
Hari ini kita memperingati 1 orang kudus yaitu Santo Agustinus. Dalam buku “Confesiones”, dia mengakui hidupnya yang sesat dan kasih Tuhan yang begitu besar melalui ibunya (Monika) dan uskup Ambrosius sehingga dia bertobat, dan dibaptis tahun 387. Kemudian dia masuk biara dan ditahbiskan menjadi imam. Ketika Uskup Kartago wafat dia menggantikannya sebagai uskup. Agustinus wafat pada tanggal 28 Agustus tahun 430.
Surat 1 Yoh 4: 7-16 menegaskan dan mengajak umatnya: “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah. Setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.
Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.
Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, haruslah kita juga saling mengasihi. Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita.
Demikianlah kita ketahui, bahwa kita tetap berada di dalam Allah dan Dia di dalam kita: Ia telah mengaruniakan kita mendapat bagian dalam Roh-Nya. Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia.
Barangsiapa mengaku, bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah. Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.
Matius dalam injilnya (Mat 23: 8-13) mewartakan Yesus mengajar orang banyak: “Janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Dan janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias.
Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.
Hikmah yang dapat kita petik:
Satu, Agustinus mengakui kekurangan, kesalahan dan kehidupan masa lalunya yang kacau. Pengakuannya itu tidak menghancurkan dia dan tidak juga menutup masa depannya. Bahkan dia diangkat sebagai uskup.
Masyarakat dan umat Allah serta pemimpin umat pada waktu itu “telah memberikan teladan yang sangat istimewa” bagi kita. Bahwa masa lalu yang kelam, tidak dengan sendirinya mematikan langkah orang untuk berkembang. Melalui orang-orang yang demikian, sebetulnya amat kelihatan bahwa Allah bekerja secara luar biasa pada diri orang itu. Allah adalah kasih, benar-benar nyata, pada zaman ini juga.
Semoga kita tidak menutup pintu, bagi orang berdosa yang mau bertobat. Kalo tidak berani membuka pintu bagi mereka, kita tidak akan pernah mendapatkan orang-orang seperti Agustinus.
Dua, Yesus menegaskan: “Janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara.”
Mengapa Yesus memperingatkan/melarang mereka dipanggil Rabi? Karena sebutan “rabi” itu bisa membuat orang lupa tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru/pewarta sabda. Dia akan lebih fokus pada kegiatan pesta, jabatan dan kesenangan, serta uang daripada pelayanan. Pelayanan gerejani itu adalah anugerah/panggilan Allah dan tidak boleh dikomersialkan. Amin.
Mgr Nico Adi MSC