Lewat kitab suci Allah menyapa kita sebagai anak-anak-Nya. Demikian tegas Uskup Keuskupan Malang, Mgr Henricus Pidyarto Gunawan, O.Carm dalam webinar Spiritual Pukatnas: Iman Katolik, 4 Juli 2023 lalu.
“Pertama-tama, Ia ingin memperkenalkan siapa Diri-Nya. Dia itu Bapa kita. Dia itu Penyelamat kita, Pencipta kita. Apa rencana keselamatan yang Dia tentukan untuk kita? Kita dipanggil untuk bersatu dengan Dia. Itulah artinya keselamatan. Itu artinya hidup kekal kalau kita bersatu dengan kehidupan Allah sendiri,” terangnya.
Menurutnya, membaca kitab suci dengan penuh iman sama dengan berdoa. “Akan tetapi berbeda dengan doa yang lain. Dalam membaca kitab suci kita yang diam, Allah yang berbicara. Dalam doa yang lain, kita yang ngomong, kita minta, Tuhan mendengarkan kita,” katanya. Ketika kita membaca kitab suci, Tuhan berbicara, kita yang mendengar.
“Kitab suci itu adalah bentuk tertulis dari Sabda Allah yang sudah diterima, dihayati, dihayati dalam kehidupan,” ujar Mgr Pid.
Sedangkan, firman Allah yang belum tertulis, menurutnya, disebut tradisi. Pada suatu saat, menurutnya, firman Allah yang dihayati itu dituliskan dengan bantuan Roh Kudus. Namun, sambungnya, kita kadang mengalami kesulitan karena bahasa yang dipakai adalah bahasa Ibrani, Yunani, maupun Aram.
Menurutnya, Perjanjian Lama ditulis ribuan tahun sebelum kita. Perjanjian Baru ditulis hampir 2000 tahun yang lalu.
“Bayangkan jarak yang memisahkan kita dari para penulis kitab suci dari Perjanjian Baru itu hampir 2000 tahun. Dengan Perjanjian Lama lebih dari 3000 tahun. Maka, jangan heran kalau bahasa mereka, cara bicara mereka tidak selalu mudah bagi kita. Itu tugas para ahli menolong kita untuk menerangkan,” katanya.
Para ahli meneliti kitab suci supaya membantu kita mengerti kitab suci dengan lebih baik. “Maka kalau punya uang, beli buku-buku tafsir. Karena itu akan membantu kita untuk memahami kitab suci. Karena para ahli memang telah berjuang keras untuk mempelajari kitab suci dan menerangkannya kepada kita,” katanya.
Mgr Pid pun menyampaikan kiat atau cara membaca kitab suci bagi yang awam. Pertama, mohon Roh Kudus turun, membimbing kita, karena Roh Kudus yang dulu telah membimbing para penulis kitab suci untuk menuliskan firman Allah, “Roh Kudus yang sama semoga menolong kita untuk bisa memahami tulisan itu,” katanya.
Mgr Pid pun mengajak supaya pembaca yang sudah tahu kisah dalam kitab suci tidak bosan membacanya kembali. “Firman Tuhan itu tidak pernah basi, tidak pernah usang. Kadang apa yang kita ketahui, sudah berkali-kali kita baca tidak punya arti, suatu hari, ternyata punya arti yang mendalam. Tidak pernah kita boleh mengatakan saya sudah tahu firman Allah. Firman Tuhan itu begitu luas dan mendalam. Ketika dibaca kesekian kalinya tiba-tiba sering memberi arti yang tidak pernah kita pikirkan sebelumnya. Maka, membaca kitab suci harus dengan hati yang terbuka, tanpa sok pintar, sudah tahu,” katanya.
Ia pun memberi contoh bacaan Matius 8:14-15, “Setibanya di rumah Petrus, Yesus melihat ibu mertua Petrus terbaring karena sakit demam. Maka, Ia memegang tangannya, lalu lenyaplah demamnya itu. Ia pun bangun dan melayani Dia”. “Dia itu pakai huruf besar artinya Yesus. Contoh kecil aja ya. Satu ayat, dua ayat. “Setibanya di rumah Petrus, Yesus melihat ibu mertua Petrus terbaring karena sakit demam”. Tidak diceritakan siapa yang menyertai Yesus. Di sini Injil Matius mau menunjukkan tokoh ceritanya ada dua, Yesus dan ibu mertua Petrus. Perempuan ini sakit demam, lalu Yesus memegang tangannya. Lalu lenyaplah demamnya itu. Dalam Injil Matius, cara Yesus menyembuhkan atau mengusir setan itu sangat lancar, tidak perlu usaha keras. Begitu dipegang tangannya, demam meninggalkan ibu mertua Petrus. Kuasa Yesus begitu besar. Ini nyata. Dari cerita-cerita lain dalam Injil Matius, orang kusta segera sembuh, orang kerasukan setan segera sembuh. Kata segera itu sering dalam sekejap mata, lalu apa yang terjadi, sesudah demamnya lenyap, mertua Petrus bangun dan melayani Dia. Lalu kita renungkan apa artinya ini? Ini suatu ayat yang menarik bagi saya, favorit saya. Ternyata, rahmat kesembuhan yang telah diterima oleh mertua Petrus, dia pakai untuk melayani Yesus. Begitu juga kita, kita mendapat berkat supaya kita menjadi berkat bagi orang lain. Kita mendapatkan karunia dari Yesus dan kita melayani Yesus sebagai tanda terima kasih. Nah, macam gini merenungkan kitab suci, mencoba mencari artinya, mencoba menerapkan dalam kehidupan kita, itu penting. Tidak bisa tergesa-gesa,” katanya.
Mgr Pid juga mengingatkan pentingnya mencari konteks dalam bacaan kitab suci. “Mencari konteksnya, dilihat kalimat sebelumnya, dan sesudahnya ya, dan memperhatikan juga subjeknya siapa, di mana terjadi, apa yang dikatakan. Semua itu harus diteliti dengan tenang, supaya kita pada akhirnya bisa memahami firman Allah,” katanya.