Pesan untuk Bulan Ramadhan dan Idul Fitri 1445 H: Katolik dan Muslim: Padamkan Api Perang dan Nyalakan Lilin Perdamaian

Berikut  ini adalah Pesan untuk Bulan Ramadhan dan Idul Fitri 1445 H/2024 A.D. yang dikeluarkan oleh Dikasteri untuk Dialog Antaragama

 

DIKASTERI UNTUK DIALOG ANTARAGAMA

PESAN UNTUK BULAN RAMADHAN DAN IDUL FITRI

1445 H. / 2024 A.D.

KATOLIK dan MUSLIM:

Padamkan Api Perang dan Nyalakan Lilin Perdamaian

 

Kota Vatikan

 

Saudara-saudari Muslim yang terkasih,

Sekali lagi kami menyambut Anda pada kesempatan bulan Ramadhan dengan sebuah pesan kedekatan dan persahabatan, menyadari akan pentingnya bulan ini bagi perjalanan rohani Anda dan untuk keluarga dan kehidupan sosial Anda, yang juga mencakup teman dan tetangga Anda yang beragama Katolik.

Kami senang mengetahui bahwa pesan tahunan kami kepada Anda untuk bulan Ramadhan adalah sebuah sarana penting untuk memperkuat dan membangun hubungan baik antara umat Katolik dan Muslim, berkat penyebarannya melalui media tradisional dan modern, khususnya media sosial. Untuk alasan ini, akan sangat bermanfaat jika membuat pesan ini dikenal dengan lebih baik di antara kedua komunitas.

Kami ingin berbagi dengan Anda beberapa pertimbangan pada sebuah tema yang berbeda dari salah satu yang telah kami pilih untuk dibahas. Namun konflik yang jumlahnya semakin meningkat saat ini, mulai dari pertempuran militer hingga bentrokan bersenjata dengan intensitas yang berbeda-beda yang melibatkan negara, organisasi kriminal, geng bersenjata dan warga sipil, telah menjadi kenyataan yang sungguh mengkhawatirkan. Paus Fransiskus baru-baru ini mengamati bahwa peningkatan permusuhan ini benar-benar mengubah “perang dunia ketiga yang terjadi sedikit demi sedikit” menjadi “sebuah konflik global yang sesungguhnya”.

Penyebab konflik-konflik ini bermacam-macam, ada yang sudah berlangsung lama, ada pula yang lebih banyak terkini. Bersamaan dengan hasrat abadi manusia untuk mendominasi, ambisi geo-politik dan kepentingan ekonomi, penyebab utamanya tentu saja adalah produksi dan perdagangan senjata yang berkelanjutan. Bahkan sebagai bagian dari keluarga manusia, kita sangat menderita karena dampak yang menghancurkan dari penggunaan senjata-senjata ini dalam peperangan, pihak lain secara sinis bersukacita atas keuntungan ekonomi yang besar yang diperoleh dari perdagangan tidak bermoral ini. Paus Fransiskus menggambarkan hal ini seperti mencelupkan sepotong roti ke dalam darah saudara kita.

Pada saat yang sama, kita dapat bersyukur bahwa kita juga memiliki sumber daya manusia dan agama yang sangat besar untuk memajukan perdamaian. Keinginan akan perdamaian dan keamanan telah berakar kuat dalam jiwa setiap orang yang berkehendak baik, karena tidak ada seorang pun yang gagal untuk melihat dampak tragis perang terhadap hilangnya nyawa manusia, jumlah korban luka berat dan kumpulan anak yatim piatu dan janda. Rusaknya infrastruktur dan harta benda membuat hidup menjadi sangat sulit, bahkan mustahil. Terkadang ratusan ribu orang terlantar di negaranya sendiri atau terpaksa melarikan diri ke negara lain sebagai pengungsi. Konsekuensinya, kecaman dan penolakan terhadap perang harus jelas: setiap perang adalah pembunuhan saudara, tidak berguna, tidak masuk akal, dan gelap. Dalam perang, semua orang kalah. Sekali lagi, seperti yang dikatakan Paus Fransiskus: “Tidak ada perang yang suci, hanya perdamaian yang suci”.

Semua agama, masing-masing dengan caranya sendiri, menganggap kehidupan manusia suci dan oleh karenanya layak dihormati dan dilindungi. Negara yang mengizinkan dan mempraktikkan hukuman mati, untungnya, menjadi lebih sedikit setiap tahunnya. Sebuah kesadaran yang bangkit kembali akan penghormatan terhadap martabat mendasar dari anugerah kehidupan ini akan turut memperkuat keyakinan bahwa perang harus ditolak dan perdamaian harus dijunjung tinggi.

Meskipun dengan perbedaan mereka, agama mengakui keberadaan dan peran penting hati nurani. Membentuk hati nurani untuk menghormati nilai mutlak kehidupan setiap orang dan haknya atas integritas fisik, keamanan dan kehidupan yang bermartabat juga akan turut berkontribusi pada kecaman dan penolakan terhadap perang, perang apa pun, dan semua perang.

Kami memandang Yang Mahakuasa sebagai Allah perdamaian, sumber perdamaian, yang secara khusus mengasihi semua orang yang mengabdikan hidupnya untuk pelayanan perdamaian. Seperti banyak hal lainnya, perdamaian adalah sebuah anugerah ilahi namun pada saat yang sama merupakan buah dari upaya manusia, terutama dalam mempersiapkan kondisi yang diperlukan untuk pembentukan dan pelestariannya.

Sebagai orang beriman, kita juga menjadi saksi bagi harapan, seperti yang kita ingat dalam Pesan Ramadhan tahun 2021: “Umat Katolik dan Muslim: Saksi Harapan”. Harapan dapat dilambangkan dengan sebuah lilin, yang cahayanya memancarkan keamanan dan sukacita, sedangkan api, tidak terkendali, dapat mengakibatkan musnahnya fauna dan flora, infrastruktur dan hilangnya nyawa manusia.

Saudara-saudari Muslim yang terkasih, marilah kita ikut memadamkan api kebencian, kekerasan dan perang, dan sebaliknya menyalakan lilin perdamaian, dengan memanfaatkan sumber daya perdamaian yang ada dalam tradisi kemanusiaan dan agama kita yang kaya.

Semoga puasa Anda dan amal saleh lainnya selama Ramadhan dan perayaan Idul Fitri yang mengakhirinya, memberi Anda buah kedamaian, harapan dan kegembiraan yang berlimpah.

 

Dari Vatikan, 11 Maret 2024

Miguel Ángel Cardinal Ayuso Guixot, MCCJ

Prefek

Msgr. Indunil Kodithuwakku Janakaratne Kankanamalage

Sekretaris

 Diterjemahkan oleh : KOMISI HAK KWI

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *