
Setiap tanggal 2 November Gereja Katolik Roma menyelenggarakan Liturgi Istimewa mengenang dan mendoakan semua arwah orang beriman. Menurut hemat saya, terminologi ini sangat menarik dan memiliki makna inklusif yang mencakup semua orang berkat karya penebusan Kristus demi keselamatan umat manusia. Terminologi yang dipergunakan bukanlah Hari Doa untuk Arwah Orang Katolik saja atau Arwah Orang Kristen saja, tetapi Arwah Semua Orang Beriman.
Tentu saja, pertama-tama yang dimaksud dengan orang beriman adalah mereka yang mengimani Tuhan Yesus Kristus. Namun, karena Tuhan Yesus Kristus adalah Sang Jalan Kebenaran dan Hidup, maka orang beriman bisa mencakup semua orang, apapun agama dan kepercayaannya. Artinya sebagai umat Katolik bersama Gereja kita mendoakan para sahabat sanak kerabat kita yang sudah berpulang. Ambillah contoh, saya sebagai orang Katolik, saya mendoakan Pak Dhe, Bu Dhe, dan kerabat yang beragama Islam yang sudah berpulang, tentu saja boleh bahkan bagus dan mulia.
Secara teologis, doa-doa kita bagi mereka yang sudah meninggal dilandaskan pada pemahaman bahwa Gereja merupakan persekutuan umat beriman sebagai Tubuh Kristus. Persekutuan tersebut terdiri dari tiga persekutuan realitas. Pertama, umat beriman yang masih hidup dalam peziarahan di dunia ini. Kedua, umat beriman yang sudah meninggal dunia namun masih dimurnikan dalam Api Penyucian. Ketiga, persekutuan umat beriman yang telah meninggal dan dipersatukan dalam kebahagiaan surgawi abadi yang disebut Persekutuan Para Kudus.
Dengan pemahaman tersebut sebagai anggota Tubuh Kristus kita dipanggil untuk saling membantu dalam menanggung beban (Galatia 6:2), terutama yang kuat membantu yang lemah (Roma 15:1). Mereka yang sudah meninggal dunia, terutama yang berada dalam Api Penyucian tentunya membutuhkan bantuan doa-doa dari kita yang masih hidup di dunia ini. Doa-doa itu kita persembahkan terutama di dalam Perayaan Ekaristi atau Misa Kudus sebagaimana diajarkan dalam Konsili Lyons II (1274) dan Florence (1439).
Apa dasar alkitabiahnya bahwa Gereja Katolik mendoakan mereka yang sudah berpulang. Mendoakan mereka yang sudah berpulang, sesuai dengan Kitab Kedua Makabe 12:38-46. Doa tersebut mengamalkan kasih kepada mereka yang sangat membutuhkannya. Doa ini sangat berkenan bagi Tuhan. Rasul Paulus menegaskan kepada Umat di Roma, “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Roma 8:38-39). Teks ini mendasari ajaran Gereja Katolik dalam mendoakan mereka yang sudah meninggal adalah iman akan adanya Persekutuan Orang Kudus dalam syahadat kita.
Secara historis alkitabiah, tradisi mendoakan mereka yang telah meninggal dunia sudah ada di zaman Yahudi sebelum Kristus. Tradisi suci tersebut diteruskan oleh para rasul, seperti yang dilakukan Rasul Paulus dan dicatat dalam Surat Kedua Rasul Paulus kepada Timotius ketika mendoakan Onesiforus yang sudah meninggal, “Kiranya Tuhan menunjukkan rahmat-Nya kepadanya [Onesiforus] pada hari-Nya.” (2 Timotius 1:18). Ketika mendengar musibah kematian anak-anaknya, Ayub pun seketika mendoakan anak-anaknya agar disucikan oleh kurban yang dibawakan oleh bapanya (bdk. Ayub 1:5).
Tradisi mendoakan mereka yang sudah meninggal dunia menjadi perhatian pula para Bapa Gereja, seperti Tertullianus, Sirilus, St. Yohanes Krisostomus dan St Agustinus. Mereka dengan caranya masing-masing mengajarkan bahwa para beriman dapat mendoakan orang-orang yang meninggal dunia dengan mengadakan Misa Kudus dan derma.
Dengan cara itulah kita mengungkapkan kasih kita kepada mereka yang telah meninggal dunia, sanak kerabat, dan keluarga serta leluhur kita. Kasih antara lain diungkapkan dan diwujudkan dalam tindakan baik bagi yang dikasihinya. Salah satu ungkapan kasih adalah mendoakan sesama kita sebagai anggota Tubuh Kristus (bdk. Roma 8:38-39). Dengan demikian, doa-doa kita bagi mereka yang telah meninggal dunia, terutama yang masih berada di Api Penyucian menjadi bermanfaat dalam saling menolong “menanggung bebanmu” (Galatia 6:2).
Sejak Gereja Perdana hingga kini dan sepanjang masa, Gereja Katolik setia menghayati pesan Kitab Suci, Tradisi dan Ajaran Suci terkait dengan mereka yang telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, Katekismus Gereja Katolik (KGK) mengajarkan, “tentang praktik doa untuk orang yang sudah meninggal. Kitab Suci sudah mengatakan: Karena itu [Yudas Makabe] mengadakan kurban penyilihan untuk orang-orang mati, supaya mereka dibebaskan dari dosa-dosanya” (2 Mak 12:45). Sudah sejak zaman dahulu Gereja menghargai peringatan akan orang-orang mati dan membawakan doa dan terutama kurban Ekaristi untuk mereka, supaya mereka disucikan dan dapat memandang Allah dalam kebahagiaan. Gereja juga menganjurkan amal, indulgensi, dan karya penitensi demi orang-orang mati (KGK 1032).
Selanjutnya, dalam KGK 1371 diajarkan bahwa Kurban Ekaristi kita persembahkan untuk umat beriman yang mati di dalam Kristus, “yang belum disucikan seluruhnya” (Konsili Trente), supaya mereka dapat masuk ke dalam Kerajaan Kristus, Kerajaan terang dan damai. Sedangkan KGK 1414 mengajarkan bahwa sebagai kurban, Ekaristi itu dipersembahkan juga untuk pengampunan dosa orang-orang hidup dan mati dan untuk memperoleh karunia rohani dan jasmani dari Tuhan.
“Janganlah kita bimbang untuk membantu orang-orang mati dan mempersembahkan doa untuk mereka” tegas St. Yohanes Krisostomus. Itulah dasar dan alasan mengapa Gereja Katolik Roma mendoakan mereka yang telah meninggal dunia. Semoga bermanfaat. Terima kasih.
Salam Peradaban Kasih Ekologis. Berkah Dalem. Salam INSPIRASI, Lentera yang Membebaskan.
Aloys Budi Purnomo Pr