal YouTube, pantas diunduh dan dijadikan nyanyian di PAUD dan TK. Juga ada yang berbahasa Indonesia.
d. Guru SD kelas 1-6
Di sini kepala sekolah dapat menentukan jenjang Pendidikan Lingkungan, dan diharapkan kalau selesai SD sudah memiliki tidak hanya kesadaran, melainkan juga memiliki hati terhadap lingkungan, sehingga sudah berbelarasa. Sehingga di rumah dan di mana pun, dia melaksanakan apa yang sudah ia pelajari di sekolah. Umpama melaksanakan apa yang disebut gerakan pilah sampah, sebagai kelanjutan usaha minim sampah. Sampah dikumpulkan dan dibawa ke tempat pengolahan dan pemrosesan akhir. Seminggu sekali mengajak teman-teman kerja bakti membersihkan selokan-selokan di depan rumah dari sampah yang dibuang orang, dan di pekarangan rumah dibuat biopori unutk peresapan air, dan tempat yang kosong ditanami perdu.
Sikap penting yang ditanamkan
Pendidikan lingkungan hidup memang tidak hanya menyampaikan pemahaman, pengetahuan, ketrampilan secara sederhana, tetapi juga membina sikap hidup. Apa yang perlu ditumbuhkan? Tentu syukur kepada Allah Pencipta, yang telah menyediakan bumi, bagian dari angkasa raya ini sebagai rumah bersama bagi kita manusia, hewan, unggas di udara, tumbuh-tumbuhan, ikan di sungai, danau atau laut. Juga makhluk hidup yang sangat kecil di tanah, seperti cacing, yang menjadikan tanah subur. Syukur kepada Allah, berakibat:
- Sayang kepada bumi. Karena sangat menyayangi bumi rumah kita bersama itu, kita akan menjaganya jangan sampai rusak. Tanah pun membutuhkan air. Dan kala musim kering pantas kalau kita beri air supaya lembab. Di pekarangan perlu kita buat beberapa biopori, lubang untuk peresapan air di waktu musim hujan. Kalau sayang pada bumi, kita menjaga agar sampah plastik yang tidak dapat busuk itu perlu didaur ulang. Kita jaga agar selokan-selokan air dapat mengalir dengan baik, kita bersihkan dari sampahnya.
- Sayang pada udara. Sayang pada udara, syukur pada Allah, membuat kita sayang akan udara segar yang dapat kita hirup bersama. Di kota-kota besar udara banyak tercemar oleh asap kendaraan bermotor. Bagaimana kita dapat mengurangi naik motor, lalu naik bus umum? Lama kelamaan kita akan beralih ke kendaraan listrik. Sebenarnya yang sesak napas tidak hanya orang, tetapi juga makhluk hidup yang lain.
- Sayang air. Juga syukur kepada Allah bahwa ada air untuk kita minum, membuat kita sayang air. Kecuali untuk diminum, air juga untuk mandi dan mencuci pakaian. Air juga menyuburkan tanah, menyuburkan tanaman padi, sayuran, buah-buahan yang kita makan. Juga penting untuk ternak, ayam, kambing, kerbau, sapi, kuda dan lain-lainnya.
- Sayang ternak. Berbeda dengan udara dan air, mereka itu disebut sebagai makhluk hidup. Mereka berlari-lari ke sana kemari. Ayam berkeliaran di kebun. Kambing, domba, kerbau, sapi dan kuda, biasanya dikandangkan. Mereka juga menunjukkan bahwa mengenali yang punya, apalagi yang kerap memberikan makanan. Mereka mandiri.
- Sayang tumbuh-tumbuhan. Mereka ini juga makhluk hidup. Buahnya ada bijinya, kalau ditanam akan berkembang menjadi pohon, kemudian juga berbuah. Kalau punya pohon di rumah, hendaknya dirawat. Diberi kompos, supaya subur. Anak-anak dapat mencoba menanam di pot, untuk memperhatikan pertumbuhannya pelan-pelan. Daya hidupnya dari Allah yang menciptakannya.
- Kalau sayang, pasti akan berubah cara memanfaatkan ciptaan Allah yang menjadi kebutuhan hidup kita. Kita tidak akan semena-mena, serakah memanfaatkannya, tetapi juga perlu menjaga kelestariannya. Tidak mencari ikan dengan menangkap semua ukuran: besar dan kecil, dengan bahan peledak, umpamanya. Pertama, manusia yang dikaruniai budi, kecerdasan pikiran dan hati yang dapat mengasihi, melebihi makhluk apapun lainnya, harus menjaga kesejahteraan bersama semua makhluk ciptaan Allah yang ada di bumi. Kita semua sama-sama seciptaan Allah. Tidak hanya menjaga lestarinya saja. Syukur malah dapat mengembangkannya untuk generasi mendatang. Untuk mereka yang hidup di lingkungan petani, kalau ada tanah kosong, tanah tersebut mesti ditanami. Kalau menebang satu pohon, harus ganti menanam tiga pohon. Kalau ada pohon buah-buahan sudah tua, langsung menanam pohon yang baru beberapa, untuk menggantinya. Kalau memelihara ayam, telur-telur pertama ditetaskan dulu, baru setelah itu memanfaatkan telurnya untuk dimakan sendiri atau dijual. Sehingga kalau kita memanfaatkan sesuatu, menyiapkan dulu penggantinya, supaya dengan demikian kalau kita memanfaatkan, itu tidak berarti menghabiskan. Tentu untuk mereka yang hidup di kota besar, hidup di apartemen, mereka bisa mengelola pot-pot untuk ditanami.
Kedua, bersaudara dengan semua orang di seluruh dunia. Kita sama-sama seciptaan Tuhan. Tidak hanya saudara antar anggota keluarga, melainkan saudara sampai antar suku, antar bangsa. Meski berbeda warna kulit, mereka sama-sama saudara. Sehingga yang diperjuangkan adalah kesejahteraan bersama, dan tak mengizinkan ada satu pun yang tertinggal kelaparan. Pandemi Covid 19 telah memberikan pelajaran: No one is safe, until every one is. Tak ada seorang pun yang aman, sampai setiap orang sudah aman. Semangat persaudaraan berdasarkan kemanusiaan, dapat kita terjemahkan dengan sederhana: yang kuat membantu yang lemah, yang pandai membantu yang bodoh siapapun mereka. Yang kaya membantu yang miskin, yang berlebih dalam hal tertentu membantu yang berkekurangan dalam hal tersebut. Tetapi ini tidak dimaksudkan bahwa kita membantu orang lain, kalau diri kita sudah memiliki lebih. Kita diharapkan membantu orang lain dari kekurangan kita. Kalau memberi menunggu kita merasa kecukupan, maka tak pernah kita akan membantu orang lain.
Yang terakhir dalam masalah lingkungan hidup, sikap solider sangat perlu: masalahmu juga masalahku. Masalahku masalahmu, masalah kita karena masalah lingkungan hidup adalah masalah publik, adalah tanggung-jawab kita semua. Yang kerap terjadi justru masalah publik, adalah bukan tanggungjawab siapa-siapa, karena yang bertanggungjawab adalah negara.
Penutup
Meskipun yang harus disampaikan sangat terbatas, karena yang dibina masih berusia dini, namun para pendidiknya layak memiliki pengetahuan yang memadai disertai iman yang mendalam. Supaya saat mendidik anak-anak, ada semangat yang menggebu-gebu. Ada cinta terhadap bumi seisinya. Ada rasa tidak rela, ada belarasa bahwa bumi rumah kita bersama dirusak. Ini sangat berpengaruh terhadap anak didik. Beberapa hal berikut ini kiranya perlu disampaikan:
Penyebab kerusakan lingkungan hidup oleh kita manusia, secara singkat adalah sebagai berikut:
Pertama, kerakusan, keserakahan manusia dalam memanfaatkan alam dengan segala potensinya menyebabkan lambat atau tak dapat sama sekali memulihkan diri secara alami. Dan itu dapat merusak keadaan asli yang menjadi tempat hidup bagi banyak sekali jenis makhluk hidup.
Kedua, polusi udara dari asap pabrik industri dan asap kendaraan bermotor yang mengeluarkan CO2. Juga timbunan sampah, adanya limbah pabrik, dan gas yang berbahaya. Sampah yang dibuang ke laut dapat membunuh hewan kecil yang ada di sana.
