Tugas kita adalah menjadikan bangunan ini menjadi rumah penuh kedamaian, rumah penuh kegembiraan di mana para romo, semua penghuni, semua yang bekerja sungguh-sungguh mengalami sukacita di tempat ini. Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang (KAS) Mgr Robertus Rubiyatmoko menyampaikan hal tersebut dalam ekaristi pemberkatan Rumah Adiyuswa Domus Pacis Santo Petrus di Kentungan, Yogyakarta, 19 Mei 2021.
“Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Anda semua yang telah terlibat untuk mewujudkan cita-cita dan impian membangun rumah sepuh untuk para romo,” kata Mgr Rubi.
Menurutnya, pembangunan rumah adiyuswa merupakan ungkapan terima kasih kepada para romo yang telah membaktikan diri untuk Gereja dan semua umat.
Mengenai letak kapel yang dibangun di pusat kompleks wisma sepuh, Mgr Rubi menjelaskan, kapel tersebut menjadi pusat kehidupan para romo untuk mendukung pelaksanaan kerasulan doa.
“Maka, kapel ditempatkan di tengah kompleks sungguh-sungguh mempunyai maksud sebagai sentrum. Dan di sini Yesus Kristus Tuhan kita yang menjadi ahli bangunannya itu menjadi pusat kehidupan kita, khususnya para romo yang ada di tempat ini nanti,” katanya.
Kapel dibangun dengan desain yang khas dengan beton yang keras. “Bahkan ini bisa lebih keras daripada batu biasa. Semua beton. Dan ini melambangkan Gereja kita sebagai Gereja yang dibangun di atas batu seperti ketika Yesus bersabda kepada Petrus, “Petrus, engkaulah Petrus, di atas batu karang ini Aku mendirikan jemaat-Ku.”,” katanya.
Maka, sambungnya, semua itu menjadi simbolisasi bagaimana para romo yang tinggal di tempat itu, entah yang karena sepuh atau yang karena sakit butuh perawatan, adalah pribadi-pribadi yang telah berkarya menyumbangkan energi, menyumbangkan tenaga, pikiran dan apapun untuk pembangunan Gereja dari waktu ke waktu. “Hingga Gereja kita menjadi Gereja yang kuat, kokoh, bagaikan kapel dengan batu beton ini,” imbuhnya.
Mgr Rubi pun menjelaskan tentang dinding kapel yang tidak dicat. Hal itu terkait dengan soal kesederhanaan. “Inilah yang menjadi cita-cita kita bersama. Para romo di tempat ini dan siapapun yang bekerja atau tinggal di tempat ini mencoba untuk menghayati diri sebagai pribadi yang otentik, yang orisinil, opo enenge, iki Gusti persembahan kami yang bisa kami serahkan kepada-Mu, apa adanya,” katanya.
“Biarlah ini menjadi tanda kesederhanaan, kepasrahan, dan nantinya juga membuat para romo ini menjadi pribadi-pribadi yang sumeleh. Inilah yang menjadi cita-cita bersama kita,” sambungnya.
Dalam kompleks bangunan wisma sepuh pun terdapat banyak gedung dan ruangan-ruangan yang terbuka. Orang bisa keluar masuk dengan leluasa. “Ini semua dimaksudkan supaya para romo yang di tempat ini tetap mempunyai keterbukaan untuk berbagai macam hal yang baik. Namun, sekaligus juga mampu membangun kebersamaan, membangun semangat persaudaraan satu terhadap yang lain. Ini sesuatu yang menurut hemat saya sangat indah sekali,” kata Mgr Rubi.
Domus Pacis Santo Petrus sengaja didirikan di kompleks Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan. Menurut Mgr Rubi, hal itu karena keinginan adanya relasi, koneksi, hubungan kedekatan antara Domus Pacis dengan Seminari Tinggi yang merupakan rumah pembinaan atau rumah formasi. “Kehadiran para romo sepuh di tempat ini menjadi bentuk formasi yang sangat konkret, sangat nyata, khususnya berkaitan dengan soal kesetiaan di dalam menanggapi perutusan. Perutusan untuk menjadi imam dijalani, dilakoni dengan penuh tanggung jawab dari waktu ke waktu sampai akhir dengan penuh kesetiaan tanpa menutup perjuangan-perjuangan yang ada,” katanya.
Kehadiran para romo di tempat tersebut diharapkan sungguh-sungguh mempunyai peran yang sangat besar bagi para frater yang sedang mempersiapkan diri menjadi imam.
“Mudah-mudahan nanti para frater pun juga bisa belajar banyak dari Panjenengan semua, Para Romo sepuh, bagaimana menghidupi imamat, bagaimana menghidupi pastoral sampai akhir. Dan semua dijalani dengan penuh kesetiaan dan sukacita. Inilah bentuk formasi yang sangat riil, sangat konkret untuk kita semua,” kata Mgr Rubi.
Mgr Rubi pun melanjutkan, gedung bangunan tersebut hanya akan menjadi “rumah tempat tinggal yang nyaman, yang menenteramkan, yang menyejukkan, sangat tergantung pada kita semua yang tinggal di dalamnya.”
“Gedung yang bagus, arsitektur yang indah, dan segala kelengkapannya akan mempunyai makna yang sangat mendalam kalau suasana dalam rumah ini sungguh-sungguh suasana yang menenteramkan, suasana yang menyejukkan, ngayemke, dan membuat orang at home, merasa kerasan. Maka, ini nanti menjadi perjuangan kita bersama, bagaimana menjadikan Domus Pacis ini sungguh-sungguh menjadi rumah penuh kedamaian. Semua yang ada mengalami rasa damai, tenteram, tenang dan sungguh-sungguh menikmati masa sepuh dan juga masa istirahat di tempat ini dengan penuh kegembiraan, penuh sukacita,” tuturnya.
Menurut Mgr Rubi, rencana pembangunan rumah adiyuswa sebenarnya mempunyai sejarah yang cukup panjang. “Sudah cukup lama, Keuskupan Agung Semarang, Unio merancangkan atau mencita-citakan punya rumah sepuh yang memadai, yang mencukupi, baik dari sisi jumlah kamar maupun juga fasilitas,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Pelaksana Pembangunan Wisma Domus Pacis Santo Petrus, Romo Stefanus Gito Wiratmo, Pr menjelaskan, tema pembangunan Domus Pacis tersebut tertulis di prasasti yang terletak di bawah altar “Tu es Petrus, et super hanc petram aedificabo Ecclesiam meam”, dikutip dari Injil Matius 16:18. Hal itu untuk menggambarkan bahwa suasana di Domus Pacis itu adalah suasana dari mereka yang telah ‘sekeras batu karang’.
“Dan di atas batu itu Tuhan telah mendirikan Gereja-Nya yang kudus. Maka, siapapun yang keluar masuk dan menghuni rumah ini akan mengikuti semangat yang sama, dilantik menjadi ‘batu-batu karang’ yang kuat, yang kokoh yang di atasnya Gereja Kristus dibangun untuk selama-lamanya. Maka, altarnya sepenuhnya batu dua potong utuh, batu dari gunung Merapi untuk menandaskan betapa karang itu memang kokoh kuat,” kata Romo Gito.
Menurut Romo Gito, Domus Pacis memiliki 35 kamar siap huni berikut dengan fasilitasnya seperti fasilitas makan, fasilitas menerima tamu, fasilitas untuk berekreasi dan fasilitas untuk olahraga ringan. “Bangunan ini juga dirancang untuk kegiatan bagi para romo yang belum atau tidak sepuh yaitu teman-teman yang bergabung di dalam Paguyuban Unio Keuskupan Agung Semarang. Maka, dilantai dua bangunan ini disediakan satu ruang untuk menandai keberadaan para romo sekurang-kurangnya untuk secara periodik mengadakan pertemuan di tempat ini. Tempat ini juga terbuka untuk kegiatan-kegiatan yang lain, ketika romo-romo membutuhkan misalnya, tempat untuk jujugan entah untuk sejenak melepas lelah, untuk mampir tidur atau untuk sedikit berjumpa dengan romo-romo sepuh di sini disediakan fasilitasnya,” katanya.
Menurutnya, para romo sepuh juga diberi fasilitas untuk bisa menerima tamu keluarga mereka masing-masing jika ada yang datang. Selain itu, tempat tersebut dilengkapi dengan 3 ruang emergensi ketika para romo membutuhkan perawatan.
Sedangkan Ketua UNIO Keuskupan Agung Semarang, Romo Petrus Noegroho Agoeng Sriwidodo, Pr menyampaikan terima kasih kepada semua pribadi yang terlibat dan memperhatikan Domus Pacis tersebut. “Kalau saya boleh tetap matur, keterllibatan Panjenengan tidak berhenti di pemberkatan ini, tetapi masih kami nantikan untuk keberlangsungan kehidupan di Domus ini,” katanya.