
Hari ini kita memperingati 1 orang kudus yaitu St. Yohanes Krisostomus. Yohanes lahir di Syria sekitar tahun 344-354 dari keluarga bangsawan. Ketika berumur 20 tahun dia belajar retorika, dan belajar teologi serta kelak menjadi rahib di pegunungan Antiokia.
Tahun 386, dia ditahbiskan menjadi imam, dan tahun 397 dipilih menjadi Uskup Konstantinopel. Pada masa itu terjadi pembaharuan moral dan hidup membiara. Berkat kepandaiannya dalam berpidato, dia menerapkan pembaharuan itu. Ia menerapkan sabda Tuhan secara tepat sesuai dengan situasi kehidupan susila pada saat itu. Maka dia dibenci dan dikucilkan oleh para pembesar kota dan uskup lainnya. Ia meninggal di pengasingan sebagai saksi Kristus. Karena kefasihannya dalam berbicara dan tulisannya berbobot, dia dijuluki “krisostomus” yang artinya si mulut emas.
Dalam Ef 4: 1 – 7.11-13 Paulus menyapa umatnya: “Saudara-saudari, aku menasihatkan kamu. Aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu. Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar.
Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua.
Kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus.
Dialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.
Markus dalam injilnya (Markus 4: 1-10.13-20) mewartakan: “Pada suatu kali Yesus mulai mengajar di tepi danau. Maka datanglah orang banyak yang sangat besar jumlahnya mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke sebuah perahu yang sedang berlabuh lalu duduk di situ, sedangkan semua orang banyak itu di darat, di tepi danau itu.
Lalu Ia mengajarkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Dalam ajaran-Nya itu Ia berkata: “Dengarlah! Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis.
Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar.
Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati, sehingga ia tidak berbuah. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, ia tumbuh dengan suburnya dan berbuah, hasilnya ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang seratus kali lipat.” Dan kata-Nya: “Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”
Ketika Ia sendirian, para pengikut-Nya dan kedua belas murid itu menanyakan arti perumpamaan itu kepada-Nya.
Lalu Ia berkata: “Tidakkah kamu mengerti perumpamaan ini? Kalau demikian bagaimana kamu dapat memahami semua perumpamaan yang lain?
Penabur itu menaburkan firman. Orang-orang yang di pinggir jalan, tempat firman itu ditaburkan, ialah mereka yang mendengar firman, lalu datanglah Iblis dan mengambil firman yang baru ditaburkan di dalam mereka.
Demikian juga yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu, ialah orang-orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira, tetapi mereka tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila kemudian datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, mereka segera murtad. Dan yang lain ialah yang ditaburkan di tengah semak duri, itulah yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah.
Akhirnya yang ditaburkan di tanah yang baik, ialah orang yang mendengar dan menyambut firman itu lalu berbuah, ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang seratus kali lipat.”
Hikmah yang dapat kita petik:
Satu, Paulus sebagai orang yang dipenjarakan karena Tuhan, menasihati umatnya: “Hendaknya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu. Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu”.
Nasihat itu mengarahkan mereka ke pembaharuan diri dan saling melayani/membantu, agar menjadi orang baik dan bijaksana, dan bukan untuk mengejar harta/kedudukan atau popularitas.
Dua, dalam perumpamaan itu Yesus menegaskan: “Benih yang ditaburkan di tanah yang baik, ialah orang yang mendengar dan menyambut firman itu lalu berbuah, ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang seratus kali lipat.”
Allah menghendaki benih yang ditaburkan itu menghasilkan buah. Berapa pun hasilnya, Dia dengan senang hati menerimanya. Tidak semuanya harus menghasilkan 100 kali lipat.
Meski Allah adalah Allah yang mahasempurna tetapi dalam perumpamaan itu amat jelas bahwa Dia bukan Allah yang perfeksionis, tetapi Allah yang memahami dan penuh belas kasih. Hendaknya kita pun bertindak demikian kepada sesama kita. Amin.
Mgr Nico Adi MSC