Ketiga, pembakaran bahan bakar fosil, seperti batubara dan lainnya. Seperti kita tahu, minyak bumi dan batu bara menopang sebagian besar kebutuhan energi di dunia. Padahal, keduanya adalah bahan bakar fosil yang pembakarannya mengeluarkan gas rumah kaca seperti CO2 dan gas lainnya di atmosfer. Gas rumah kaca yang dihasilkan akan membentuk efek rumah kaca dan membuat panas terperangkap di atmosfer. Hal inilah yang membuat suhu bumi naik. Saat itu, terumbu karang akan mati, es kutub mencair, hewan kehilangan tempat di mana mereka dapat hidup. Tak hanya itu, permukaan air laut juga akan meninggi yang menyebabkan daratan tenggelam sehingga manusia kekurangan daratan untuk tinggal.
Keempat, penggundulan hutan dan penebangan pohon besar-besaran. Hutan, pohon besar dan bakau itu paru-paru bumi, yang membersihkan gas rumah kaca. Maka penebangan hutan, pohon besar dan bakau sangat merugikan, karena kekuatan alami pembersihan udara berkurang.
Pembekalan iman
Pertama, Kitab Suci berpesan bahwa Allah menciptakan dunia ini (Kej. 1:1); bahwa Allah mencintai dunia dan Dia berkenan atasnya (Kej. 1: 4, 10, 12, 18, 21, 25, 31); dan bahwa pria dan wanita diciptakan menurut citra Allah sendiri dan dianugerahi tugas sebagai penjaga dan pemelihara ciptaan Tuhan (Kej. 1: 27-28). Allah menciptakan dunia kita, mencintai kehidupan dan ingin berbagi hidup dengan setiap makhluk ciptaan. Keakraban Allah dengan makhluk ciptaan-Nya dikukuhkan dalam satu perjanjian yang diadakan antara Allah dan Nabi Nuh sesudah air bah. Inilah tantangan hidup kita demi utuhnya ciptaan Allah (Kej. 9: 12). Manusia pantas mengelola dunia dan segala daya dukungnya sesuai dengan maksud penciptaan.
Kedua, iman kita mengajarkan bahwa Kristus adalah pusat sejarah manusia dan penciptaan. Semua sumber kekayaan alam semesta yang menyertai kehidupan manusia di bumi berpusat pada Kristus (Ef. 1: 9-10; Kol. 1: 16-17). Perusakan terus-menerus terhadap alam ciptaan, terutama penghancuran serta pembasmian bentuk-bentuk kehidupan, merusak gambaran Kristus yang terlukis pada penciptaan. Santo Yohanes berpesan bahwa Yesus melihat misi perutusan-Nya dalam terang ini: “Aku datang supaya mereka memperoleh kehidupan dan memperolehnya dalam kelimpahan” (Yoh. 10: 10).
Ketiga, kondisi yang memprihatinkan. Alam semesta dan manusia diciptakan oleh Allah dengan kasih-Nya, sehingga manusia harus menyadari kesatuannya dengan alam. Itu sebabnya manusia harus memperlakukan alam sebagai sesama ciptaan dan membangun relasi yang baik dengannya. Bumi sendiri merupakan rumah bagi manusia dan seluruh makhluk yang lain. Hal ini mengharuskan manusia melihat lingkungan hidup sebagai tempat kediaman dan sumber kehidupan. Oleh karena itu, sejak awal Allah menciptakan langit dan bumi serta isinya baik adanya (Kej 1: 1-30) dan Allah mempercayakan alam kepada manusia untuk diusahakan dan dipelihara (Kej 2: 15).
Alam semesta bukanlah objek yang dapat dieksploitasi sesuka hati, tetapi merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sumber daya alam yang diciptakan Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia di bumi ini diperuntukkan bagi siapa saja tanpa memandang suku, agama dan status sosial. Sumber daya itu akan cukup apabila dikelola secara bertanggung jawab, baik untuk kebutuhan generasi saat ini maupun generasi yang akan datang. Oleh karena itu, alam harus diperlakukan dengan adil, dikelola dan digarap dengan penuh rasa hormat dan tanggung jawab.