Gereja yang didirikan oleh Kristus diutus untuk menyebarkan karya keselamatan ke penjuru dunia. Karya keselamatan tersebut terus diperjuangkan oleh Gereja Semesta. Karya keselamatan tersebut terus diperjuangkan bahkan dengan menuliskannya dalam dokumen-dokumen, ajaran-ajaran yang menekankan nilai-nilai universal. Uskup Keuskupan Tanjungkarang, Mgr Vinsensius Setiawan Triatmojo menyampaikan hal tersebut dalam Misa Hari Buruh Internasional, Bulan Maria dan Bulan Liturgi Nasional, di Gereja Katolik Santo Petrus, Panjang, 1 Mei 2024.
Menurutnya, dari Ajaran Sosial Gereja (ASG), Gereja memberi perhatian kepada para buruh, para pekerja, para karyawan dan juga pelayanan-pelayanan lain yang membuktikan bahwa Gereja memang ada untuk semesta. “Gereja ada untuk seluruh kepentingan masyarakat di dunia dari berbagai bangsa. Nah, itulah yang coba ditekankan melalui Ajaran Sosial Gereja,” kata Uskup yang biasa disapa Mgr Avien itu.
Menurutnya, ada beberapa prinsip dasar dari ASG. Pertama, perhatian kepada martabat manusia. “Karena memang yang mau dilayani, yang akan diberi perhatian adalah manusia sendiri sesuai dengan martabatnya yang sejati yaitu sebagai citra Allah. Mengapa harus diberi perhatian pada hal ini? Karena memang manusia cenderung dalam kelemahan dan kerapuhannya, dia bisa menyimpang dari citra Allah yang sejati,” katanya.
Dengan perhatian ini, sambungnya, diharapkan bisa membawa hal-hal yang baik, “membawa nilai-nilai yang Ilahi, yang nanti juga belajar dari Sang Citra Allah yang sejati yaitu Yesus Kristus sendiri. Karena memang dengan memperhatikan pada poin martabat manusia melalui Yesus Kristus itu, citra Allah yang sudah dirusakkan oleh dosa bisa diperbaiki atau diperbaharui kembali.”
Kedua, prinsip untuk memberi perhatian kepada bonum commune atau kesejahteraan umum, karena seluruh manusia memang diciptakan untuk bekerja, untuk berkarya, untuk mengolah dan mempertanggungjawabkan apa yang ada di bumi dan dunia ini untuk dinikmati bersama-sama.
“Maka kemudian, orang harus tahu bahwa tujuan utama dari kebersamaan sebagai manusia yang tinggal di bumi ini adalah kesejahteraan itu. Maka disebut sebagai bonum commune atau kebaikan bersama. Nah, dalam kerapuhan dan kelemahannya manusia akan mudah tergoda untuk menjadi egois, untuk menjadi primordialis, untuk hanya mencari kepentingan kelompok atau diri sendiri,” ungkapnya. Dengan demikian, lanjutnya, Gereja terus mengumandangkan atau menyuarakan hal itu, supaya perhatian kepada kesejahteraan umum terus dikumandangkan.
Ketiga, nilai harta benda. “Gereja juga menekankan tentang tujuan dari harta benda. Harta benda yang diperoleh dari pekerjaan, dari bekerja, dari orang, katakanlah mengusahan sesuatu di muka bumi ini, ya, selaras dengan tujuan yang kedua tadi bahwa memang penggunaan harta benda itu dimaksudkan tidak untuk memperkaya dalam arti kelompok pribadi atau kepentingan primordial, tetapi sebijaksana mungkin bisa menjadi, katakanlah, atau mendukung yang namanya kesejahteraan umum atau kebaikan bersama itu,” tutur Mgr Avien.
Keempat, prinsip solidaritas. Menurutnya, manusia memiliki perbedaan dalam kemampuan, kapasitas atau potensi ketika dia bekerja atau mengusahakan sesuatu di dunia ini. “Ada yang punya bakat yang katakanlah hebat, kemudian talenta yang juga besar, sehingga dia bisa di satu waktu tertentu mungkin menghasilkan banyak keuntungan dan seterusnya. Tetapi tetap manusia kemudian diajak untuk bisa solider pada mereka yang lemah, pada mereka yang berkekurangan,” ungkapnya.
