Pendidikan Ekologis

Secara nasional di Indonesia, bulan Mei dikenal sebagai bulan pendidikan, sebab tanggal 2 Mei merupakan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Selain Hardiknas, bulan Mei juga ditandai dengan momentum kebangsaan Hari Kebangkitan Nasional.

Dalam persektif Gereja Katolik, bulan Mei memuat tiga momentum penting. Secara liturgi, di bulan Mei terdapat Hari Raya Kenaikan Tuhan Yesus Kristus ke surga. Secara devosional, bulan Mei disebut sebagai Bulan Maria. Banyak umat Katolik berdevosi dalam Rosario Suci dan ziarah ke tempat-tempat yang didedikasikan kepada Bunda Maria. Secara kateketis, Bulan Mei menjadi penting sejak Paus Fransiskus menandatangani Ensiklik Laudato Si’ (ELS) 24 Mei 2015.

Tulisan ini hendak mensinergikan momentum-momentum tersebut, baik dari perspektif kebangsaan maupun keagamaan Katolik. Sinergi itu terperas dalam dua kata “pendidikan ekologis”. Apa maksudnya?

Sebagaimana diajarkan Paus Fransiskus dalam ELS, pendidikan mencakup “pengembangan manusia yang diilhami oleh harta pengalaman spiritual Kristiani” (LS 15). Selanjutnya, dalam konteks krisis ekologi yang menimpa Bumi, rumah bersama, Paus Fransiskus mengajarkan, “banyak hal yang harus diarahkan kembali, tapi terutama umat manusia harus berubah. Yang dibutuhkan ialah kesadaran akan asal kita bersama, akan hal saling memiliki, dan akan suatu masa depan untuk dibagi dengan semua. Kesadaran mendasar ini akan memungkinkan pengembangan keyakinan, sikap, dan bentuk kehidupan yang baru” (LS 202).

Anak-anak diajak untuk mencintai lingkungan.

Menurut Paus Fransiskus, “kesadaran akan kegentingan krisis budaya dan ekologis harus diterjemahkan ke dalam adat kebiasaan baru. Kita dihadapkan dengan suatu tantangan pendidikan” (LS 209). Pada awalnya pendidikan sangat terfokus pada informasi ilmiah, peningkatan kesadaran, dan pencegahan risiko untuk lingkungan. Kini, pendidikan itu mencakup kritik terhadap “mitos” modernitas yang didasarkan pada cara pikir utilitarian (individualisme, kemajuan tanpa batas, persaingan, konsumerisme, pasar tanpa aturan) (LS 210).

Dewasa ini, pendidikan ditantang untuk sadar akan pentingnya memulihkan kembali berbagai tingkat keseimbangan ekologis entah itu pada tingkat internal dengan dirinya sendiri, pada tingkat sosial dengan sesama, pada tingkat alami dengan semesta dan semua makhluk hidup, serta pada tingkat spiritual dengan Allah, Sang Pencipta.  Inilah yang disebut pendidikan ekologis, yang seharusnya mempersiapkan kita berani melakukan lompatan ke Misteri yang memberi etika lingkungan maknanya yang terdalam (LS 210).

Dalam konteks itu, “para pendidik harus mampu mengembangkan jalur-jalur pedagogis bagi etika lingkungan, sehingga membantu orang secara efektif bertumbuh dalam solidaritas, tanggung jawab, dan perawatan penuh kasih” (LS 210). Pendidikan ekologis itu tidak muluk-muluk. Paus Fransiskus memberikan penjelasan yang sangat simpel sebagai berikut.

Pertama, memilih mengenakan pakaian yang lebih hangat daripada segera menyalakan alat pemanas ruangan dan hidup sederhana meski tersedia uang untuk berbelanja lebih, ini merupakan sikap ekologis yang bermanfaat untuk pelestarian lingkungan. Kedua, sangatlah mulia mengemban tugas memelihara ciptaan melalui tindakan kecil sehari-hari, dan sangat mengagumkan bila pendidikan mampu mendorong orang untuk menjadikannya sebagai suatu gaya hidup. Ketiga, mengembangkan perilaku yang memiliki dampak langsung dan signifikan untuk pelestarian lingkungan, dengan cara menghindari penggunaan plastik dan kertas, mengurangi penggunaan air, memilah sampah, memasak secukupnya saja untuk dimakan, memperlakukan makhluk hidup lain dengan baik, menggunakan transportasi umum atau satu kendaraan bersama dengan beberapa orang lain, menanam pohon, mematikan lampu yang tidak perlu. Semuanya itu adalah bagian dari suatu kreativitas yang layak dan murah hati, yang mengungkapkan hal terbaik dari manusia. Keempat, menggunakan kembali sesuatu daripada segera membuangnya, dapat menjadi tindakan kasih yang mengungkapkan martabat kita sebagai manusia (LS 211).

Itulah makna sederhana pendidikan ekologis yang dapat kita sadari, resapkan, dan terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Semoga Bunda Maria membantu kita untuk mampu mewujudkannya dalam kehidupan kita sehari-hari.

Salam Peradaban Kasih Ekologis.

Salam INSPIRASI, Lentera yang Membebaskan!

Aloys Budi Purnomo Pr

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *