MINGGU BIASA XXII
28 Agustus 2022
Bacaan I : Sir 3: 17-18. 20. 28-29
Bacaan II : Ibr 12: 18-19. 22-24a
Bacaan Injil : Luk 14: 1. 7-14
Rendah hati versus kesombongan diri
Salah satu sesi dalam retret yang pernah saya alami ketika remaja dulu, adalah mandi di kolam renang. Ini tentu sangat menyenangkan. Mulanya saya tidak tahu kenapa kami diajak untuk ‘ciblon’, main air di kolam renang. Ada satu permainan yang diwajibkan untuk semua. Yaitu berlomba bertahan di dalam air dengan masing-masing menggenggam bola plastik besar. Ini seru. Sebab untuk menenggelamkan diri saja susah, apalagi tangan harus memeluk bola plastik. Tidak banyak yang berhasil. Yang gagal pun terus bertanya mengapa ada yang bisa tenggelam dengan menggenggam bola. Akhirnya si pembimbing retret menerangkan, supaya bola dirobek sedikit, dan perlombaan dimulai lagi. Sekarang lebih mudah, karena bola mulai dipenuhi air. Tenggelamlah kami semua.
Permainan tenggelam dengan bola kemudian dikaitkan dengan refleksi rendah hati melawan kesombongan diri. Kecenderungan terbesar dalam hidup seseorang adalah sombong atau tinggi hati. Dan keluhuran jiwa yang paling sulit ditanamkan dalam diri adalah kerendahan hati. Seperti bola dalam air, betapa kita sulit menaklukkannya untuk bisa tenggelam bersama kita, itulah lambang kesombongan. Dan bagaimana akhirnya bola bisa tenggelam, itu terjadi ketika dia membuang yang dimiliki, tidak menganggapnya sebagai milik yang harus dipertahankan yaitu angin dalam bola. Kata kuncinya: mengosongkan diri.
Dalam praktik hidup bersama, rendah hati berarti belajar menganggap orang lain lebih penting, sementara dirinya sendiri bukanlah siapa-siapa. Dan dalam relasi dengan Tuhan, ia akan lebih mengutamakan Tuhan dan kehendak-Nya, dan mengambil sikap sebagai pelayan atau abdi. Tuhan Yesus bersabda: “Sebab barang siapa meninggikan diri akan direndahkan, dan barang siapa merendahkan diri akan ditinggikan.” Sikap rendah hati menyatakan keagungan iman. Di balik kerelaan untuk respek dan memperlakukan orang lain lebih terhormat dan lebih penting, terkandung nilai memuliakan Allah. Seseorang yang memiliki sikap rendah hati selalu menggaungkan kesadaran diri: Aku bukanlah siapa-siapa; biarlah nama Tuhan yang dimuliakan; aku hanya melakukan apa yang wajib aku lakukan; keadaanku sudah membuat aku bersyukur; aku hanyalah hamba; dan sebagainya. Dan bacaan pertama hari ini semakin mengajak kita untuk belajar terus-menerus tentang keutamaan rendah hati. “Anakku, lakukanlah pekerjaanmu dengan sopan, maka engkau akan lebih disayangi daripada orang yang ramah tamah. Makin besar engkau, patutlah makin kaurendahkan dirimu, supaya engkau mendapat karunia di hadapan Allah” (Sir 3: 17-18).
Romo Agus Suryana Gunadi, Pr