Renungan Harian 24 Mei 2021

Hari ini adalah hari peringatan wajib Maria Bunda Gereja. Karena ketaatan Maria sebaga Hawa Baru (Luk 1:38)  kepada kehendak Allah, Yesus Sang Adam Baru dapat datang dan lahir di dunia. Dengan kelahiran Yesus, Maria disebut juga Bunda Gereja, karena Yesus adalah Kepala Gereja dan kita adalah anggota-anggota-Nya yang hidup dalam kesatuan dengan Dia.

Paus Paulus VI tahun 1964 menegaskan bahwa Perawan Maria terberkati sebagai Bunda Gereja, yaitu untuk mengatakan bahwa semua orang kristiani, baik umat Allah maupun para imam, memanggil dia ibu yang paling dikasihi dan untuk menegaskan bahwa Bunda Allah harus dihormati oleh seluruh umat Kristen, dengan gelar-gelar yang paling lembut.

Pada Tahun Suci Rekonsiliasi 1975, Tahta Suci memasukkan suatu misa yang dipersembahkan untuk menghormati Maria sebagai Bunda Gereja. Paus Fransiskus menetapkan devosi kuno Maria sebagai Bunda Gereja, pada hari Senin pertama, sesudah Hari Minggu Pentakosta.

Dalam Kej 3: 9-15.20 dikisahkan: “Ketika itu, di taman Eden,  TUHAN Allah memanggil manusia itu: “Di manakah engkau?” Ia menjawab: “Ketika mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang,  sebab itu aku bersembunyi.”

Firman-Nya: “Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?” Manusia itu menjawab: “Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.”

Kemudian berfirmanlah TUHAN Allah kepada perempuan itu: “Apakah yang telah kauperbuat ini?” Jawabnya: “Ular itu yang memperdayakan aku, maka buah itu kumakan.” Lalu berfirmanlah TUHAN Allah kepada ular itu: “Karena engkau berbuat demikian, terkutuklah engkau di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan.  Dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu.

Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” Manusia itu memberi nama Hawa kepada isterinya, sebab dialah yang menjadi ibu semua yang hidup.

Yohanes dalam injilnya (Yoh 19: 25-34) mewartakan: Pada waktu itu,  di dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena.

Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: “Ibu, inilah, anakmu!” Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya: “Inilah ibumu!” Sejak saat itu murid itu menerima Maria di rumahnya.

Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia: “Aku haus!” Di situ ada suatu bekas penuh anggur asam. Maka mereka mencucukkan bunga karang, yang telah dicelupkan dalam anggur asam, pada sebatang hisop lalu mengunjukkannya ke mulut Yesus. Sesudah meminum anggur asam itu, berkatalah Yesus: “Sudah selesai.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.

Karena hari itu hari persiapan dan supaya pada hari Sabat mayat-mayat itu tidak tinggal tergantung pada kayu salib — sebab Sabat itu adalah hari yang besar — datanglah orang-orang Yahudi kepada Pilatus dan meminta kepadanya supaya kaki orang-orang itu dipatahkan dan mayat-mayatnya diturunkan.

Maka datanglah prajurit-prajurit lalu mematahkan kaki orang yang pertama dan kaki orang yang lain yang disalibkan bersama-sama dengan Yesus. Ketika sampai kepada Yesus dan melihat bahwa Ia telah mati, mereka tidak mematahkan kaki-Nya, tetapi seorang dari antara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air.

Hikmah yang dapat kita petik:

Satu, Paus Paulus menyerukan bahwa Maria sebagai Bunda Gereja patut disebut ibu yang paling dikasihi, dan dihormati dengan gelar-gelar yang lembut.  Semua itu bukan diperoleh Maria dengan santai-santai dan kerja asal-asalan, tetapi dengan pengorbanan, pelayanan dan pengabdiannya yang penuh dan utuh, sebagai wujud ketaatannya kepada Allah. Artinya, tidak ada hasil yang gemilang, yang didapat dengan mudah dengan bertindak semaunya sendiri.

Dua, dikisahkan oleh Yohanes: “Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: “Ibu, inilah, anakmu!” Lalu, kepada murid-Nya: “Inilah ibumu!” Sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.

Pada saat sudah sangat kritis pun Yesus tetap memikirkan dan menjamin kehidupan ibu-Nya dan murid-Nya. Yesus begitu peduli akan keselamatan kita semua. Dia berkehendak kita pun  menjadi orang-orang yang peduli pada kehidupan diri sendiri, dan sesama, khususnya kaum ibu.

Mungkin sekali, karena keyakinan  itu, ada pepatah yang menegaskan: “surga terletak di bawah kaki ibu”. Amin.

Mgr Nico Adi MSC

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *