Pendidikan Kekatolikan Di Sekolah Katolik

Oleh BAPAK JULIUS KARDINAL DARMAATMADJA, SJ

Pembukaan

Gereja Katolik Indonesia memiliki Lembaga Gerejani yang namanya KWI singkatan dari Konferensi Waligereja Indonesia. KWI sebagai lembaga yang menaungi para uskup Katolik di Indonesia memiliki peran penting dalam merumuskan kebijakan dan arahan terkait pendidikan Katolik atau pendidikan kekatolikan. Maka sekolah-sekolah Katolik dapat melihat sendiri di (https://www.google.com/search?q=Pendidikan+Katolik+menurut+KWI&oq=Pendidikan+Katolik+menurut+KWI&gs_lcrp=EgZjaHJvbWUyBggAEEUYOTIHCAEQIRigATIHCAIQIRigATIHCAMQIRigATIHCAQQIRiPAtIBCTIyMzc2ajBqN6gCCLACAfEFLyi3kV4iUFY&sourceid=chrome&ie=UTF-8).

Pendidikan Katolik Secara Luas

Berikut ini adalah kebijakan dan arahan KWI untuk sekolah-sekolah Katolik pada umumnya. Termasuk di dalamnya  apa arti Pendidikan Katolik (atau kekatolikan), bagi para peserta didik yang menjadi tujuan pendidikan Katolik.

1. Pendidikan Katolik adalah pendidikan yang berlandaskan pada nilai-nilai Injili dan semangat Kristiani.

2. Cara pelaksanaannya bukan hanya sekadar transfer pengetahuan iman, tetapi proses pergumulan menginterpretasikan nilai-nilai Injili dan ajaran iman Katolik dalam kehidupan sehari-hari.

3. Prinsip-prinsip Pendidikan Katolik menurut KWI:

  • Kesetiaan pada Gereja:

Pendidikan Katolik harus setia pada ajaran dan ketentuan Gereja Katolik.

  • Kesetiaan pada Semangat Pendiri:

Pendidikan Katolik harus mempertahankan semangat dan nilai-nilai luhur dari para pendirinya.

  • Keterbukaan terhadap Ilmu Pengetahuan:

Pendidikan Katolik harus terbuka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mampu mengintegrasikannya dengan iman.

  • Pendidikan Integral:

Pendidikan Katolik bertujuan untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian peserta didik, yaitu intelektual, moral, sosial, dan spiritual.

  • Pendidikan untuk Semua:

Pendidikan Katolik harus memperhatikan kebutuhan semua peserta didik, termasuk mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu.

  • Pendidikan yang Berpihak pada Kaum Miskin:

Pendidikan Katolik harus memiliki kepedulian khusus terhadap kaum miskin dan marginal, serta berjuang untuk keadilan sosial.

  • Pendidikan yang Berorientasi pada Pelayanan:

Pendidikan Katolik harus mendorong peserta didik untuk terlibat dalam pelayanan kepada sesama dan masyarakat.

4. Tujuan Pendidikan Katolik menurut KWI:

  • Mencerdaskan kehidupan bangsa.
  • Membentuk pribadi yang beriman dan berakhlak mulia.
  • Mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan mampu berkontribusi bagi pembangunan bangsa.
  • Menjadi saksi Kerajaan Allah di tengah dunia.

5. Peran KWI dalam Pendidikan Katolik:

Kecuali memiliki peran penting dalam merumuskan kebijakan dan arahan terkait pendidikan Katolik, seperti telah disebutkan sebelumnya, KWI juga berperanan:

  • dalam membina dan mendukung lembaga-lembaga pendidikan Katolik agar dapat menjalankan tugasnya secara efektif.
  • aktif menjalin kerjasama dengan pemerintah dan berbagai pihak terkait untuk mengembangkan pendidikan Katolik di Indonesia.

6. Tantangan dalam Pendidikan Katolik:

  • Menjaga keaslian nilai-nilai Katolik di tengah arus globalisasi dan modernisasi.
  • Menghadapi tantangan dalam hal pendanaan dan pengelolaan lembaga pendidikan Katolik.
  • Memastikan pendidikan Katolik dapat diakses oleh semua kalangan, termasuk mereka yang kurang mampu.
  • Membangun kesadaran akan pentingnya pendidikan Katolik bagi pembentukan karakter dan masa depan bangsa.

Pendidikan Katolik Secara Khusus

Dari uraian diatas dapat kita tangkap apa yang sangat perlu kita perhatikan, dalam rangka pendidikan kekatolikan bagi para peserta didik:

1. Landasan pendidikan adalah nilai-nilai Injili dan semangat Kristiani.

Bahwa ditulis dengan menyebut nilai dan semangat Injili, yang dimaksud bukan menyampaikan Injil, yang memang penting untuk peserta didik yang beragama Katolik, tetapi menyampaikan nilai-nilainya yang rohani dan semangat yang dapat ditimba dari Injil, yang dapat menuntun kekehidupan yang berakhlak mulia. Nilai-nilai dan semangat Injil inilah yang dapat disumbangkan oleh pendidikan Katolik kepada peserta didik baik yang beriman Katolik maupun yang beriman menurut agama mereka.

Nilai-nilai dan semangat Injili sangat dekat bahkan serasi dengan nilai-nilai dan semangat Pancasila, sehingga pada waktu disampaikan nilai-nilai dan semangat Injili, juga dapat dihubungkan dengan nilai-nilai Pancasila. Sehingga kita sebagai umat Katolik sekaligus merasa sebagai warga Bangsa dan Negara yang berazaskan Pancasila. Kita juga diingatkan bahwa menjadi Katolik 100% itu juga menjadi Pancasilais 100%. Untuk itu kesepakatan Pertemuan Nasional Umat Katolik Indonesia (PNUKI) yang diselenggarakan di Jakarta antara tanggal 8-12 Juli tahun 1984, sangat penting. Dalam kesepakatan No. 43 tertulis demikian: “Pancasila mengandung nilai-nilai kemanusiaan yang luhur yang juga dijunjung tinggi dalam ajaran-ajaran Gereja (Katolik, Tambahan oleh penulis). Karena itu Gereja menerima Pancasila bukan karena pertimbangan-pertimbangan taktis, melainkan karena nilai-nilai luhur Pancasila itu sendiri. …..”.

2. Tujuan pendidikan kekatolikan: untuk membentuk pribadi yang berakhlak mulia, bukan hanya sekadar transfer pengetahuan nilai-nilai Injili, tetapi proses pergumulan untuk menginterpretasikan nilai-nilai Injili tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Suatu pembentukan karakter untuk masa depan bangsa. Pembentukan pribadi yang bukan mengikuti saja apa yang biasa dilakukan orang sekitarnya, tetapi memang mau hidup baik, jujur, lurus dan benar sesuai nilai-nilai Injili. Ini yang dibutuhkan masyarakat masa depan. Maka:

a. Proses tersebut membutuhkan ketekunan dan kejelian mengenai apa yang sedang terjadi di tengah masyarakat dan dunia dari pihak para pendidik, supaya dapat membahasnya bersama dengan contoh konkret dari media massa.

(1). Umpama adanya kekerasan terhadap sesama:

Ada tawuran antar pelajar. Ada permusuhan antar kampung. Ada pembunuhan yang jenazahnya lalu dibuang di sungai. Para peserta didik dapat menambahkan apa yang mereka lihat dan alami di tengah masyarakat.

Di dunia internasional ada perang antara Ukraina dan Rusia. Antara Israel dan Palestina, yang kemudian melibatkan Iran dan Amerika Serikat. Mengerikan karena memakai senjata rudal. Berapa saja yang menjadi korban?  Masih dapat ditambah di tempat lain.

Lalu dapat ditanyakan, itu semua melawan nilai-nilai Injili atau nilai-nilai ajaran iman Katolik mana. Umpama nilai kasih terhadap sesama dari Injil Matius 22:34-40 mengenai Hukum yang Utama adalah kasih kepada Tuhan dan kepada sesama. Yang dapat mengasyikkan adalah Mat 25:31-46, tentang pengadilan terakhir. Di situ makin jelas bahwa perilaku kita terhadap sesama mempunyai hubungan erat dengan Tuhan. Atau dari Injil Yohanes 13:34-35: mencintai sesama seperti Yesus mencintai. Dapat ditutup dengan 1 Kor 13:1-13: tentang kasih, dan apa itu kasih, mulai ayat 4-7.

