Hari ini kita memperingati 1 orang kudus, Santa Klara. Beliau lahir di Assisi, Italia, dari keluarga yang kaya. Kekagumannya kepada Fransiskus Assisi, memengaruhi jalan hidupnya. Pada usia 18 tahun, dia meninggalkan rumah dan mengikuti Kristus dengan memakai jubah yang kasar. Bersama dengan Agnes, adiknya, ia masuk biara di San Damiano, dekat Assisi. Mereka inilah para pionir lahirnya Tarekat Suster-suster Santa Klara. Mereka hidup dari hasil kerja mereka sendiri. Santa Klara meninggal tahun 1253.
Paulus dalam Filp 3: 8-14 menyapa umatnya: segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, dan berada dalam Dia.
Semua ini bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan.
Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati.
Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus.
Saudara-saudari, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku. Aku berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.
Matius dalam injilnya (Mat 19: 27-29) mewartakan: Sekali peristiwa, Petrus berkata kepada Yesus: “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau, apakah yang akan kami peroleh?”
Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel.
Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal.
Hikmah yang dapat kita petik:
Satu, disampaikan Paulus: “apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya. Karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus”.
Paulus mengatakan semuanya itu: harta, jabatan, popularitas, fasilitas, makanan-minuman, ijazah, pangkat adalah sampah dengan jelas dan berani, karena dia sendiri secara pribadi telah mengalami kasih Kristus. Kristus adalah segalanya Bagi dia, kasih Kristus bukan teori, tetapi betul-betul dia alami, dia rasakan dan dia hidupi.
Maka, Saudara-saudariku yang baik, sediakanlah waktu meski hanya 10-15 menit setiap hari untuk mengalami kasih Yesus itu. Carilah tempat yang tenang. Pakailah waktu itu untuk hening. Tinggalkan semuanya. Fokus pada Yesus. Rasakan kehadiran-Nya. Yesus dan kasih-Nya itu jauh lebih besar dan mulia, daripada teori/pengetahuan yang diajarkan di sekolah atau dibaca di buku-buku atau Kitab Suci. Yesus adalah Pribadi, dan bukan teori.
Dua, Yesus bersabda: “Setiap orang yang karena namaKu meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali 100 kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal”.
Sabda Yesus itu sungguh nyata dan dialami oleh mereka yang ditahbiskan sebagai uskup, imam, diakon, dan biarawan-biarawati. Mereka tercukupi semuanya, punya banyak saudara-saudari seiman, sahabat kenalan, bahkan mendapatkan orangtua/keluarga-keluarga yang mengasihi mereka meski ditugaskan di tempat yang terpencil.
Di sisi lain, mereka wajib hidup dengan baik, santun, bijaksana, sabar, setia, ramah, lemah lembut dan penuh kasih karena mereka diutus untuk “menghadirkan dan mengantar umat untuk mengalami kasih Tuhan”.
Mereka diutus untuk menjadi saluran berkat bagi umat. Umat yang terberkati itu juga akan membalas dengan berkat yang melimpah pula. Maka, umat Allah pun hendaknya mendoakan mereka agar mereka tetap setia. Juga jangan lupa Saudara berdoa/meminta/mendorong agar banyak orang muda kita yang mengikuti panggilan Yesus itu. Amin.
Mgr Nico Adi MSC