Indonesia lahir dari ide dan gagasan tentang spirit kebersamaan dan keberagaman suku bangsa. R. Ay. Irawati Kusumorasri menyampaikan hal tersebut dalam Sarasehan Budaya Lintas Iman Paroki Kristus Raja Ungaran, 17 Agustus 2021. Menurutnya, waktu itu di Nusantara terdapat banyak sekali suku bangsa yang sepakat untuk mendirikan negara. “Mereka sepakat untuk mendirikan suatu negara yang bernama Indonesia dengan harapan baru, dengan harapan yang lebih besar dalam kebersamaan, kebangsaan, dan masa depan yang lebih cerah dalam negara yang besar. Maka, mereka mengikrarkan bersama pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia lahir menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Irawati.
Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia, menurutnya, membawa budaya, tradisi, dan agama masing-masing. Meskipun demikian, mereka sepakat untuk bersatu seperti lagu “Satu Nusa Satu Bangsa”. Satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia untuk menjadikan Negara Republik Indonesia itu negara besar dan dihormati oleh Negara-negara lain.
Para pendiri negara Indonesia memilih semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” untuk mengikat semua perbedaan di Indonesia. “Kata-kata ini tertulis dalam Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular pada zaman Majapahit. Kalimat sakti ini dipilih untuk membingkai keberagaman suku, agama, golongan yang ada di Nusantara. Sehingga keberagaman suku bangsa itu bukan akan memunculkan persoalan perbedaan tapi justru keberagaman tersebut menyatu dalam semangat kebersamaan,” kata Direktur Akademi Seni Mangkunegaran Surakarta itu.
Spirit kebudayaan
Menurutnya, ketika membicarakan tentang budaya sebagai sarana komunikasi multikulturalisme, sesungguhnya itu sudah menjadi spirit bahkan sejak negeri ini terbentuk. “Spirit tentang menyatukan suku bangsa, spirit tentang Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara dan spirit lain yang menjadi penanda berdirinya sebuah negara yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia,” katanya.
Jadi, menurutnya, sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia itu terbentuk, sudah ada kebudayaan-kebudayaan yang beragam yang begitu banyak yang dibawa oleh masing-masing suku bangsa yang ada di Indonesia.
Menurutnya, kekayaan adat dan tradisi dari kebudayaan masyarakat etnis yang beragam menjadikan Indonesia terlihat sedemikian berwarna. “Setiap pulau dari ribuan pulau yang ada memiliki warna (kehidupan adat dan tradisi masyarakat) yang berbeda-beda. Inilah antara lain bagian dari spirit kebudayaan Indonesia. Inilah kekayaan Indonesia. Indonesia kaya,” kata Direktur Semarak Candra Kirana Upcenter itu.
Indonesia indah untuk dialog kebangsaaan
Ia pun menyampaikan, Indonesia memiliki 1340 suku bangsa yang tersebar di 16.056 pulau. “Oleh sebab itu wajar jika Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan budaya yang melimpah ruah. Kaya. Indonesia kaya. Hasil bumi kaya. Suku bangsanya beraneka, budayanya. Bahasa begitu kayanya Indonesia. Kekayaan budaya tersebut di antaranya terungkap dalam bentuk-bentuk ekspresi pada kesenian masyarakat etnis Nusantara. Kesenian yang beragam dari warna-warni kultur masyarakat ini kemudian menjadi bagian dari identitas sekaligus entitas dari bangsa Indonesia,” katanya.
Bagi Irawati, negara Indonesia adalah negara yang besar, negara yang kaya, negara yang dihormati oleh negara-negara lain. Indonesia memiliki bahasa yang indah untuk dialog kebangsaan antar suku bangsanya, yaitu melalui kesenian sebagai bentuk ekspresinya.
“Kesenian etnik memiliki kekuatan sebagai sarana merajut kebinekaan bangsa, menjadi bangsa pemersatu dalam dialog tentang harmoni kebangsaan Indonesia. Dalam kebudayaan, kita mempunyai tradisi masing-masing antar suku bangsa. Dan dalam hidup di dalam Nusantara ini, mereka saling menghormati pada tradisi-tradisi kepercayaan dan agama masing-masing. Inilah yang terjadi selama kurun waktu tahun 45 hingga kini walaupun ada kerikil-kerikil tajam yang mengganggu kehidupan kebangsaan Indonesia,” imbuhnya.
Cultural Event
Menurut Irawati, dialog budaya akan lebih indah jika lewat kesenian. “Kesenian adalah indah dan keindahan adalah milik Tuhan. Nah, dari kesenian itulah, dari keindahan itulah muncul suatu kreativitas-kreativitas yang ditularkan kepada orang lain, memberi kepercayaan atau pekerjaan orang lain lewat keindahan kesenian,” katanya.
Irawati bersama komunitas pecinta seni dari berbagai daerah biasa menyelenggarakan Cultural Event. “Cultural event atau even budaya biasanya dilakukan untuk menyampaikan pesan-pesan indah kepada masyarakat. Panggung-panggung kesenian yang muncul sesungguhnya merupakan panggung untuk dialog kebangsaan antar suku bangsa. Di sana melalui keindahan kesenian, suku bangsa sedang berbincang dengan kebangsaan Indonesia,” ungkapnya.
Menurutnya, para peserta itu datang dengan membawa latar belakang budayanya masing-masing, misalnya dari Jawa membawa tradisi kesenian Jawa. Demikian juga yang dari Sumatra, Padang, Aceh, Palembang, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara pun membawa budayanya masing-masing.
“Mereka membawakan kesenian dari daerah masing-masing dan berdialog secara batin dengan seniman-seniman lain dari daerah lain. Ini adalah sesuatu yang indah yang terjadi di panggung kesenian,” katanya.
Irawati pun berkisah mengenai even budaya yang biasa diselenggarakan di kota Solo yaitu Semarak Budaya Indonesia. “Semarak Budaya Indonesia ini adalah even budaya yang menggelar khusus seni tari dari berbagai daerah di Indonesia. Sudah banyak tari-tarian dari berbagai daerah tampil di Semarak Budaya Indonesia: Kalimantan, dari Bali, dari Lombok. Dan ini merajut suatu kebanggaan bagi yang melakukannya dan bagi yang melihatnya,” ungkap Irawati.
Menurut Irawati, ketika mereka memperlihatkan kepada penonton, mereka tidak hanya mengekspresikan keindahan keseniannya, tetapi mereka juga mempertontonkan pakaian daerah masing-masing, tradisi mereka masing-masing, maupun kain khas daerah masing-masing. “Itu adalah keindahan yang bisa dilihat di panggung. Itu adalah kebanggaan bagi bangsa Indonesia mempunyai kekayaan, kebudayaan dalam hal ini kesenian yang luar biasa,” katanya.
Menurutnya, kesenian sebagai bentuk ekspresi budaya menjadi bahasa yang indah dalam dialog kebangsaan yang dibangun melalui panggung-panggung kesenian. “Jika dalam bahasa kesenian, perbedaan adalah keindahan, maka begitu pun dengan Indonesia bahwa keberagaman adalah juga keindahan, bahkan kekuatan,” kata Direktur Solo International Performing Art itu.
Selain Semarak Budaya Indonesia, Irawati pun mengenalkan even budaya lainnya di Solo yakni Solo International Performing Arts (SIPA) sejak 2009. “SIPA merupakan even budaya tahunan yang digelar di Solo untuk para seniman-seniman dari dalam negeri dan luar negeri. Mereka saling bertemu, saling menghormati, dan SIPA merupakan cultural event yang menjadi wadah dialog budaya antar negara, antar daerah. Dan yang terpenting adalah antar masyarakat atau antar manusianya itu sendiri. Bagaimana manusia-manusia dari berbagai bangsa itu saling menghormati, saling menjaga dalam suatu keindahan kesenian mereka yang mereka tampilkan. Dan mereka juga mengadakan suatu pertemuan untuk kelanjutan menjadi jejaring yang internasional. Efeknya ini luar biasa bagi kebangsaan Indonesia, karena juga dikenal oleh bangsa-bangsa lain,” ungkapnya.
Sebagai ruang silaturahmi, menurutnya, SIPA menyebarkan kebahagiaan dan solidaritas antar seniman dan penikmat seni. “SIPA juga merupakan wadah bagi seniman-seniman Indonesia untuk mengekspresikan kreativitas seninya, untuk melestarikan budaya tradisi daerah masing-masing, untuk memacu agar mereka bisa mempunyai jejaring dengan seniman-seniman internasional. Ini adalah suatu harmoni, pergaulan yang indah di antara pelaku-pelaku budaya. Di dalam SIPA tidak hanya seniman yang bersilaturahmi dalam keharmonisan, tetapi juga penonton dan terutama panitianya,” katanya.
Panitia SIPA yang disebut SIPA Community, sambungnya, terdiri dari mahasiswa-mahasiswa se-Solo Raya. Setiap tahun, sekitar 100 mahasiswa berpartisipasi menjadi volunter, menjadi panitia SIPA. “Mereka bukan berlatar belakang dari kesenian. Justru latar belakang mereka dari teknik, dari bahasa, dari matematika, dari kesehatan, jurusannya beragam. Dan mereka terjun menggelar SIPA dengan bangganya karena ikut melestarikan budaya Nusantara,” katanya.
Dengan bergabung di SIPA Community, wawasan mereka bertambah. “Mereka melihat seni-seni dari daerah lain yang terpencil seperti dari Selayar, Sulawesi, dari Halmahera, juga dari ujung di Aceh tampil. Mereka bangga melihat kesenian-kesenian daerah tersebut di panggung SIPA dan mereka bangga, mereka turut serta menjadi bagian dari SIPA,” ungkapnya.
