Membangun Pertobatan Ekologis di Masa Prapaskah

Oleh BAPAK JULIUS KARDINAL DARMAATMADJA, SJ

Masa prapaskah

Masa Prapaskah adalah masa pertobatan rohani, pertobatan hati, agar lepas dari kuasa dosa dan kungkungan nafsu serta kecenderungan yang tak teratur. Perjuangan untuk itu perlu disertai permohonan rahmat Allah Roh Kudus sambil melatih diri seperti olahragawan (bdk 1Kor 9:24-27), untuk menguasai diri. Semoga Roh Kudus mengaruniakan keutamaan hidup atau buah Roh (bdk. Gal 5:22-25), yang membuat kita mampu menguasai diri dan setia. Dengan demikian kasih kita kepada Allah semakin besar, sehingga kita semakin terpaut dengan Kristus, dan dalam Kristus terpaut dengan Allah Tritunggal, bagaikan ranting yang menyatu-hidup dengan pokoknya. Kita tinggal dalam Allah dan Allah tinggal dalam diri kita (bdk. Yoh 15:1-5). Kesatuan hidup dengan Allah semacam ini membuat St. Paulus menulis: “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.” (Fil 2:13). Kemauan, niat untuk berbuat sesuatu yang menggerakkan adalah Allah. Demikian pula pelaksanaan dari perbuatannya juga didukung oleh Allah. Sehingga layaklah bahwa Paulus mengatakan: “…aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” (Gal 2:20).

Pertobatan rohani semacam ini kita teguhkan dengan pantang dan puasa, selama masa Parapaskah. Hanya dengan pembaruan dan pertobatan hidup semacam ini, maka segala kegiatan dan keterlibatan dalam Gereja dan maysarakat memiliki arti sebagai persembahan hidup kita kepada Allah, layaknya orang yang sudah menjadi anak-anak Allah lewat sakramen baptis. Sehingga kegiatan kita yang lahiriah memiliki nilai rohani, karena disemangati oleh kasih, dan kita buat demi Allah dan untuk kemuliaan-Nya, sesuai dengan nasihat St. Paulus: “Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita” (Kol 3:17). Maka meski pertobatan masa Papaskah dimulai dengan pertobatan hati dan pertobatan rohani sejauh memperbarui relasi kasih kita dengan Allah, namun akhirnya menyangkut pertobatan sekitar apa yang kita perbuat, sebagai buah dari pertobatan rohani kita. Umpama untuk Prapaskah tahun ini, kita juga ingin mengusahakan terlaksananya pertobatan ekologis. Usaha kita, kita lakukan demi kemuliaan Tuhan dan untuk Tuhan.

Situasi ekologis

Untuk pertobatan ekologis, kita perlu mengetahui keadaannya. Dari salah satu sumber, yaitu fimela.com, kita disuguhi 12 masalah lingkungan hidup terbesar tahun 2022, dan akan disingkat secukupnya. Yang penting agar dapat menggerakkan hati kita untuk terlibat pada pertobatan ekologis. Gambaran situasi ekologis adalah sebagai berikut: (Lihat: https://www.fimela.com/lifestyle/read/4945631/hari-bumi-ketahui-10-masalah-lingkungan-terbesar-tahun-2022).

  1. Pemanasan global dari bahan bakar fosil

Kenaikan suhu global adalah 1,1 derajat celcius dibandingkan dengan suhu pada zaman pra-industri. Peningkatan emisi gas rumah kaca telah menyebabkan suhu meningkat, yang sangat memengaruhi cuaca. Amerika Serikat dan Australia mengalami beberapa kebakaran hutan dahsyat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Gelombang panas di Antartika menaikkan suhu di atas 20 derajat untuk pertama kalinya. Lapisan es di Greenland mencair pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. China mengalami banjir terburuk. Tiga belas persen kematian di UE terkait dengan berbagai bentuk polusi. Populasi satwa liar telah mengalami penurunan rata-rata 68% sejak 1970. Ini hanyalah sebagian kecil dari kejadian ekologis.

