Karena masih dalam situasi pandemi Covid-19, perayaan hari ulang tahun Keuskupan Agung Semarang (KAS) ke-81 pun diselenggarakan secara sederhana. Perayaan ekaristi hari ulang tahun ke-81 diselenggarakan di Gereja Katedral Santa Perawan Maria Ratu Rosario yang juga disiarkan melalui kanal youtube Komsos Keuskupan Agung Semarang, 25 Juni 2021.
Vikaris Jenderal KAS, Romo YR Edy Purwanto, Pr memimpin perayaan tersebut bersama beberapa imam kuria. Ia mengawali homilinya dengan ajakan pada umat Allah KAS supaya bersyukur atas perjalanan Gereja KAS yang menapaki usia ke-81 itu.
“Pada perayaan ulang tahun ke-81 ditetapkannya Semarang sebagai Vikariat Apostolik pada tanggal 25 Juni 1940 yang lalu, yang kita peringati sebagai berdirinya Keuskupan Agung Semarang, saya mengajak Anda semua untuk bersyukur kepada Tuhan yang terus memberkati dan menyertai perjalanan Gerejanya di Keuskupan Agung Semarang ini,” ajaknya.
Ia menyampaikan alasan perayaan hari ulang tahun diselenggarakan secara sederhana. “Bila perayaan ke-80 tahun yang lalu, kita rayakan secara sangat sederhana karena kondisi Covid, yang tidak memungkinkan dirayakannya syukur dengan melibatkan jumlah besar umat, hari ini pada ulang tahun ke-81, perayaan ini juga kembali harus kita rayakan dalam kesederhanaan karena Covid-19 yang kembali menyerang masyarakat kita,” katanya.
Meskipun demikian, tandas Romo Edy, keadaan ini tidak mengurangi sukacita kita di dalam mensyukuri berkat-berkat Tuhan yang telah kita terima dan kita alami bersama.
“Di tengah keprihatinan bersama seluruh masyarakat, kita mengungkapkan syukur ulang tahun ini dengan merenungkan tema Keuskupan Agung Semarang bergerak menangani dampak Covid-19,” katanya.
Dalam penanganan dampak Covid-19, menurutnya, KAS terus fokus bergerak dalam tiga ranah pemulihan hidup bersama yaitu pemulihan semangat hidup menggereja, pemulihan kesejahteraan sosial umat, dan pemulihan dampak psikologis akibat Covid-19.
“Ketiga hal ini telah menjadi kesepakatan bersama dan menjadi niat baik bersama untuk kita wujudkan secara sungguh-sungguh. Misalnya, dalam pemulihan semangat hidup menggereja, kita sepakat untuk menggiatkan, memberi isi, dan menyelenggarakan secara inovatif pelaksanaan ekaristi dan pelbagai kegiatan bina iman di tengah-tengah umat, baik secara online, secara live streaming, maupun secara offline kita berjumpa di dalam tatap muka. Juga kita sepakat untuk meningkatkan kesadaran dan menggerakkan secara nyata keluarga-keluarga kita sebagai Gereja Rumah Tangga (Ecclesia Domestica) yang sungguh kita rasakan dan kita alami Gereja sebagai penyangga utama kehidupan menggereja kita. Pendek kata, dalam upaya pemulihan semangat hidup menggereja ini, kita terus berusaha agar iman kita, lebih-lebih yang berbasis keluarga, benar-benar menjadi semakin kuat kendati pun kita cukup jarang berjumpa secara fisik, berjumpa secara tatap muka,” katanya.
Tentang pemulihan kesejahteraan sosial, sambungnya, KAS berkomitmen untuk menggerakkan dan terus menghidupkan semangat kepedulian dan semangat berbagi di kalangan umat dan di tengah-tengah masyarakat guna saling membantu, khususnya bagi keluarga-keluarga yang sangat terdampak secara ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini, khususnya melalui gerakan berdonasi dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang.
“Kita juga menggiatkan kembali usaha-usaha untuk membangun ketahanan pangan di tengah umat, agar dengan cara demikian, kita benar-benar bisa memiliki daya tahan di tengah gempuran Covid-19. Dan tentu tidak lupa kita melakukan edukasi dan terus meningkatkan kesadaran seluruh masyarakat akan penting dan mendesaknya terbangunnya tanggung jawab sosial terlebih dalam saling menjaga satu sama lain melalui penerapan protokol kesehatan secara maksimal terlebih melalui pelaksanaan gerakan 5M yang terus kita dengungkan: memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak aman, menjauhi kerumunan, dan juga mengurangi atau membatasi mobilitas kita keluar dari rumah,” katanya.
Gerakan 5M, tegasnya, tidak untuk menghukum kita. “Tetapi sungguh ini adalah suatu upaya untuk mewujudkan dan membangun kesehatan hidup bersama dan keselamatan bagi banyak orang, keselamatan bagi semua,” lanjutnya.
Tentang pemulihan dampak psikologis akibat pandemi, ia melihat banyak orang yang ‘terluka’ dan ketakutan. “Maka, sangat diperlukan upaya-upaya untuk menyembuhkan pelbagai ketakutan dan pelbagai ‘luka’ yang dialami oleh masing-masing pribadi dengan segala tingkatan ataupun skalanya. Lalu juga mengembalikan dan memperkuat kesadaran akan akibat-akibat jangka panjang yang bisa disebabkan oleh adanya virus korona ini,” katanya.
Menurutnya, semua itu dilakukan dengan tanggung jawab yang besar untuk mengupayakan kebaikan dan keselamatan bersama.
Romo Edy mengingatkan, tiga bulan ke depan yakni Juli, Agustus, dan September menjadi waktu yang sangat menentukan (crusial time) bagi perjalanan masyarakat Indonesia seterusnya.
“Mengapa? Karena tiga bulan ke depan ini akan menjadi juga tolok ukur yang signifikan. Sejauh mana kita sebagai warga masyarakat bangsa benar-benar peduli terhadap persoalan bersama ini,” katanya.
Ia pun menyampaikan, hari-hari ini rumah-rumah sakit penuh dengan pasien Covid-19. Sebagian di antaranya, sulit sekali untuk masuk karena kondisi yang penuh tersebut. Bahkan beberapa rumah sakit terpaksa menolak kehadiran pasien baru karena tidak memungkinkan untuk itu.
“Nah, dalam kondisi seperti ini, sungguh kita diajak untuk peduli juga memperhatikan kesehatan kita masing-masing kendati kita perlu ingat bahwa masalah pandemi ini bukan masalah perorangan, tetapi ini adalah masalah bersama. Namun demikian, upaya untuk terus menjaga kesehatan pribadi masing-masing menjadi sangat penting untuk dilakukan,” tegasnya.
Berdasarkan bacaan Injil kali itu, Romo Edy pun menjelaskan tentang seorang kusta yang ditahirkan Yesus. Bahwa penderitaan tersebut bukan hanya menjadi permasalahan pribadi si penderita kusta saja. Melainkan, itu menjadi masalah sosial. Maka, setelah Yesus mentahirkan si kusta itu, Ia memerintahnya supaya orang tersebut memperlihatkan diri kepada para imam sebagai bukti kalau ia sudah tahir. “Nah, orang itu diminta untuk memenuhi ritual atau persyaratan yang diberlakukan bagi setiap orang yang sembuh dari kusta agar ia bisa diterima kembali dalam komunitas masyarakat dan komunitas umat beriman. Maka, kalau kita berkaca kepada peristiwa yang dialami oleh si kusta ini, kita pun akan melihat bahwa persoalan Covid ini sebagai pandemi yang dialami oleh seluruh masyarakat, kita pun harus benar-benar secara bersama mengupayakan gerak penyelamatan itu. Tanggung jawab sosial kita sebagai umat Katolik sangat-sangat diminta untuk hadir secara nyata di tengah masyarakat kita,” katanya.
Maka, ia mengajak semua pihak untuk bekerja sama. “Kita perlu bekerja bersama pemerintah. Kita perlu bekerja bersama kelompok-kelompok pemberdayaan masyarakat agar terus mengupayakan bagaimana dampak Covid ini bisa diatasi dan bisa ditanggapi dengan baik untuk pada akhirnya masyarakat di bawa keluar dari penderitaan yang sedang dialaminya,” tegasnya.