
Sampah jadi berkah
Bambang pun melanjutkan, selama ini, kita sering mendengar sampah menjadi berkah karena bisa menghasilkan uang. Namun, bagi Bambang, semua itu tak hanya soal menjadi uang, tapi berkah itu terkait dengan perbuatan amal yang terwujud dalam gerakan sedekah sampah di beberapa tempat atau komunitas. Di beberapa RT, sambungnya, sudah muncul gerakan sedekah sampah dengan mengumpulkan sampah anorganik seperti plastik atau kertas. “Bukan hanya nilai uangnya yang menjadi bagian dari nilai tambah ekonomi, tapi ini juga menjadi bagian dari pengurangan sampah yang sangat luar biasa,” katanya.
Pengelolaan sampah medis
Dalam kesempatan itu, Bambang juga mengingatkan tentang limbah masker yang meningkat tajam akibat pandemi Covid-19 selama 2 tahun ini. Limbah masker, menurutnya, termasuk bahan berbahaya dan beracun (B3) yang harus mendapat perlakuan spesifik. “Itu tidak bisa dilakukan pembuangan atau pengelolaannya seperti sampah-sampah biasa. Ini harus dilakukan secara spesifik,” katanya.
Di kota Semarang sendiri, menurutnya, 3,2 ton limbah masker dibuang masyarakat setiap hari. Ia pun mengajak masyarakat supaya tidak membuang limbah masker tersebut di tempat sampah regular. Bambang meminta masyarakat untuk membuang limbah masker tersebut di dropbox yang sudah tersedia di tiap kelurahan. “Kami menyediakan dropbox-dropbox, kotak-kotak sampah yang ada di kelurahan,” katanya.
Namun, sebelumnya masyarakat diminta untuk memutus manfaat masker itu dengan cara menggunting atau memutus talinya dan membungkusnya dalam plastik yang terikat rapat. “Setelah cukup jumlahnya untuk kami angkut, ada transporter kami yang akan mengambil, kami bawa, kami simpan di cool storage kami. Setelah cukup jumlahnya, kami akan musnahkan dengan dibakar lewat insenerator,” katanya. Dengan cara ini, Bambang berharap, masyarakat bisa terhindar dari paparan virus yang berasal dari masker bekas.
Pengelolaan lingkungan dengan melibatkan masyarakat lintas agama
Dalam kesempatan itu, Bambang juga menyoroti pentingnya kerjasama dengan masyarakat lintas agama dalam merawat lingkungan terutama dalam sosialisasi dan edukasi. “Memang membangun sebuah sinergitas untuk seluruh unsur masyarakat tidak lepas juga dengan beberapa stakeholders yang ada di kota Semarang,” katanya. Kota Semarang, menurutnya, seperti miniatur Indonesia. “Semua agama ada, dengan segala bentuk adat istiadatnya,” katanya. Maka, lanjutnya, ia akan melakukan koordinasi dan bersinergi dengan komunitas lintas agama.
Di samping secara horizontal melakukan hubungan silaturahmi, melakukan ibadah kepada Tuhan, masyarakat juga menjaga bumi, menjaga lingkungan supaya tetap bersih. “Sedapat mungkin tidak terjadi kerusakan atau pengrusakan lingkungan,” katanya.