(2). Adanya korupsi dengan segala bentuknya. Ini melanggar kejujuran dan kebenaran: Umpama semua pejabat negara harus melakukan sumpah jabatan. Sumpahnya demi Allah, disaksikan oleh petugas agama. Lalu berapa dari mereka yang korupsi. Saya mencari di Google. Hasilnya sangat mengejutkan:

KPK telah menangani 100 tersangka kasus korupsi selama 2024 (1 tahun).

KPK menangani 2.730 perkara korupsi dalam periode 2020-2024 (4 tahun).

Data pemerintah:

Presiden Joko Widodo mengungkapkan adanya 1.385 pejabat pemerintah dan swasta yang dipenjara karena korupsi. Dan 344 pimpinan dan anggota DPR/DPRD: dipenjara karena korupsi sejak 2004 hingga 2022 (18 tahun).

Mereka ini adalah orang yang jelas-jelas disumpah. Lalu orang-orang yang tidak disumpah, tetapi melayani masyarakat? Apakah jujur dan bertindak yang benar? Umpama urusan jual beli.

(3). Masalah kebenaran fakta atau realita dalam penulisan sejarah.

Saya temukan dalam Harian Kompas hari Selasa, 17 Juni 2025, berita yang berjudul: “Istana: Beri Waktu bagi Sejarawan (hal. 5) dan opini yang berjudul: “Sejarah “Resmi” dan Upaya Epistemisida (hal. 6). Kedua tulisan tersebut intinya adalah tentang peristiwa perkosaan massal dan kejahatan kemanusiaan lainnya yang terjadi dalam peristiwa kerusuhan 13-15 Mei 1998. Tulisan yang pertama, berita bahwa pemerintah menghimbau agar para sejarawan menyelesaikan dulu draf tulisan mereka dan jangan buru-buru berpolemik. Karena Menteri Fadli Zon dianggap memberi pernyataan bahwa tidak ada pemerkosaan dalam kerusuhan 13-15 Mei 1998, maka ada banyak reaksi. Antara lain pihak Komnas HAM (Anis Hidayah) menyampaikan: “Pada 19 September 2005 Komnas HAM telah menyerahkan hasil penyelidikan pelanggaran HAM yang berat Peristiwa Kerusuhan 13-15 Mei 1998 kepada Jaksa Agung sebagai Penyidik. Pada 2022 pemerintah mengeluarkan Kepres No 17/2022 tentang pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang berat (Tim PPHAM). Lalu, pada 11 Januari 2023 setelah menerima Laporan akhir Tim PPHAM, Presiden mengakui Peristiwa Kerusuhan 13-15 Mei 1998 dan 11 peristiwa lainnya sebagai pelanggaran HAM yang berat. Karena itu pernyataan Fadli Zon yang menyatakan tidak ada pemerkosaan di Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 itu tidak tepat. Sebab Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 telah diakui pemerintah dan sebagian korban dan keluarga telah mendapatkan layanan (Kompas, selasa 15 Juni 2025, hal. 5). Berita ini mengungkapkan apa yang terjadi. Sedangkan dalam tulisan berikutnya mengenai opini, yang mencoba menilai benar tidaknya apa yang diberitakan dalam Kompas 15 Juni 2025, hal. 5 tadi. Judul opini  adalah: “Sejarah ‘Resmi’ dan Upaya Epistemisida”. (ibid. hal.6) Isinya tentang penilaian penulis Moh. Faiz Maulana bahwa pertama, “sejarah resmi” yang sedang ditulis pihak pemerintah itu tidak boleh menyingkirkan narasi lainnya. Sejarah tidak pernah tunggal. Ia hidup dalam banyak versi. Mengabaikan keberagaman versi merupakan bentuk  kekerasan.

Kedua, soal tidak memasukkan dalam sejarah, peristiwa perkosaan massal dalam Kerusuhan Mei 1998, merupakan upaya Epistemisida atau upaya penghapusan peristiwa-peristiwa kelam yang tidak sesuai dengan narasi besar negara.(ibid. hal 6). Tentu ini perbuatan yang tidak terpuji, karena melawan kebenaran dan kejujuran penuturan. Hal ini dapat disandingkan dengan kata-kata Yesus: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.” (Mat 5:37).

Demikian tadi adalah 3 masalah sekadar contoh, yang dapat dibicarakan bersama dengan peserta didik. Inilah yang disebut oleh KWI di atas No. 2, bahwa: Cara pelaksanaan pendidikan pribadi bukan hanya sekadar transfer pengetahuan iman, tetapi proses pergumulan menginterpretasikan nilai-nilai Injili dan ajaran iman Katolik dalam kehidupan sehari-hari.

b. Pengembangan Hati Nurani.

Kecuali apa yang telah dilakukan di atas, pergumulan menginterpretasikan nilai-nilai  Injili dan ajaran iman Katolik perlu dijadikan proses mengembangkan hati nurani yang benar, dengan menimbang baik buruknya suatu perbuatan atau peristiwa dalam budi dan hati disandingkan dengan nilai-nilai Injili atau nilai ajaran iman Gereja.

Hati nurani adalah kesadaran moral yang dimiliki setiap manusia, yang membimbingnya untuk membedakan antara yang benar dan salah serta mendorongnya untuk melakukan yang baik dan menjauhi yang buruk.  Secara sederhana, hati nurani adalah “suara hati” yang menjadi penuntun dalam pengambilan keputusan dan tindakan.  Ajaran Gereja merumuskan hal itu demikian: “Di lubuk hati nuraninya, manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya dari dirinya sendiri, tetapi harus ditaatinya. Suara hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik dan untuk menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu suara itu menggemakan dalam lubuk hatinya: jauhkanlah ini, elakkanlah itu. Sebab dalam hatinya manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. … Hatinurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya; di situ ia seorang diri bersama Allah, yang sapaan-Nya menggema dalam hatinya.” (GS 16, KGK 1776).

Hati nurani dapat mendorong seseorang untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral yang diyakininya, bahkan ketika tidak ada orang lain yang melihat. Kita sering mengatakan bahwa kita dibimbing oleh Roh Kudus sendiri. Karena hati nurani berfungsi sebagai sumber pengetahuan moral yang memungkinkan seseorang menilai tindakan dan perilaku atau rencana yang ia buat baik, berguna, sesuai dengan nilai-nilai Injili dan nilai-nilai ajaran iman atau sebaliknya. Kalau orang selalu memilih yang baik, yang berguna dan secara moral baik, maka orang tidak akan ikut berkorupsi, tidak mau ikut perbuatan yang merugikan sesama, kalau bekerja secara transparan dan akuntabel, menentang kekerasan fisik maupun rohani,  maka dunia kita dapat berubah menjadi lebih baik, berkat banyaknya alumni sekolah Katolik yang berkarakter, yang berkarya di tengah masyarakat, dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi.

Penutup

Inilah yang kita harapkan bahwa lewat sekolah-sekolah Katolik, para peserta didik di sekolah Katolik menjadi pribadi yang berakhlak mulia, suatu pembentukan karakter untuk masa depan bangsa. Mereka akan menjadi garam di tengah masyarakat dan cahaya yang menerangi keadaan semestinya. Dan mendorong untuk berbuat yang lebih baik. Sehingga sebagai negarawan kelak, mereka mengikuti hati nurani  dalam proses pengambilan keputusan, baik dalam situasi konkret maupun dalam merencanakan tindakan masa depan.

Hati nurani yang sehat dan terlatih akan menjadi penuntun yang kuat dan akurat. Namun, perlu diketahui bahwa hati nurani yang tidak diasah atau dipengaruhi oleh hal-hal negatif dapat menjadi tumpul dan menyesatkan. Maka para peserta didik perlu diyakinkan bahwa mengasah hatinurani merupakan tugas seumur hidup. Apalagi perlu selalu diingatkan kepada para peserta didik  bahwa  hati nurani bagi orang beriman, dianggap sebagai suara Tuhan, suara Roh Kudus bagi orang Katolik. Hati nurani menghubungkan seseorang dengan kebenaran ilahi. Semoga para peserta didik di sekolah Katolik memang menjadi pribadi yang berkarakter, bukan hanya mengikuti apa yang biasa dilakukan orang sekitarnya, tetapi memang mau hidup baik, jujur, lurus dan benar sesuai nilai-nilai Injili. Ini yang dibutuhkan masyarakat masa depan.

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *