HARI MINGGU BIASA XIV
09 Juli 2023
Bacaan I : Za 9: 9-10
Bacaan II : Rom 8: 9. 11-13
Bacaan Injil : Mat 11: 25-30
Mari datang kepada–Nya dan menyambut uluran tangan–Nya
Seperti apa nasib negeri yang kalah dalam peperangan? Tentu saja karena sudah ditaklukkan, negeri yang kalah menjadi tanah jajahan yang harus ‘mengabdi’ tuan penjajah. Peperangan membawa banyak korban yang mati. Lebih dari itu, kekayaan negeri itu akan disita dan dibawa ke negeri penjajah. Di samping itu, ada sesuatu yang sangat menyiksa, yaitu penduduk yang dirasa potensial akan dipaksa meninggalkan negeri dan dipindahkan ke negeri lain. Tujuannya supaya tanah jajahan tidak akan memberontak lagi karena sudah tidak mempunyai apapun, termasuk rakyat yang pintar dan potensial. Itulah yang disebut sebagai masa pembuangan. Dan itu berlangsung puluhan tahun.
Pada abad keenam sebelum Masehi, negeri Israel ditaklukkan oleh bangsa Babel/Babilonia. Ini adalah penaklukan besar. Sebagian besar penduduknya dibawa ke tanah pembuangan, menyebabkan Israel lumpuh total. Nabi Zakaria berkarya persis ketika bangsa Israel mengalami pembebasan dari pembuangan Babilonia, puluhan tahun setelah penaklukan. Orang-orang buangan kembali ke tanah airnya sendiri yang carut marut karena hampir tak berpenghuni. Rasanya tidak ada harapan untuk membangun kehidupan yang layak sebagaimana bangsa-bangsa lain. Tidak ada rumah, tidak ada modal, tidak ada material, tidak ada kekuatan untuk bangkit. Jangankan bait Allah, membangun tempat berteduh pun mereka kesulitan. Sang Nabi mengajak umatnya untuk menatap kehidupan dengan optimis dan penuh pengharapan. “Bersorak-sorailah dengan nyaring hai puteri Sion, bersorak sorailah hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. (Za 9: 9). Bisa dibayangkan, suara nabi seperti suara yang berseru di padang belantara.
Tentu kita pernah mengalami keadaan sesepi dan sefrustrasi serta sepahit bangsa Israel yang kembali ke tanah air dari pembuangan. Apa yang masih bisa kita jadikan pijakan untuk membangun optimisme dan pengharapan masa depan? Sekali lagi kita diajak untuk mendekatkan diri pada Allah. “Marilah kepada-Ku, kamu semua yang letih lesu dan berbeban berat. Aku akan memberikan kelegaan kepadamu”. Pada misteri kehidupan tingkat nadir seperti ini, kita diajak untuk menatap dan berseru kepada Tuhan. Sebab Tuhan yang kita imani adalah Allah yang melihat nasib kita. Ia mempunyai hati yang memahami kepahitan yang sedang kita alami. Maka, jangan sungkan dan ragu, Yesus sendiri mengajak kita untuk datang kepada-Nya dan Ia menjanjikan kelegaan.
Romo F.X. Agus Suryana Gunadi, Pr