Hari ini kita memperingati 1 orang kudus, St. Elisabeth dari Hongaria. Ia adalah putri Raja Hungaria. Ia menikah dengan Ludovikus IV dari Turingia pada usia 14 tahun dan mendapat 3 anak. Pada usia 20 tahun, suaminya tewas dalam perang salib, dan kemudian diasingkan dari istana sehingga hidup sebagai janda miskin.
Dia tabah menjalani semua itu berkat teladan St. Clara yang meneguhkan dia. Paus Yohanes Paulus II menyebut St. Elisabeth memberikan inspirasi bagi martabat perempuan.
Dalam 1Yoh 3: 14-18, Yohanes menyapa umatnya: “Saudara-saudar, kita tahu, bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara kita. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut. Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya.
Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?
Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran”.
Lukas dalam injilnya (Luk 6: 27-38) mewartakan: “Sekali peristiwa, Yesus berkata kepada para murid-Nya: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu.
Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu. Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu. Dan apa yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.
Jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun berbuat demikian. Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Mereka yang berdosa pun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak.
Sedangkan kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.
Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.” “Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu, sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.”
Hikmah yang dapat kita petik:
Satu, Elisabeth lahir tahun 1207 dan pada usia yang masih sangat muda (14 tahun) sudah dinikahkan. Lalu pada usia 20 tahun menjadi janda dengan 3 anak kandung yang harus diasuhnya. Dia bertahan dalam kesulitan dan kemiskinan karena bimbingan St. Clara. Dia meninggal di pengasingan pada usia 24 tahun.
Elisabeth, ibu muda dengan 3 anak itu tentu mengalami kekecewaan dan penderitaan yang besar. Dia bisa saja memberontak dan menyalahkan banyak pihak, dan menghancurkan dirinya. Ternyata dia memilih untuk hidup damai dengan dirinya, dengan deritanya karena rahmat Allah yang diterimanya melalui St Clara.
Penderitaan dan kekecewaan bisa menghantar orang kepada kekudusan. Semoga kita pun berani bersikap demikian.
Dua, Yesus bersabda: “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.”
Wujud dari kemurahan hati adalah “tidak menghakimi, tidak menghukum, dan mengampuni”.
Petunjuknya jelas. Kalau demikian, kita tinggal melaksanakannya dengan rela dan sukacita. Amin.
Mgr Nico Adi MSC