Kelima, subsidiaritas. “Dalam konteks ini ketika ada individu atau pribadi-pribadi dan juga kelompok-kelompok kecil yang sudah bisa mandiri dan mengusahakan kesejahteraannya dalam pekerjaan, dalam usaha, itu harus diberi yang namanya kesempatan. Tidak boleh masyarakat secara luas atau juga pemerintah itu mengambil alih. Nah ini prinsip subsidiaritas ya. Pada yang bisa berbuat sesuatu, bekerja, maka juga diberi kesempatan,” terangnya.
Keenam, perhatian pada option for the poor (pilihan/keberpihakan kepada yang miskin). Menurutnya, tidak akan pernah ada kesejahteraan umum kalau yang paling miskin tidak diberi perhatian. “Itu di manapun. Entah itu di keluarga, entah itu di kelompok masyarakat, entah itu juga di, katakanlah, kepentingan bangsa dan negara. Karena kesejahteraan umum itu menjadi tujuan akhir dari cita-cita sebuah kelompok, sebuah komunio, sebuah paguyuban, sebuah masyarakat. Maka supaya kesejahteraan umum itu bisa terjadi, artinya seluruh anggota dari masyarakat itu bisa merasakan yang sama, harus ada yang namanya preferential option for the poor,” katanya.
Untuk mendukung prinsip-prinsip tersebut, menurutnya, dibutuhkan empat nilai yakni kebenaran, kebebasan, keadilan dan cinta kasih. “Itu semua adalah nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Gereja,” tegasnya. Gereja, sambungnya, melalui ajaran sosialnya tidak pernah kurang dalam memberi perhatian pada mereka yang mengalami ketidakadilan, mereka yang kekurangan, mereka yang tersingkir, mereka yang dinilai sebagai kelompok yang tidak produktif, yang tidak menghasilkan sesuatu, mereka yang difabel atau mereka yang jompo. “Gereja tidak akan pernah meninggalkan mereka,” katanya. Gereja, menurutnya, adalah kita semua. “Kita semua yang sudah dengan bebas dan berani untuk memilih menjadi anggota Gereja Katolik,” tegasnya.
Menurutnya, siapapun dan apapun keadaannya bisa membantu. “Tidak pernah boleh ada seorang pun yang mengaku dirinya paling miskin lalu menempatkan diri untuk dibantu. Karena apa? Karena yang paling miskin pun sebetulnya bisa membantu. Nah itu selalu juga ditekankan dalam masa Prapaskah. Itu mengatakan bahwa setiap orang dipanggil juga untuk melaksanakan prinsip solidaritas sendiri. Nah prinsip-prinsip dan nilai-nilai dasar tadi terus menjadi warna dari Ajaran Sosial Gereja. Sehingga kemudian Gereja juga disebut di setiap dan segala zaman, dia dipanggil untuk terus menyuarakan suara kenabian. Artinya, ketika terjadi ketidakadilan, ketika ada ketidakbebasan, ada perlawanan terhadap kebenaran dan juga cinta kasih, maka Gereja harus bersuara,” katanya.
Menurut Mgr Avien, dalam kondisi itu, kita semua harus menyuarakan suara kenabian yang sama. Kenapa? “Kita adalah ranting-ranting dari pokok anggur yang asli dan sejati yaitu Yesus sendiri. Sebagai ranting-ranting, kita diutus untuk menyebarkan kebaikan di mana pun kita berada. Dan dari prinsip dasar cinta kasih itu adalah, kita juga dipanggil untuk selalu menjadi orang yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain dalam kebaikan. Nah, kita adalah ranting dari pokok anggur yang benar. Kemudian juga kita punya fungsi yang lain sebagai garam dan terang dunia yang harus membawa kebaikan di manapun. Artinya juga, kita harus menjadi orang yang baik. Dan dasar teladan kita untuk menjadi orang yang benar adalah Sang Pokok Anggur sendiri yaitu Yesus Kristus, Tuhan kita,” pungkasnya.