Perjalanan Pulang

Oleh BAVO BENEDICTUS SAMOSIR, OCSO

 

Ia mengakui bahwa selama bertahun-tahun ia tidak pernah pergi ke gereja. Hidupnya jauh dari gereja. Selain karena fondasi imannya yang tidak kokoh, kepergian ibunya membuatnya sangat marah kepada Tuhan dan ia memutuskan meninggalkan gereja. Setelah bertahun-tahun marah pada Tuhan, suatu saat ia merasakan dorongan yang sangat kuat untuk pergi ke gereja merayakan misa pada Rabu Abu. Di sana, dalam keheningan gereja sebelum misa dimulai, ia merasa terpanggil untuk pulang. Ia menyadari Allah Bapa telah lama menunggu dirinya untuk kembali pulang.  Penantian Tuhan yang demikian sabar mampu meredam amarahnya. Cinta Tuhan yang demikian besar membuat dirinya sembuh dari luka amarah. Kini ia menyadari bahwa Dia yang rela mati di kayu salib untuk keselamatan dunia tidak pernah berhenti mencintai dirinya. Pribadi Yesus yang telah mati bagi dirinya memiliki pengaruh yang mendalam baginya untuk pulang dari kepergiannya yang jauh. Dan saat ia melakukan perjalanan pulang ia sadar bahwa setiap langkah membawa dirinya lebih dekat ke tangan Tuhan yang menyambutnya penuh kasih. Pengalaman ini juga menyadarkannya untuk memohon pengampunan dari pada-Nya karena telah sekian lama ia berpaling dari Dia. Kini, masa prapaskah tiba, selalu mengingatkan dirinya akan kepulangannya beberapa tahun yang lalu.

Rasanya baru saja kita mengakhiri masa Natal, kini kita sudah memasuki masa Prapaskah, tepatnya tanggal 22 Februari 2023. Prapaskah bukan hanya sebagai masa pengorbanan dan penyangkalan diri tetapi juga sebagai masa penuh rahmat untuk pembaharuan hidup rohani, untuk “kembali kepada Tuhan dengan segenap hati kita.” Ajakan untuk kembali kepada Tuhan dengan segenap hati (Yoel 2:12), meminta kita untuk serius menanggapi seruan pertobatan ini. Setiap tahun Gereja memberi kita waktu enam minggu untuk mengamati hidup kita dengan penuh kasih dalam relasi dengan Tuhan.  Apakah hidup kita sejalan dengan kehendak Tuhan atau apakah kita telah menyimpang dari jalan Tuhan? Untuk itu kita perlu menggunakan waktu untuk berdoa dan mendengarkan Tuhan. Doa sebagai relasi kita dengan Tuhan memiliki kekuatan untuk mengubah kita dan membantu kita untuk terus bertumbuh dalam hidup rohani. Tanpa doa, masa prapaskah menjadi kering secara spiritual. Kita perlu menikmati waktu tenang dan hening. Hal ini akan membantu kita untuk menyadari kehadiran Tuhan yang membimbing dalam hidup kita. Dia tidak pernah meninggalkan kita.

Saya mengenal sebuah keluarga yang memulai hari dengan berdoa. Dampak yang mereka rasakan adalah mereka menjalani hari-hari dengan optimis dan bahagia. Kebiasaan doa ini tentu tidak hanya dilakukan saat prapaskah saja namun sebelum dan setelah masa prapaskah berakhir. Doa mengundang kita ke kedalaman diri kita dan membiarkan Tuhan membimbing kita. Doa yang dilakukan setiap hari, khususnya dalam mengawali hari, bisa menjadi sarana yang tepat untuk mengenal lebih dalam cara Tuhan membimbing dan meneguhkan kita dalam menjalani kehidupan harian. Kita tidak akan jauh menyimpang dari jalan yang Tuhan tunjukkan untuk kita jalani. Pasangan suami istri keluarga tersebut bekerja di rumah sakit. Mereka melayani setiap pasien dengan sepenuh hati dan penuh tanggung jawab meskipun hari-hari tidak selalu indah. Karena doa, mereka dimampukan melihat wajah Yesus dalam diri setiap pasien. Itulah arti pembaruan diri yang harus kita hayati secara konkret, khususnya dalam masa prapaskah. Bukankah pohon pada akhirnya dilihat pada buah yang dihasilkan? Demikian juga pembaharuan diri kita akan terlihat nyata dari buah rohani yang kita hasilkan melalui tindakan nyata.

Pembaharuan diri tidak pernah terjadi hanya demi kepentingan diri kita sendiri. Pembaharuan yang kita alami akan membawa kita ke tempat baru yakni akan memampukan kita untuk melihat hal-hal yang positif dari sebuah peristiwa hidup dan orang-orang yang kita temui hari ini. Mungkin ada seseorang yang pernah sangat kejam memfitnah sehingga hati kita tersakiti. Masa prapaskah mengajak kita, dengan bantuan Roh Kudus untuk memaafkan dia karena saat itu dia dalam kelemahan dan tidak tau bahwa perbuatan fitnah yang dia lakukan sangat menghancurkan hati dan kehidupan orang lain. Sikap memaafkan menjadikan kita pribadi yang penuh kasih dan pemaaf dan dengan demikian kita dapat melanjutkan hidup kita dengan tenang dan damai. Kita sadar kadang-kadang kita masih berjuang memaafkan orang yang berbuat kejam terhadap kita, apalagi untuk ‘melihat wajah Yesus’ pada diri orang tersebut. Namun sesungguhnya kita harus menyadari bahwa saat itu kita sedang diberi anugerah kesabaran. Dan kesabaran adalah salah satu keutamaan yang diperlukan untuk pembaharuan dan pertumbuhan kehidupan rohani.

Prapaskah menjadi saat istimewa untuk mengakui dengan rendah hati kelemahan dan keberdosaan kita di hadapan Tuhan dan kembali kepada-Nya untuk memohon pengampunan dan mengajak untuk pembaharuan diri. Dalam masa prapaskah kita dingatkan bahwa hidup adalah sebuah perjalanan yang harus membawa kita ke Dia. Perjalanan pulang ini pada puncaknya adalah saat kematian kita; berada di hadirat Allah selamanya di surga. Kita semua manusia lemah. Kita masing-masing dalam peziarahan iman atau perjalanan hidup rohani, pernah menjauh dari Dia, namun kita selalu dipanggil pulang kepada-Nya. Kita tidak dapat hidup tanpa-Nya karena sesungguhnya kita sebagai manusia adalah citra-Nya. Kebahagiaan kita ada di dalam Dia.

Waktu telah menunjukkan pukul lima sore lewat tiga puluh menit. Saya dan seorang saudara baru saja pulang dari jalan-jalan sore menikmati udara yang masih lumayan dingin. Dari gerbang biara, kami melangkah memasuki jalan setapak di antara rerumputan hijau. Aku memandangi seekor burung terbang melayang di udara di atas bangunan biara bercat putih. Bangunan yang sederhana dibanding dengan bangunan biara di mana aku berada sebelumnnya. Tidak pernah aku berpikir sebelumnya akan berada di tempat ini. Tugas yang mengantarku ke sini. Sebenarnya aku sudah merasa nyaman di tempat yang lama. Mungkin Tuhan memintaku untuk keluar dari zona nyaman itu dan memasuki jalan yang belum aku tahu hasil akhirnya. Aku jalani saja perjalanan ini dengan percaya kepada-Nya. Dan saat itu aku mendengar lonceng gereja yang mengajak kami untuk segera pulang karena waktu ibadat sore bersama komunitas akan dimulai lima belas menit kemudian.

Selamat menjalani masa prapaskah!

*Penulis adalah Rahib dan Imam di Mellifont Abbey – Collon. Co. Louth-Irlandia

 

 

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *