Tema untuk Pekan Doa Sedunia (PDS) untuk Persatuan Umat Kristiani 2023 adalah Belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan (Yes 1:17). Tema dan materi ini disiapkan oleh sekelompok jemaat Kristen di Amerika Serikat (AS) yang diselenggarakan oleh Dewan Gereja-Gereja Minnesota. Pada bulan Desember 2020, kelompok tersebut bertemu pertama kali secara daring, banyak yang saling kenal dan semua mengetahui karya Dewan Gereja-Gereja Minnesota, beberapa di antara mereka adalah para pemimpin di dalam organisasi itu serta menjadi aktivis dan/atau pendeta di dalam jemaat dan komunitas mereka sendiri. Kelompok internasional yang disponsori bersama oleh Dewan Kepausan untuk Mempromosikan Persatuan Umat Kristiani dan Komisi Faith and Order Dewan Gereja-Gereja Sedunia untuk menyelesaikan bahan-bahan Pekan Doa Sedunia untuk Persatuan Umat Kristiani 2023 bertemu dengan para delegasi dari Dewan Gereja-Gereja Minnesota di Château de Bossey, Switzerland, 19-23 September 2021.
Ketimpangan rasial di Minnesota
Selama bertahun-tahun, Minnesota telah mengalami ketimpangan rasial terburuk di Negara itu. Minnesota menyaksikan pelaksanaan hukuman mati massal terbesar dalam sejarah AS pada tahun 1862, ketika 38 anggota masyarakat adat Dakota digantung di Mankato, sehari setelah hari Natal, setelah perang AS-Dakota. Sembari mereka bersiap untuk mati, 38 orang tersebut menyanyikan lagu pujian Wakantanka taku nitawa (Banyak dan Agung) versi yang dimasukkan dalam ibadat kebaktian. Baru-baru ini Minnesota telah menjadi pusat pembalasan dendam rasial. Ketika Covid-19 menghentikan dunia pada Maret 2020, pembunuhan seorang pemuda Afrika-Amerika, George Floyd, di tangan seorang perwira polisi Minnesota, Derek Chauvin, menggerakkan orang-orang dari seluruh dunia untuk turun ke jalan-jalan dalam persatuan dan kemarahan yang benar, untuk memprotes ketidakadilan yang mereka saksikan di layar televisi. Chauvin, yang dipecat segera setelah penyerangan tersebut, menjadi perwira polisi pertama dalam sejarah modern yang dihukum karena membunuh orang kulit hitam di Minnesota.
Sejarah penganiayaan komunitas-komunitas kulit berwarna di Amerika Serikat telah menciptakan ketimpangan yang sudah berlangsung lama dan keretakan hubungan antarkomunitas. Akibatnya, sejarah Gereja-gereja di AS memasukkan isu-isu kesukuan sebagai faktor utama perpecahan Gereja. Di bagian-bagian lain dunia, isu-isu non-doktrinal memainkan peran serupa. Itulah sebabnya karya teologis tentang persatuan yang dikerjakan oleh Komisi Faith and Order Dewan Gereja-Gereja Sedunia secara tradisional telah berusaha untuk mempertahankan upaya persatuan Gereja-gereja dan upaya mengatasi tembok-tembok pemisah dalam keluarga manusia seperti rasisme. Itulah sebabnya doa, terutama doa untuk persatuan umat Kristiani, memiliki makna yang lebih penting lagi ketika terjadi di dalam inti perjuangan melawan apa yang memisahkan kita sebagai manusia yang diciptakan dengan martabat setara dalam gambar dan rupa Allah. Dewan Gereja-Gereja Minnesota, yang sudah terlibat dalam menangani pola-pola rasial historis ini, membentuk sebuah kelompok kerja yang menyampaikan bacaan-bacaan Kitab Suci, tema-tema, musik, dan ibadat untuk Pekan Doa Sedunia bagi Persatuan Umat Kristiani tahun ini.
Kelompok kerja ini terdiri dari para pendeta dan pemimpin awam Minnesota lintas generasi yang telah bekerja di garis depan kerusuhan. Mereka telah bertanggung jawab baik bagi pemeliharaan rohani maupun pemeliharaan komunitas di wilayah itu dan telah memberikan kesaksian atas kekecewaan dan jeritan umat Allah. Para anggota kelompok kerja ini mewakili banyak komunitas budaya dan spiritual yang berbeda dan termasuk dalam komunitas-komunitas masyarakat adat dan Afrika-Amerika yang telah menjadi pusat pembalasan dendam baru-baru ini. Pada saat menulis bahan-bahan ini, komunitas-komunitas ini terus mengalami pembunuhan ekstrayudisial, kematian anak-anak karena kekerasan yang meningkat, serta kesulitan-kesulitan yang terus dialami sebagai akibat pandemi.
Pertemuan-pertemuan penulisan daring menjadi ruang yang suci dan aman untuk energi, dukungan, dan doa ketika kelompok melewati serangan di Gedung Capitol Amerika Serikat, persidangan mantan perwira Derek Chauvin, dan peringatan pembunuhan George Floyd.
Para anggota kelompok penulis adalah laki-laki, perempuan, ibu, bapak, pendongeng dan penyembuh. Mereka menggambarkan aneka pengalaman ibadat dan ungkapan rohani, baik dari masyarakat adat Amerika Serikat maupun komunitas-komunitas yang telah berimigrasi – baik secara terpaksa maupun sukarela – dengan beragam tingkat akses ke sejarah linguistik dan budaya masing-masing, yang sekarang menyebut wilayah ini sebagai rumah. Para anggota mewakili wilayah perkotaan dan pinggiran kota serta banyak komunitas Kristen. Keanekaragaman ini memungkinkan refleksi mendalam dan solidaritas dari banyak perspektif.
Para anggota kelompok penulis Minnesota berharap bahwa pengalaman pribadi mereka tentang rasisme dan perendahan sebagai manusia akan menjadi saksi atas kebiadaban anak-anak Allah terhadap satu sama lain. Hal itu juga berasal dari kerinduan mendalam bahwa sebagai orang-orang Kristen mereka mengemban karunia persatuan dari Allah untuk mengatasi dan menghapus perpecahan yang menghalangi kita untuk memahami dan mengalami kenyataan bahwa kita semua adalah milik Kristus.