Oleh ROMO BAVO BENEDICTUS SAMOSIR, OCSO*
Kumelangkah di jalan setapak di antara barisan pepohonan. Tiada lagi semarak dedaunan dalam warna indahnya. Hanya ranting tanpa helai berayun karena bayu terus berhembus dalam hening. Bayu tak kuasa mengusik heningnya ranting, meski iramanya kadang mengguncang keras. Pepohonan yang kehilangan seluruh dedaunannya menengadah ke nirwana. Salju musim dingin belum sepenuhnya turun. Hanya embun beku menutupi rerumputan hijau. Sungguh hening namun tak sepi. Demikian suasana alam biara Mount St. Joseph memasuki Masa Adven.
Masa Adven berbeda dari masa biasa. Bukan hanya berbeda warna liturgi antara hijau dan ungu, namun berbeda dalam soal pemaknaan hidup rohani. Pada masa Adven kita diundang untuk fokus pada sikap penantian; menanti kedatangan Sang Juru Penyelamat yang datang ke bumi. Allah menjelma menjadi manusia. Kita menyebutnya inkarnasi. Dalam tahun liturgi, masa Adven kita wujudkan di dalam penantian selama empat minggu hingga perayaan Natal. Namun jauh lebih luas dan mendalam, bahwa selama masa Adven, kita diingatkan kembali bahwa hidup adalah sebuah penantian. Kita menanti akan kedatangan Tuhan Yesus sebagai Raja di akhir zaman.
Dalam pengalaman hidup harian menanti bukanlah hal yang menyenangkan. Menanti bisa merampas rasa sukacita dan kegembiraan di dalam diri kita, khususnya ketika yang dinanti tidak kunjung datang. Kita merasa menanti hanya membuang-buang waktu. Hal ini dikarenakan kita terbiasa dengan rutinitas yang diisi dengan kesibukan, melakukan sesuatu. Kita tidak mau semua hal terlihat sama tetapi harus ada perubahan ada sesuatu yang baru. Oleh karenanya, kita tidak bisa duduk dan menanti, apalagi dalam waktu yang tidak pasti.
Masa Adven bukanlah penantian kosong. Kita menanti Seseorang yang sangat berarti dalam hidup kita, yakni Yesus Kristus Sang Penyelamat. Ketika Yang dinanti sangat berharga, maka penantian adalah saat yang membahagiakan. Tak perduli meski mungkin kehidupan penuh dengan ‘badai’. Namun ‘badai’ terasa tanpa ‘badai’ karena kita memiliki harapan di dalam Tuhan. Harapan membuat kita menanti di dalam kebahagiaan dan terus bertumbuh di dalam iman.Yang terpenting dalam masa penantian adalah apa yang kita lakukan selama menanti?
Gereja mengundang kita untuk memiliki sikap berdoa; agar kita rela memberi ruang di hati untuk kasih-Nya dan membiarkan kasih itu memimpin hidup kita. Kita juga diajak untuk memiliki sikap bersyukur dan berterima kasih, untuk semua cara Tuhan datang ke dalam hidup kita, entah itu berbicara langsung ke dalam hati atau melalui sesama. Kalau kita ingin merayakan kedatangan Yesus yang pertama dalam perayaan Natal dan mempersiapkan kedatangan-Nya yang Kedua di akhir zaman, maka caranya adalah dengan menyadari kedatangan-Nya setiap saat di hidup harian kita. Untuk itu perlu memiliki sikap menanti setiap saat.
Dalam kehidupan para rahib dan rubiah ada waktu vigili. Saat itu kami berdoa sebelum fajar datang, sebelum cahaya mentari tiba. Bumi gelap dan sunyi, namun kami penuh harapan bangun dari tidur, tanpa kata mempersiapkan diri berdoa dan meditasi dalam komunitas. Kami menanti Tuhan yang datang dan selalu datang seperti matahari. Semangat menanti kedatangan Tuhan tidak hanya di saat vigili, tetapi kami usahakan juga dalam kegiatan harian lainnya, untuk menyadari semua cara Tuhan datang kepada kita. Hanya mereka yang memiliki iman yang dalam yang mampu menyadari kehadiran Tuhan yang seringkali dengan cara yang tidak terduga.
Dalam masa Adven, Gereja juga mengajak kita untuk menyadari kerinduan akan Tuhan di kedalaman diri kita, yang mungkin kita abaikan. Kita diundang untuk melihat kembali kehidupan kita. Apakah kita telah mempersiapkan tempat bagi Kristus agar Ia dapat hadir dalam hidup kita untuk membimbing kita, membawa terang atas kegelapan hidup kita, kedamaian untuk kekacauan hati kita, harapan untuk keputusasaan diri kita?
Pepohonan tanpa helai daun menatap diri apa adanya. Keterpesonaan setiap mata telah berlalu jauh dari dirinya. Kini saat memperbaharui diri dalam hening. Hingga helaian dedaunan baru bertunas, tuk menyambut sinar mentari. Pepohonan tanpa helai daun di musim dingin adalah ‘saat hening’ bagi pepohonan, saat ‘memperbaharui diri’ hingga dedaunan baru muncul bersama bunga di musim semi. Masa Adven juga bisa kita maknai sebagai masa ‘hening’, ketika kita memperbaharui diri secara khusus, selama empat pekan, dengan mendengarkan suara-Nya dalam doa, dalam keheningan batin kita. Hingga Natal nanti, kita menjadi ‘baru’ untuk menyambut dan merayakan kelahiran Kristus Sang Juru Penyelamat Dunia.
Selamat menjalani masa Adven!
*Penulis adalah Rahib-Imam di Biara Mount St. Joseph-Irlandia.