
Kita bersyukur kepada Tuhan, karena menganugerahkan kepada kita semua umat Katolik di Indonesia, cinta yang begitu besar terhadap ekaristi. Perayaan ekaristi di paroki-paroki tidak pernah kurang peserta. Bapak Ignatius Kardinal Suharyo menyampaikan hal tersebut dalam peluncuran buku Tata Perayaan Ekaristi 2020 di Jakarta, 7 Mei 2021.
“Bahkan kalau mendengar ceritera dari saudara-saudara kita yang ada di tempat jauh, meskipun untuk sampai ke gereja dan tempat perayaan ekaristi itu sulit dan berbiaya banyak, tetap saja umat datang. Bagi saya pribadi ini adalah anugerah yang sungguh sangat besar bagi umat Katolik di Indonesia, cinta akan ekaristi,” kata Kardinal Suharyo.
Bahkan, sambungnya, di masa sulit ini, masa pandemi, dicari jalan-jalan untuk terus mengusahakan agar umat dapat mengikuti perayaan ekaristi melalui online. “Dan yang juga menarik adalah melalui TVRI, yang sebelumnya tidak pernah ada usaha untuk memelihara, merawat dan mengembangkan cinta akan ekaristi itu,” katanya.
Salah satu alat, sarana agar ekaristi dapat dirayakan dengan baik, lanjut Kardinal, adalah Tata Perayaan Ekaristi (TPE). Selama ini yang dipakai adalah TPE tahun 2005 karena dinyatakan resmi dipakai tahun 2005 sesuai dengan petunjuk Misale Romawi tahun 2002. Namun, pada tahun 2008, Misale Romawi baru diluncurkan.
“Oleh karena itu Konferensi Waligereja Indonesia mengusahakan supaya TPE tahun 2005 yang didasarkan pada Misale Romawi tahun 2002 disesuaikan dengan Misale Romawi tahun 2008. Jadilah Tata Perayaan Ekaristi tahun 2020. Diberi tahun 2020 karena selesai difinalisasi rumusannya, doanya, dan sebagainya tahun 2020. Oleh karena itu sekarang Gereja Katolik di Indonesia Ritus Latin menggunakan Tata Perayaan Ekaristi ini,” ungkap Kardinal Suharyo.
Dengan TPE 2020, salah satu hal yang harus dipertimbangkan selain memahami Tata Perayaan Ekaristi, pembaharuan-pembaharuan yang ada di dalamnya, yang tidak kurang penting adalah pendistribusian ke keuskupan-keuskupan di seluruh Indonesia.
“Sesudah diputuskan oleh konferensi bahwa TPE ini berlaku, sekarang Toko Buku Obor sudah mencetak, menerbitkan dan mulai mendistribusikan. Oleh karena itu, silakan para Bapak Uskup di Keuskupan masing-masing menentukan kapan TPE ini akan mulai dipakai sesudah dipelajari secukupnya. Sebetulnya yang perlu belajar hanya pastor-pastornya karena umat hanya ikut. Dan keikutsertaan itu sangat sudah-sudah biasa,” kata Kardinal.
Namun, lanjutnya, tenggat waktu tidak berlakunya lagi TPE 2005 dipilih tanggal 1 November 2021. “Jadi, sesudah tanggal 1 Nopember 2021, TPE yang lama, TPE 2005 tidak dipakai lagi. Dan yang satu-satunya TPE yang dipakai adalah TPE tahun 2020,” tegasnya.
Menurutnya, hal itu sangat penting dan bukan sekadar TPE baru yang harus dipakai. “Tetapi TPE ini, yang pertama, menjadi wujud kesadaran kita bahwa Gereja itu satu. Kita memakai Misale Romawi karena kita memang dari Gereja Katolik Roma Ritus Latin. Maka, sebagai tanda kesatuan kita dengan seluruh Gereja, kita menggunakan buku itu,” jelasnya.
Kardindal Suharyo pun menyampaikan, penerjemahan TPE dilakukan dan dipersiapkan dalam waktu lama “supaya sungguh-sungguh dapat dirasa-rasakan, bukan sekadar dibacakan, betul dalam bahasa Indonesia, tata bahasanya begini, tetapi juga dapat dirasakan dengan pengorbanan pasti yang tidak sedikit. Karena rasa bahasa kita di Indonesia yang luas ini kadang-kadang berbeda. Tetapi itulah pengorbanan untuk mengungkapkan kesatuan kita di dalam Gereja, Gereja sedunia, Gereja Katolik Indonesia.”
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Konferensi Waligereja Indonesia (Sekjen KWI) Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC menyampaikan bahwa proses penerjemahan buku TPE cukup lama. “Prosesnya panjang dan memang ini tata perayaan ekaristi yang adalah buku dari ekaristi yang adalah sumber dan puncak iman kita,” katanya. Penyempurnaan buku TPE pun dilakukan dengan me-review teks selama dua hari pada bulan Desember sehingga bisa diresmikan pada hari Raya Keluarga Kudus, 27 Desember 2020.
“Mudah-mudahan Tata Perayaan Ekaristi 2020 ini makin mengajak kita semua memahami misteri ekaristi. Makin juga mampu berpartisipasi di dalamnya sehingga kita makin bisa berjumpa dengan Yesus yang mengorbankan diri dalam peraaan ekaristi dan kita mengalami betapa besar kasih Allah dalam perayaan ekaristi. Dan mudah-mudahan Tata Perayaan Ekaristi ini sungguh menggerakkan, memotivasi kita untuk menyiapkan liturgi ekaristi khususnya dengan lebih baik, lebih benar, lebih indah, lebih kudus dan lebih hikmat,” harapnya.
Ketua Komisi Liturgi KWI Mgr Petrus Bodeng Timang menyampaikan, peristiwa hari itu merupakan puncak dari seluruh kerja sama dari banyak unsur. “Sedemikian sehingga buku ini akhirnya dapat terbit. Dan sekarang dengan rendah hati Komisi Liturgi mempersembahkan buku ini kepada masyarakat Katolik Indonesia. Semoga dengan demikian, liturgi kita semakin benar, semakin baik, semakin indah,” katanya.