Dengan bergabung di SIPA Community, mereka mempunyai jejaring komunikasi dengan seniman-seniman dari daerah lain dan luar negeri. “Dialog budaya seperti ini terjadi dengan indah di dalam suatu wadah festival seni pertunjukan. Kebanggaan-kebanggan ini juga muncul di atas panggung kesenian yang tampil dari daerah-daerah di Indonesia sama bagusnya dengan kesenian yang tampil dari Korea, dari Taiwan, dari Eropa, dari Amerika, dari Afrika. Mereka melihat, generasi muda ini melihat, penonton SIPA yang 70 persen adalah generasi muda melihat bagaimana mereka-mereka melihat setaranya kesenian Indonesia dengan negara-negara lain. Terbentuklah suatu kebanggaan pada diri mereka, pada budaya Indonesia,” katanya.
Irawati juga menyoroti beragamnya musik di Nusantara. Ia bercerita antara tahun 1991-1999 seorang psikolog, Philip Yampolsky mendokumentasikan musik Nusantara. “Dia mendokumentasikan 20 keping CD musik Nusantara. Dan ini adalah suatu dokumentasi yang luar biasa. Musik-musik etnik Nusantara sudah terdengar di mancanegara. Dan juga seorang guru dari Amerika bernama Palmer Keen pada tahun 2012-2020, secara pribadi juga mendokumentasikan musik Nusantara. Mereka sangat kagum pada musik Nusantara yang tadinya mereka kira hanya gamelan. Yang tadinya mereka kira hanya di Jawa dan Bali yang ada musik Indonesia. Ternyata di seluruh Nusantara mempunyai keunikan masing-masing,” katanya mencontohkan beberapa musik antara lain Rapai dari Aceh, sasando, terompet dari Ponorogo, musik Gambang Kromong, ataupun musik keroncong.
“Mereka sangat mengagumi musik Nusantara. Inilah kita bisa berkata ke mereka, bagaimana kita tidak bangga dengan musik-musik Nusantara yang kita miliki. Bagaimana kita tidak kaya, merasa kaya dengan musik-musik yang begitu indahnya terdengar di seluruh dunia,” katanya.
Ia pun menegaskan, musik, tari, dan tradisi dari seluruh suku bangsa Indonesia merupakan wujud kekayaan Indonesia. “Hanya sayangnya bahasa, karena ada suatu bahasa persatuan, bahasa Indonesia, bahasa-bahasa daerah menjadi agak terlupakan. Seperti generasi saya masih menggunakan bahasa Jawa, tetapi generasi anak saya sudah 50 persen penduduk Jawa sudah menggunakan bahasa Indonesia. Mungkin ini juga terjadi di daerah-daerah yang lain. Memang sudah banyak bahasa-bahasa daerah terkikis. Ini yang perlu kita pikirkan bersama,” ungkapnya.
Bangga dan lestarikan budaya Indonesia
Menurut Irawati, kita harus bangga dengan kesenian tradisi masyarakat Nusantara. “Kebanggaan inilah yang akan memupuk rasa kebangsaan Indonesia. Kebanggaan inilah yang akan memupuk rasa toleransi terhadap keberagaman suku bangsa dan agama. Maka, banggalah dengan kesenian dari tradisi masyarakat Indonesia, karena itu adalah jalan menuju semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia,” katanya.
Menurut Irawati, untuk melestarikan budaya Indonesia, kita tidak harus jadi seniman. “Saya sering berkata kepada anak muda di SIPA Community. Kalian memang bukan seniman. Tetapi kalian bisa lestarikan kesenian-budaya Indonesia. Caranya adalah dengan apa yang saya miliki, apa yang kalian punyai, apa yang menjadi kompetensi kalian. Umpamanya kalian suka dalam bersilaturahmi di media sosial, ya seringlah upload kesenian wajah Indonesia, atau tradisi-tradisi budaya Indonesia dengan story telling yang menarik. Itu sudah merupakan pelestarian budaya Indonesia,” katanya.
Irawati pun menegaskan, generasi muda diharapkan bisa menjadi soko guru budaya Indonesia nantinya. “Penerusan tongkat estafet dari generasi tua ke generasi muda harus dilakukan dengan terus menerus dan harus sadar dilakukan terus,” katanya.
Bangga dengan kesenian tradisi masyarakat Indonesia
Menurut Irawati kita kita patut berbangga dengan kesenian tradisi masyarakat Indonesia. “Sebab kesenian tradisi masyarakat Nusantara adalah bahasa indah untuk dialog kebangsaan Indonesia. Di sana perbedaan bukan menjadi persoalan, justru perbedaan adalah kekuatan ketika telah dipersatukan dalam semangat kebersamaan yang sama,” katanya.
Bagi Irawati, dengan kesenian, perasaan kita akan terlatih untuk lebih toleran, hormat pada orang lain, tepa selira, sadar, bersimpati, dan berempati kepada sesama.