Mengenal Karakter Setiap Anak Didik

Salah satu penulis buku Amare et Servire, Praktik Cura Personalis di Sekolah, Agnes Evi Diasristanti memiliki kebiasaan baik yaitu berbagi kisahnya sebagai guru ketika mendampingi anak-anak di sekolah. Kisah-kisah itu pun menjadi bahan untuk diolah lebih lanjut dalam buku tersebut. “Setiap hari saya sharing lewat media sosial. Saya sharing kepada teman-teman. Hari ini kejadiannya menyenangkan, saya sharing kepada teman-teman. Hari ini saya capek banget, saya sharing kepada teman-teman,” katanya.

Selama mendampingi murid-muridnya, Evi menjumpai keberagaman murid-muridnya. Semua itu membutuhkan kreativitas dalam pendampingan, mengingat setiap anak mempunyai karakternya sendiri-sendiri. Demikian pula ketika mengondisikan relasi antar murid, di antara mereka mempunyai karakter-karakter yang unik.
“Tantangan saya itu bagaimana saya mengenalkan setiap anak bahwa setiap anak itu punya karakter sendiri-sendiri,” katanya.

Tidak hanya antara dirinya dengan para murid, menurutnya, menjalin komunikasi dengan sesama rekan guru dalam satu sekolah pun sangat penting.
“Saya setiap hari sharing dengan teman-teman (guru, red), satu kejadian hari ini. Jadi semua guru itu mengenal, tidak hanya guru kelas satu yang mengenal kelas satu, tidak hanya guru kelas dua mengenal kelas dua, tapi hampir semua kami itu mengenal satu sekolah, murid satu sekolah, karena ketika kami sedang berkumpul bersama kita sharing,” katanya.

Dengan sharing ini, harapannya, kelak ketika anak-anak itu naik kelas, guru selanjutnya sudah tahu karakter anak-anak yang akan didampingi sejak dini. “Jadi, mereka sudah ada kesiapan sendiri untuk mendampinginya,” kata Evi yang menjadi guru di SD Kanisius Girisonta itu.

Dalam kelas satu yang didampinginya, ada anak yang membutuhkan perhatian khusus. Namun, Evi sebisa mungkin mengajak teman-teman satu kelasnya untuk bekerja sama memahami teman-teman yang spesial itu. Dan karena pembiasaan tersebut, anak-anak bisa bekerja sama dengan baik.
“Bukan hanya guru dengan murid, tetapi teman dengan teman, kita ajarkan untuk memahami karakter. Kita rayakan bersama setiap karakter peserta didik yang lain,” katanya.

Sebagai guru, Evi juga belajar banyak dari pengalamannya mendampingi para murid. Ia pernah menjanjikan sesuatu ke anak didiknya, namun, ternyata ia tidak bisa menepatinya. Anak didik itu menagihnya hingga menangis karena kecewa. Namun hingga titik tertentu mereka bisa berdamai. Dengan rendah hati, Evi sebagai seorang guru meminta maaf atas janji yang tidak bisa ditepati. “Ya, ini pengalaman luar biasa. Ketika saya memberikan janji ke anak-anak itu harus saya tepati. Ini sebuah pembelajaran juga buat saya. Setelah kejadian ini saya tidak pernah memberikan janji yang tidak bisa saya tepati. Ini memang pembelajaran yang luar biasa,” katanya.

Belajar dari hal tersebut, Evi menemukan, anak membutuhkan sosok yang bisa dipercaya. “Yang dibutuhkan itu membangun kepercayaan dengan anak, dan membangun rasa aman dan nyaman,” katanya.

Menurutnya, ketika anak percaya pada guru, guru harus menghargai kepercayaannya, tidak membuat janji yang tidak bisa ditepati lagi. “Ini pengalaman yang luar biasa dan pembelajaran buat saya,” kata Evi.

 

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *