Kisah Cinta, Pengorbanan dan Kesetiaan Para Musafir dalam Membangun Iman
Oleh SUSTER ELSA, OSF*
Paroki St. Mikael Elopada adalah salah satu paroki yang berada di wilayah Keuskupan Weetabula. Secara geografis Paroki St. Mikael Elopada terletak di Desa Nyura Lele, Kecamatan Wewewa Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya, Sumba, Nusa Tenggara Timur. Letak Paroki St. Mikeal Elopada sangat strategis, karena wilayah paroki ini berada di perbatasan antara kabupaten Sumba Barat dan Sumba Barat Daya. Paroki St. Mikael Elopada terletak di pusat kota Elopada, ibukota dari Kecamatan Wewewa Timur. Kecamatan Wewewa Timur adalah kecamatan yang memiliki iklim yang dingin, karena terletak di dataran yang rendah. Selain itu, kecamatan Wewewa timur memiliki sumber air yang cukup banyak. Hal ini sangat memengaruhi kehidupan masyarakatnya dalam hal pertanian. Salah satu sumber air yang terkenal di Kecamatan Wewewa Timur adalah Weikelo Sawah. Selain sebagai sumber air untuk kehidupan masyarakat, Weikelo Sawah adalah tempat wisata yang banyak dikunjungi. Paroki St. Mikael Elopada berada di wilayah yang kaya akan hasil alam, misalnya: kopi, salak, pisang, dan sawo. Paroki St. Mikael Elopada resmi menjadi sebuah paroki pada tanggal 29 September 1978, tepatnya pada pesta Malaikat Agung: Gabriel, Mikael, dan Rafael. Pesta Malaikat Agung ini menjadi hari bersejarah untuk umat Paroki Elopada, tonggak lahirnya paroki dengan berpelindungkan salah satu malaikat Agung, yaitu Mailakat Mikael. Saat ini, Paroki St. Mikael Elopada sudah berusia 43 tahun.
Sejarah awal Paroki Elopada
Setiap sejarah dimulai dengan sebuah langkah awal. Langkah awal menjadi sebuah titik mulai yang digoreskan oleh pelaku sejarah dalam nadi sang waktu. Sang waktu kemudian merentangkan kisahnya dengan cinta, pengorbanan, dan kesetiaan. Paroki St. Mikael Elopada adalah kisah yang panjang yang tercipta dari cinta, pengorbanan, dan kesetiaan Allah melalui para pelayan-Nya.
Dalam derap langkah yang pasti, para misionaris Jerman mulai menjejaki tanah Elopada pada tahun 1957. Pada awalnya, Elopada hanya merupakan sebuah tempat persinggahan dari para misionaris Jerman untuk melayani umat Weekamura yang pada saat itu menjadi stasi dari paroki Kalembu Weri. Waktu itu, para misionaris menjadikan ”Simpang Ombarade” sebagai tempat untuk parkir kendaraan mereka. Dalam perjalanan waktu, banyak orang kampung di sekitarnya mulai tertarik dan ingin menjadi Katolik berkat para misionaris. Selama kurang lebih enam tahun (1957-1963), para misionaris menggunakan salah satu rumah dinas dari Yosep Ngongo untuk melaksanakan peribadatan dan misa di jalan simpang Ombarade. Para misionaris biasanya melaksanakan dahulu ibadah atau misa di Elopada, sambil mereka menunggu jemputan kuda dari Weekamura (Kambuyawil). Hal ini berlangsung dari tahun 1957 sampai dengan tahun 1963.
Pada tahun 1964, tempat ibadah dipindahkan dari rumah dinas Yosep Ngongo ke kompleks rumah Bili Komba. Di kompkeks rumah Bapak Bili Komba dibangunlah sebuah kapel sederhana yang terbuat dari kulit kayu dan alang-alang. Tanah tempat dibangun kapel tersebut adalah tanah milik Bili Komba. Ia menawarkan tanahnya untuk dibangun kapel karena pada saat itu terjadi mukjizat penyembuhan dari penyakit ayan terhadap salah satu keluarganya yang dilakukan oleh para misionaris, Pater Bartold Ney dan Pater Herbet Kűper, CSsR. Selain itu, Bili Komba yang pada waktu itu masih menganut kepercayaan Marapu tergerak hati karena banyak umat yang sudah percaya kepada Tuhan datang dari tempat yang jauh, seperti Pelli, Wallamata, dan daerah sekitarnya untuk mengikuti peribadatan dan misa di rumah dinas Yosep Ngongo. Alasan lain juga, pada waktu itu rumah dinas yang digunakan sebagai tempat ibadah sudah roboh. Maka, dibangun sebuah Kapel di kampung Bili Komba tersebut. Nama kampung tersebut adalah Londo Inda Gaigela, nama yang berasal dari bahasa Kodi yang memiliki arti kampung yang kokoh, kuat, dan teguh. Namun sayangnya, pada suatu peristiwa kapel tersebut mengalami kebakaran. Dengan peristiwa ini, Pater Bertold Ney, CSsR berusaha untuk memperoleh tanah agar dibangun gereja yang permanen.
Pada tahun 1965, Pater Bertold Ney, CSsR dihadiahi tanah oleh penatua adat untuk membangun gereja permanen sebagai pos pelayanan di Elopada. Pada waktu itu, tiga penatua adat di Elopada memberikan tiga bidang tanah kepada Pater Bertold Ney, CSsR untuk membangun gereja sebagai pos pelayanan di Elopada, asrama putra, dan Klinik Karitas untuk Suster ADM. Tokoh umat yang memberikan tanah adalah Bili Komba, Bulu Mone, dan Lende Mali. Bulu Mone memberikan tanah untuk membangun pos pelayanan. Bili Komba memberikan tanah untuk membangun Rumah Sakit Karitas. Lende Mali memberikan tanah untuk membangun asrama putra. Dengan peristiwa ini, Pater Bertold Ney. CSsR akhirnya membangun sebuah kapel permanen di kompleks pastoran saat ini. Pada waktu itu, Elopada menjadi pos pelayanan dan termasuk dalam wilayah pastoral dari paroki St. Petrus dan Paulus Waikabubak. Para misionaris Jerman yang melayani Elopada pada saat itu di antaranya adalah Pater Gunter Kellerman, CSsR, Pater Herbet Kűper, CSsR, Pater Goerge Kiwus, CSsR, dan Pater Bertold Ney, CSsR. Mereka dengan giat dan sepenuh hati melayani umat Elopada agar penebusan Allah yang berlimpah dirasakan dan mengubah hati mereka untuk percaya kepada-Nya.