
Paulus (Rom 9: 1-5) menyapa umatnya: “Saudara-saudara, aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani.
Mereka adalah orang Israel, dan telah diangkat menjadi anak. Mereka telah menerima kemuliaan, perjanjian-perjanjian, hukum Taurat, ibadah, dan janji-janji. Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Mesias adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin!”
Lukas dalam injilnya (Luk 14: 1-6) mewartakan: “Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin dari orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama.
Tiba-tiba datanglah seorang yang sakit busung air berdiri di hadapan-Nya. Lalu Yesus bertanya kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu: “Diperbolehkankah menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?” Mereka itu diam semuanya.
Lalu Ia memegang tangan orang sakit itu dan menyembuhkannya dan menyuruhnya pergi. Kemudian Ia berkata kepada mereka: “Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?” Mereka tidak sanggup membantah-Nya.”
Hikmah yang dapat kita petik:
Satu, Paulus menegaskan: “Aku tidak berdusta. Bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani.”
Dia yang giat mewartakan injil kepada bangsa-bangsa lain (bangsa kafir) toh mau peduli kepada bangsanya. Bangsanya sendiri justru seharusnya yang pertama-tama menerima berita injil itu. Sayang bahwa mereka menolak Yesus, lalu mengikuti pilihan dan keyakinan mereka sendiri. Itulah sebabnya, Paulus amat sedih atas situasi/penolakan itu.
Bagi Paulus dan bagi kita: Yesus adalah Sang Penyelamat. Di dalam Dia, semua bangsa dikasihi Allah dan boleh menerima injil keselamatan. Tidak seorang pun yang dikecualikan.
Dua, Yesus bertanya: “Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?”
Di hadapan Allah, dan menurut hukum kasih yang Dia berikan kepada manusia: “Hidup dan harga manusia jauh lebih penting daripada hari Sabat”. Maka, demi menyelamatkan manusia, kewajiban/aturan yang ditetapkan pada hari Sabat boleh dinomorduakan”.
Nyawa manusia bila sudah “putus/lenyap” tidak bisa ditarik kembali oleh siapa pun. Tidak ada toko/rumah sakit/apotik yang menjual nyawa. Sedangkan untuk mengalami hari Sabat masih ada banyak kesempatan. Amin.
Mgr Nico Adi MSC