Namun, sebuah penelitian menemukan bahwa bahkan jika semua emisi gas rumah kaca dihentikan pada tahun 2020, pemanasan global hanya akan berhenti sekitar tahun 2033. Sangat penting bagi kita untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

  1. Tatakelola ekonomi

Semua kegiatan yang merusak lingkungan hidup, harus dikenai denda. Denda ini untuk membiayai pemulihan kerusakan lingkungan hidup. Sudah diusulkan bertahun-tahun tetapi pelaksanaannya sangat kurang. Pajak karbon nasional saat ini diterapkan di 27 negara di seluruh dunia.

  1. Sampah makanan

Sepertiga dari makanan yang dimaksudkan untuk konsumsi manusia, sekitar 1,3 miliar ton terbuang. Ini cukup untuk memberi makan bagi 3 miliar orang. Limbah dan kerugian makanan menyumbang 4,4 gigaton emisi gas rumah kaca setiap tahun.

Pemborosan dan kehilangan makanan terjadi  di negara berkembang 40%, pada saat pasca panen dan pengolahan, sedangkan di negara maju, 40% sisa makanan terjadi di tingkat ritel dan konsumen. Alasan mengapa dibuang, biasanya karena dianggap tidak layak disajikan. Di Amerika Serikat, lebih dari 50% dari semua produk yang dibuang dilakukan karena dianggap “terlalu jelek” untuk dijual kepada konsumen – ini berjumlah sekitar 60 juta ton buah dan sayuran.

  1. Kehilangan keanekaragaman hayati

Selama 50 tahun terakhir umat manusia telah lebih banyak menggunakan sumber daya bumi daripada yang dapat secara alami dipulihkan. Populasi mamalia, ikan, burung, reptil, dan amfibi telah mengalami penurunan rata-rata 68% antara tahun 1970 dan 2016.

  1. Polusi plastik

Sebuah laporan oleh jurnal sains, Nature, menyebutkan bahwa saat ini, sekitar 11 juta ton plastik masuk ke lautan setiap tahun, merusak habitat satwa liar dan hewan yang hidup di dalamnya. Penelitian menemukan bahwa jika tidak ada tindakan yang diambil, krisis plastik akan tumbuh menjadi 29 juta metrik ton per tahun pada tahun 2040. Jika kita memasukkan mikroplastik ke dalam ini, jumlah kumulatif plastik di lautan bisa mencapai 600 juta ton pada tahun 2040. Yang mengejutkan, National Geography menemukan bahwa 91% dari semua plastik yang pernah dibuat tidak didaur ulang.

  1. Penggundulan hutan

Setiap menit, hutan seluas 20 lapangan sepak bola ditebang.  Pada tahun 2030, planet ini mungkin hanya memiliki 10% hutannya;  jika deforestasi tidak dihentikan, semuanya bisa hilang dalam waktu kurang dari 100 tahun. Tiga negara yang mengalami tingkat deforestasi tertinggi adalah Brasil, Republik Demokratik Kongo dan Indonesia, namun Indonesia sedang menangani deforestasi.

  1. Polusi udara

Salah satu masalah lingkungan terbesar saat ini adalah polusi udara di luar. Penelitian dari WHO menunjukkan bahwa diperkirakan 4,2 hingga 7 juta orang meninggal karena polusi udara di seluruh dunia setiap tahun dan bahwa sembilan dari 10 orang menghirup udara yang mengandung polutan tingkat tinggi.  Setelah pandemi Covid-19, perhatian diberikan pada peran gas polusi udara dalam mengangkut molekul virus.  Studi awal telah mengidentifikasi korelasi positif antara kematian terkait Covid-19 dan polusi udara dan ada juga hubungan yang masuk akal dari partikel di udara yang membantu penyebaran virus.

  1. Kenaikan permukaan laut

Krisis iklim memanaskan Arktik lebih dari dua kali lebih cepat dari tempat lain di planet ini.  Laut sekarang naik rata-rata 3,2 mm per tahun secara global, dan diperkirakan akan naik menjadi total 0,2 hingga 2m pada tahun 2100.

  1. Pengasaman air laut

Kenaikan suhu global tidak hanya memengaruhi permukaan, tetapi juga merupakan penyebab utama pengasaman laut.  Pengasaman laut dapat memiliki efek di seluruh ekosistem dan spesies laut, jaring makanannya, dan memicu perubahan kualitas habitat. Begitu tingkat pH terlalu rendah, organisme laut seperti tiram, cangkang dan kerangkanya bisa mulai larut.  Beberapa ilmuwan memperkirakan terumbu karang berisiko sepenuhnya terhapus pada tahun 2050.

  1. Pertanian

Penelitian telah menunjukkan bahwa sistem pangan global bertanggung jawab atas sepertiga dari semua emisi gas rumah kaca yang disebabkan manusia, di mana 30% berasal dari peternakan dan perikanan. Produksi tanaman melepaskan gas rumah kaca seperti dinitrogen oksida melalui penggunaan pupuk.

Enam puluh persen dari area pertanian dunia didedikasikan untuk peternakan sapi, meskipun hanya 24% dari konsumsi daging global.

Pertanian tidak hanya mencakup sejumlah besar lahan, tetapi juga mengkonsumsi sejumlah besar air tawar. Sementara tanah yang subur dan padang penggembalaan menutupi sepertiga dari permukaan tanah Bumi, mereka mengkonsumsi tiga perempat dari sumber daya air tawar dunia yang terbatas.

Para ilmuwan dan pemerhati lingkungan terus menerus memperingatkan bahwa kita perlu memikirkan kembali sistem pangan kita saat ini; beralih ke pola makan nabati yang lebih banyak akan mengurangi jejak karbon industri pertanian konvensional secara dramatis.

  1. Meningkatnya kerawanan air dan pangan

Meningkatnya suhu dan praktik pertanian yang tidak berkelanjutan telah mengakibatkan meningkatnya ancaman kerawanan air dan pangan. Salah satu masalah lingkungan terbesar saat ini.

Secara global, lebih dari 68 miliar ton lapisan tanah atas terkikis setiap tahun dengan kecepatan 100 kali lebih cepat daripada yang dapat diisi ulang (diperbaiki) secara alami. Dipenuhi dengan biosida dan pupuk, tanah berakhir di saluran air yang mencemari air minum dan kawasan lindung di hilir.

Selain itu, tanah yang terbuka dan tidak bernyawa lebih rentan terhadap erosi angin dan air karena kurangnya sistem akar dan miselium yang menyatukannya. Kontributor utama erosi tanah adalah pengolahan tanah yang berlebihan: meskipun meningkatkan produktivitas dalam jangka pendek dengan mencampurkan nutrisi permukaan (misalnya pupuk), pengolahan tanah secara fisik merusak struktur tanah dan dalam jangka panjang menyebabkan pemadatan tanah, kehilangan tanah subur.

Dengan populasi global yang diperkirakan akan mencapai 9 miliar orang pada pertengahan abad, Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) memproyeksikan bahwa permintaan pangan global dapat meningkat 70% pada tahun 2050. Di seluruh dunia, lebih dari 820 juta orang tidak cukup makan.

Dalam hal keamanan air, hanya 3% dari air dunia adalah air tawar, dan dua pertiganya tersimpan di gletser beku atau tidak tersedia untuk kita gunakan.

Akibatnya, sekitar 1,1 miliar orang di seluruh dunia kekurangan akses ke air, dan total 2,7 miliar orang mengalami kelangkaan air setidaknya selama satu bulan dalam setahun. Pada tahun 2025, dua pertiga populasi dunia mungkin menghadapi kekurangan air.

  1. Fast Fashion dan limbah tekstil

Permintaan global untuk mode dan pakaian telah meningkat pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya sehingga industri mode sekarang menyumbang 10% dari emisi karbon global, menjadi salah satu masalah lingkungan terbesar di zaman kita. Fashion saja menghasilkan lebih banyak emisi gas rumah kaca daripada gabungan sektor penerbangan dan pelayaran, dan hampir 20% dari air limbah global, atau sekitar 93 miliar meter kubik dari pewarnaan tekstil, menurut Program Lingkungan PBB.

Terlebih lagi, dunia setidaknya menghasilkan sekitar 92 juta ton limbah tekstil setiap tahun dan jumlah itu diperkirakan akan melonjak hingga 134 juta ton per tahun pada tahun 2030.

Limbah pakaian dan tekstil yang dibuang berakhir di tempat pembuangan sampah, yang sebagian besar adalah non biodegradable, sedangkan mikroplastik dari bahan pakaian seperti poliester, nilon, poliamida, akrilik dan bahan sintetis lainnya, terbawa ke dalam tanah dan sumber air terdekat. Sejumlah besar tekstil pakaian juga dibuang di negara-negara kurang berkembang seperti yang terlihat di Atacama Chili, gurun terkering di dunia, di mana setidaknya 39.000 ton limbah tekstil dari negara lain dibiarkan membusuk di sana.

Tanggapan kita

Setelah mendapat masukan dan merenung mengenai ancaman kerusakan alam dan pemanasan bumi yang sedang berlangsung, kita semua, seyogyanya masing-masing, mempelajari apa yang dapat dibuat dan menentukan apa yang saya pilih untuk saya lakukan secara pribadi sebagai wujud pertobatan pada masa Prapaskah ini. Dalam pertemuan APP, kita dapat menentukan kita mau berbuat apa sebagai kegiatan pertobatan bersama-sama di setiap lingkungan atau wilayah. Tak perlu menunggu orang lain akan berbuat apa. Sebagai contoh untuk memperkaya kemungkinan pilihan kita, berikut ini disampaikan beberapa contoh yang sudah dipikirkan dan dibuat orang lain yang peduli lingkungan. (lihat: https//dlh.semarangkota.go.id/5-cara-menanggulangi-dampak-kerusakan-lingkungan/)

Berikut ini beberapa cara yang dapat dilaksanakan:

  1. Menerapkan prinsip 4 R

Apa saja 4R itu? Reduce, Reuse, Recycle dan juga Replant. Prinsip ini berguna untuk menaggulangi adanya bencana banjir yang sering terjadi.

Reduce,  yaitu mengurangi pemakaian barang yang tidak berguna. Reuse yaitu memakai ulang barang yang masih bisa digunakan. Recycle yaitu mendaur ulang barang ataupun sampah untuk menjadi barang yang berguna. Replant  yaitu menimbun sampah organik untuk dijadikan kompos. Dengan menggunakan prinsip tersebut diharapkan sampah yang ada di berbagai daerah dikurangi dengan kesadaran masing-masing masyarakat.

  1. Reboisasi

Hutan di berbagai negara menjadi paru-paru dunia. Jika ada hutan yang dirusak, maka beberapa negara lain juga akan mendapatkan efek tersebut. Tentunya yang akan menerima pertama akibatnya yaitu negara yang sudah merusak lingkungannya sendiri.

Untuk itu jangan pernah merusak hutan yang ada. Jika ingin menebang pohon, maka harus memiliki sikap tebang pilih dan menanam benih untuk pohon yang baru.

     3. Bioremidiasi

Limbah tidak hanya terjadi di industri saja, ada juga limbah rumah tangga. Semua limbah perlu kita cermati. Karena ini yang menyumbang bagi peningkatan gas rumah kaca.

Untuk itu suatu industri haruslah mengetahui apa itu bioremidiasi. Terutama untuk industri yang mengeluarkan banyak limbah berbahaya berupa zat-zat toksik. Dampaknya tidak hanya mencemari lingkungan saja, tapi bisa mengganggu kesehatan masyarakat di daerah sekitar.

Bioremidiasi berarti limbah yang akan dibuang harus dibersihkan dahulu. Jadi dengan adanya bioremidiasi ini limbah yang akan dibuang tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. 

  1. Rehabilitasi lahan

Adanya rehabilitasi ini juga menjadi salah satu upaya untuk mengembalikan lahan secara ekologis, agar dapat difungsikan lagi seperti semula. Tanggung jawab untuk membuat rehabilitasi ini adalah pengusaha yang sudah melakukan penambangan di lahan tersebut. Jika hal ini tidak dilakukan, maka tanah akan menjadi tandus dan mati.

  1. Reklamasi pantai

Reklamasi pantai merupakan kegiatan pemulihan pantai untuk menyelamatkan lahan yang kritis dan mati menjadi lahan yang lebih produktif. Adanya lahan kritis disebabkan oleh ulah orang yang menambang pasir atau membuang sampah. Sangat baik ditanami pohon bakau. Biaya pemulihan selalu lebih besar dari hasil penambangan itu.

Penutup

Demikian tadi uraian tentang beberapa hal yang dapat mengakibatkan rusaknya lingkungan hidup dan sekaligus meningkatnya pemanasan bumi. Kemudian beberapa cara yang dapat  dilakukan untuk menanggulangi kerusakan lingkungan yang telah terjadi sebagai acuan bagi pertobatan ekologis pada masa Prapaskah.

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *