Komitmen Gereja Santa Theresia Bongsari, Semarang dalam mengajak umat untuk menghidupi habitus ekologis semakin kuat. Beberapa tahun silam, Gereja Bongsari kerap mengadakan gerakan bersama umat pada Minggu Kerahiman Ilahi berupa tebar benih ikan di Sungai Banjir Kanal Barat, penghijauan, aneka sarasehan-seminar ekologi, maupun kegiatan edukasi ekologi lainnya.
Memasuki tahun 2022, setelah pandemi, kegiatan ekologi pun digelar dengan mengadakan pelatihan eco enzyme, dialog ekologi dan membuat sabun cair berbasis eco enzyme. Untuk menguatkan habitus ekologis umat di rumah masing-masing, Gereja Bongsari pun menyalurkan bantuan ekologi berupa alat-alat dan sarana yang bisa dipakai untuk menghidupi kegiatan ekologi di rumah umat masing-masing.
Koordinator Tim Kerja Lingkungan Hidup dan Keutuhan Ciptaan Paroki Bongsari, Maria Imelda Prawesti mengatakan, Program Bantuan Ekologi ini menunjukkan semakin kuatnya komitmen Gereja Santa Theresia Bongsari dalam mengajak umat untuk menghidupi habitus ekologis. Bukan hanya di lingkup gereja, saat ada kegiatan-kegiatan gereja, namun juga di rumah masing-masing umat.
“Gereja berharap dengan disalurkannya bantuan ekologi sampai ke lingkup keluarga, maka kebiasaan-kebiasaan kecil untuk merawat bumi, akan lebih mudah masuk dalam kehidupan harian keluarga. Harapannya habitus ekologi dalam keluarga ini akan dilihat dan ditiru oleh anak-anak. Maka Gereja pun kelak akan memiliki generasi-generasi penerus yang sudah terbiasa merawat bumi,” kata perempuan yang biasa disapa Esti itu.
Jika di tahun 2019, sambungnya, gereja membagikan 30 unit compost bag untuk memulai aksi merawat bumi dari rumah, maka di tahun 2022 ini, Gereja Bongsari menargetkan terbaginya 65 unit tong komposter, 50 unit plastik khusus untuk mengumpulkan limbah masker, 85 unit tong lengkap dengan molase untuk pembuatan eco enzyme, 50 unit alat bor biopori, dan 65 unit jerigen penampung minyak jelantah. “Ketika semua jenis bantuan ekologi tersebut tersalurkan, maka Gereja sudah merengkuh sekurang-kurangnya 315 keluarga ekologi,” katanya.
Penyerahan bantuan secara simbolik dilakukan di aula SD Kanisius Kurmosari pada saat acara dialog ekologi dan pelatihan membuat sabun cair berbasis eco enzyme, 25 September 2022.
Penyaluran bantuan ini tentu sangat membantu umat dalam menghidupi habitus ekologis di rumah. Sesudah mereka mendapat pengetahuan dan pendalaman tentang merawat bumi, mereka diajak untuk melakukan tindakan nyata di rumah masing-masing.
Selain memberi edukasi pada umat, Gereja Bongsari juga sudah melakukan praktik baik dalam membuat kompos dari bahan-bahan organik seperti daun-daun yang gugur di sekitar pekarangan gereja dan limbah organik pastoran. Instalasi-alat pembuatan kompos diletakkan di salah satu sudut pekarangan gereja yang bisa dilihat umat. Selama ini, sebagian umat juga sudah merasakan manfaat produk kompos tersebut yang diaplikasikan pada tanaman mereka seperti bunga maupun buah-buahan di tempat masing-masing.
Demi semakin meluasnya habitus ekologis, praktik baik yang sudah dilakukan di sekitar gereja mesti diperluas di rumah-rumah tangga umat. Setelah umat mendapat pendalaman mengenai merawat bumi dan melihat praktik baik yang berhasil dilakukan di gereja, umat pun diharapkan tergerak untuk meneruskan habitus ekologis di rumah-rumah tangga masing-masing.
Pendamping kegiatan ekologi Paroki Bongsari, Romo Agustinus Sarwanto, SJ mengatakan, pentingnya keseimbangan antara keluasan pengetahuan pemikiran tentang merawat bumi dengan hal yang bersifat praktis. “Kita diharapkan bisa berpikir sangat luas, sangat tinggi, sangat dalam, tapi juga diharapkan berpikir secara praktis. Jadi, kedalaman yang akan kita temukan itu kalau kita berpikir sangat luas, sangat lebar, sangat mendalam, tetapi juga sekaligus yang praktis-praktis. Dua-duanya, selalu ada kaitannya, satu sama lain,” katanya.
Memang, pada akhirnya menghidupi habitus ekologis itu sangat bisa dilakukan dalam lingkup yang sangat dekat dengan kehidupan seseorang seperti rumah tangga dan dilakukan sesuai dengan konteks rumah tangga bersangkutan. Dengan demikian, praktik-praktik ekologis di rumah-rumah tangga itu menjadi praktik ekologi sehari-hari.
Karena dipraktikkan di rumah, anak-anak baik langsung maupun tidak langsung melihat praktik-praktik baik dan teladan orang tuanya dalam merawat bumi. Anak-anak sejak dini sudah terbiasa untuk terlibat dalam menghidupi habitus ekologis dengan memilah sampah, membuat kompos, membuat dan merawat lubang resapan biopori dan mengelola limbah maskernya.
“Harapannya habitus ekologis dalam keluarga ini akan dilihat dan ditiru oleh anak-anak. Maka Gereja pun kelak akan memiliki generasi-generasi penerus yang sudah terbiasa merawat bumi,” kata Esti.
Dengan demikian, lingkungan tidak lagi terbebani karena banyaknya polutan, namun lingkungan menjadi semakin sehat dan indah. Bumi benar-benar menjadi rumah bersama yang layak untuk dihuni dan diwariskan kepada anak-anak yang sedang dibesarkan.