Renungan Harian 10 Juli 2021

Dalam Kej 49: 29-32.50: 15-24 dikisahkan: “Ketika itu, berpesanlah Yakub kepada anak-anaknya: “Apabila aku nanti dikumpulkan dengan kaum leluhurku, kuburkanlah aku di sisi nenek moyangku di dalam gua yang di ladang Efron, orang Het itu, di sebelah timur Mamre di tanah Kanaan, yang telah dibeli Abraham  untuk menjadi kuburan keluarga. Di situlah dikuburkan Abraham beserta Sara, isterinya.

Ketika saudara-saudara Yusuf melihat, bahwa ayah mereka telah mati, berkatalah mereka: “Boleh jadi Yusuf akan mendendam kita dan membalaskan sepenuhnya segala kejahatan yang telah kita lakukan kepadanya.” Maka mereka menyuruh menyampaikan pesan ini kepada Yusuf: “Sebelum ayahmu mati, ia telah berpesan: Beginilah harus kamu katakan kepada Yusuf: Ampunilah kiranya kesalahan saudara-saudaramu dan dosa mereka. Maka sekarang, ampunilah kiranya kesalahan yang dibuat hamba-hamba Allah ayahmu.”

Lalu menangislah Yusuf, ketika orang berkata demikian kepadanya. Juga saudara-saudaranya datang dan sujud di depannya: “Kami datang untuk menjadi budakmu.”

Tetapi Yusuf berkata: “Jangan takut, sebab aku inikah pengganti Allah? Memang kamu telah melakukan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. Jadi janganlah takut, aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga.”

Demikianlah ia menghiburkan mereka dan menenangkan hati mereka dengan perkataannya. Adapun Yusuf, ia tetap tinggal di Mesir beserta kaum keluarganya; dan Yusuf hidup seratus sepuluh tahun. Jadi dia sempat melihat anak cucu Efraim sampai keturunan yang ketiga.  Berkatalah Yusuf kepada mereka: “Tidak lama lagi aku akan mati. Tentu Allah akan memperhatikan kamu dan membawa kamu keluar dari negeri ini, ke negeri yang telah dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada Abraham, Ishak dan Yakub.”

Matius dalam injilnya (Mat 10: 24-33) mewartakan sabda Yesus kepada para murid-Nya: “Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba dari pada tuannya. Cukuplah bagi seorang murid jika ia menjadi sama seperti gurunya dan bagi seorang hamba jika ia menjadi sama seperti tuannya.

Jika tuan rumah disebut Beelzebul, apalagi seisi rumahnya. Jadi janganlah kamu takut terhadap mereka, karena tidak ada sesuatupun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui.

Apa yang Kukatakan dalam gelap, katakanlah itu dalam terang; dan apa yang dibisikkan ke telingamu, beritakanlah itu dari atas atap rumah. Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa.

Takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka. Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu.

Dan kamu, rambut kepalamu pun terhitung semuanya. Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga daripada banyak burung pipit.

Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan BapaKu yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di sorga.”

Hikmah yang dapat kita petik:

Satu, jawaban Yusuf kepada saudara-saudaranya yang bersujud dan minta ampun: “Memang kamu telah melakukan yang jahat kepadaku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, yaitu untuk memelihara hidup suatu bangsa yang besar.

Yusuf mengampuni mereka dan tidak balas dendam, karena melalui peristiwa yang pahit itu, dia melihat rencana besar Tuhan bagi dia dan saudara-saudaranya. Semoga kita pun yakin bahwa melalui peristiwa yang tidak enak/pahit dan menyakitkan “ada Allah, kuasa-Nya dan rencana besar-Nya bagi manusia (=kita)”.   Iman orang-orang itu bisa makin dalam dan hidupnya menjadi tanda/saluran kasih Tuhan.

Dua, Yesus menegaskan: “Janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.”

Dalam kehidupan ini, sering orang lebih takut kepada atasan, bos, lintah darat, penagih utang, preman dan lain-lain, karena mereka menyakiti, pakai kekerasan, ancaman dan lain-lain, sedangkan Tuhan “maharahim, bisa diajak tawar-menawar”. Maka ketika ada kesulitan besar, terjepit atau tidak berdaya, sering Tuhan dikorbankan.

Kita diingatkan bahwa lebih baik kehilangan semuanya dan dipandang “aneh” oleh banyak orang, daripada kehilangan Allah dan kehidupan kekal bersama-Nya. Amin.

Mgr Nico Adi MSC

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *