Renungan Harian 19 September 2021

HARI MINGGU BIASA XXV

19 September 2021

 

Bacaan I          : Keb 2: 12. 17-20

Bacaan II        : Yak 3: 16- 4: 3

Bacaan Injil     : Mrk 9: 30-37

 

Kebaikan dan kesucian tidak instan

Orang tidak dengan sendirinya menjadi kaya. Dia pasti mengawalinya dengan berdarah-darah. Dia mempelajari dunianya dengan sungguh-sungguh, dan dia menjalankan pekerjaannya dengan penuh disiplin dan tertib diri. Dia juga mengambil berbagai kesempatan dengan berani menanggung risiko besarnya. Jadilah dia kaya karena penghasilan yang dirintisnya bertahun-tahun.  Di bidang akademi sangatlah jelas jenjangnya. Jangan hanya berdecak kagum ketika seorang teman sekarang telah bergelar profesor doktor. Itu tidak diperoleh secara serta merta. Tetapi melalui ketekunan dalam studi, kesabaran mendapatkan hasil terbaik, keberanian menjalani proses, persiapan menempuh berbagai penelitian dan ujian. Dan itu membutuhkan waktu belasan tahun. Dalam bidang rohani, kesalehan itu juga tidak datang dengan sendirinya. Watak saleh dibentuk sejak masa kecil dalam keluarga dan sekolah. Dihidupi dengan terus menerus, di tengah usaha bullying dan cemoohan teman. Dia belajar menolak godaan, tidak terpengaruh provokasi jahat, dan menghidupi kepercayaan secara teguh. No gain no pain. Tak ada hasil tanpa luka. Hasil tidak pernah mengkhianati usaha.

Jika Firman dalam Kitab Kebijaksanaan mengatakan bahwa menjadi suci adalah perjuangan, benarlah adanya. “Mari kita menghadang orang yang baik, sebab bagi kita ia menjadi gangguan, serta menentang pekerjaan kita… Mari kita mencobainya dengan aniaya dan siksa… sebab menurut katanya ia pasti mendapat pertolongan” (Keb 2: 19-20). Menjadi baik adalah proses menjadi, dan bukan dengan sendirinya baik. Kitab Kebijaksanaan mengajarkan itu kepada kita semua. Yaitu bahwa sesuatu yang baik itu diperjuangkan. Dia adalah gandum yang tumbuh di tengah ilalang. Kebaikan itu menyilaukan mereka yang jahat. Maka mereka pasti membencinya dan mencoba memengaruhi, memprovokasi, atau jika tidak mungkin, meniadakannya.

Para murid diajak oleh Yesus untuk naik ke Gunung Tabor dan menyaksikan kemuliaan-Nya. Ketiga murid tertegun, terpesona , dan ingin tetap tinggal di sana. Namun setelah turun dari Tabor, Yesus ‘buru-buru’ menyusulkan pesan bahwa anak manusia akan diserahkan ke tangan manusia, dan Dia akan dianiaya dan dibunuh. Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan menjadi pelayan dari semuanya” (Mrk 9: 35). No gain no pain. Mau mulia? Berjuanglah dahulu sampai berdarah-darah. Tidak ada yang instan. Juga dengan kebaikan dan kesucian.

Romo Agus Suryana Gunadi, Pr

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *