Perayaan Paskah Apartur Sipil Negara (ASN) digelar di Gereja Katedral Jakarta pada Minggu, 18 April 2021. Selain diikuti para ASN di katedral, perayaan ekaristi juga diikuti secara daring oleh para ASN dari berbagai tempat di Indonesia melalui beberapa kanal youtube. Tema yang diusung adalah “100 Persen Katolik, 100 Persen Patriotik”.
Perayaan ekaristi dipimpin oleh Bapak Uskup Ignatius Kardinal Suharyo sebagai selebran utama. Pada homilnya Kardinal Suharyo menyampaikan tentang bekerja yang memiliki nilai keimanan.
Begini transkrip homili Kardinal Suharyo.
Saudari-saudaraku yang terkasih, khususnya keluarga besar ASN yang berbahagia,
Selama masa Paskah, kita diajak untuk merenungkan kisah-kisah penampakan Yesus yang bangkit. Ada bermacam-macam kisah yang diceritakan juga dengan maksud yang berbeda-beda. Pertama, kisah untuk menunjukkan bahwa Yesus sungguh-sungguh bangkit.
Realitas Kristus yang bangkit digambarkan dengan sangat jasmaniah dalam kisah yang tadi kita dengarkan. Yesus menunjukkan tangan dan kaki dengan luka bekas paku. Dan makan di depan para murid. Sangat jelas.
Maksud yang kedua adalah untuk menjadi landasan perutusan yang dijalankan oleh gereja. Maksud ini juga jelas. Pada akhir kisah injil yang tadi juga kita dengarkan, saya kutip, berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa dan kamu adalah saksi dari semuanya itu.
Maksud yang ketiga untuk menyatakan bahwa Kristus yang bangkit, sekarang ini dapat dialami, dijumpai di dalam ekaristi. Itulah pesan yang disampaikan, misalnya, di dalam kisah penampakan Kristus yang bangkit kepada dua murid Emaus. Kisah itu berakhir ketika kedua murid Emaus mengenal Kristus yang bangkit di dalam peristiwa pemecahan roti.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
Sangat menarik untuk membaca dengan teliti langkah-langkah sampai akhirnya Yesus dikenal sebagai Dia yang bangkit dan menyertai para murid yang tadi kita dengarkan. Pertama, Yesus memperlihatkan tangan dan kaki-Nya kepada mereka. Tetapi, mereka belum percaya.
Lalu ketika mereka belum percaya karena girang dan masih heran, Yesus berkata, “Adakah padamu makanan di sini?” Lalu, mereka memberikan kepada-Nya sepotong ikan bakar. Yesus mengambilnya dan memakannya di depan mata mereka.
Yang sangat menarik dan akan saya garis bawahi di dalam renungan ini adalah sebagai berikut. Hasil kerja para murid sepotong ikan bakar. Hasil kerja itulah yang diminta oleh Yesus untuk dipakai sebagai batu uji untuk menunjukkan bahwa dirinya sungguh-sungguh bangkit dan tetap hidup.
Hasil kerja yang mereka lakukan di dalam kesahajaan dan di dalam ketekunan yang mereka persembahkan kepada Yesus membuat mereka mengenali Yesus yang bangkit yang menyertai mereka. Inilah yang membuat para murid itu gembira.
Kerja dan buah-buahnya menyadarkan para murid akan Kristus yang bangkit, yang membawa sejarah ini sampai kepada kesempurnaan.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
Sebagai orang beriman kita juga yakin, bahwa pekerjaan kita dan buah-buahnya dapat membuka mata kita akan kehadiran Kristus yang bangkit, yang memimpin sejarah ini kelak sampai pada kesempurnaannya. Kita tidak hanya berdoa, “Datanglah kerajaan-Mu!” Kita juga bekerja. Dan untuk itu pun kita boleh melihat kerja kita adalah wujud doa “Datanglah kerajaan-Mu!” itu.
Kisah para murid yang mengenal Yesus ketika mereka mempersembahkan ikan bakar yang dimakan oleh Yesus membuka jalan bagi kita untuk semakin memahami dan menghayati arti pekerjaan. Bekerja di dalam arti yang sesungguhnya melekat pada martabat manusia yang berakal budi dan berhati nurani.
Seorang petani yang menggunakan kerbau untuk menggarap sawah sungguh bekerja. Tetapi kerbau yang dipakai oleh petani itu tidak dapat dikatakan bekerja dalam arti yang sama. Dalam arti itu pula, setiap manusia mempunyai hak untuk memilih dan menentukan pekerjaan. Itulah sebabnya para pemegang kekuasaan, pemerintah dan siapapun yang mampu mempunyai tanggung jawab untuk terus berusaha menyediakan lapangan kerja yang baik.
Sementara itu bekerja mengandung berbagai macam nilai pula. Pertama, nilai jasmani. Dengan bekejra seseorang mempertahankan dan memajukan taraf hidup menjadi semakin sejahtera, menjadi semakin manusiawi, sambil mengingat bahwa kesejahteraan material bukanlah cita-cita yang paling tinggi.
Arti yang kedua, bekerja mempunyai nilai sosial. Artinya, pekerjaan kita tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain dan seluruh masyarakat. Inilah yang antara lain disebut dengan kebaikan bersama. Dari sini muncul kewajiban moral memperjuangkan keadilan di dalam dunia kerja.
Dan yang ketiga, bekerja juga mempunyai nilai keimanan. Dengan bekerja, kita memuliakan Allah yang memberikan tugas kepada kita manusia untuk mengusahakan dan memelihara kehidupan bersama dan seluruh alam ciptaan.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
Kembali ke kisah awal. Para murid mengenali Yesus yang bangkit dan tetap hidup ketika mereka mempersembahkan buah pekerjaan mereka yang sederhana. Kita pun dapat mempersembahkan buah-buah pekerjaan kita yang kita pahami dan kita hayati sebagaimana kita renungkan tadi dengan nilai pribadi, sosial dan nilai keimanan, apapun pekerjaan kita. Entah sebagai pekerja biasa, sebagai aparatur sipil negara, anggota TNI dan Polri, penguasaha, pekerjaan lain apapun, dapat membantu kita untuk membuka mata kita akan kehadiran Kristus yang hadir, seperti ikan bakar hasil pekerjaan para murid membuat mereka menyadari, bahwa yang di hadapan mereka adalah Kristus yang bangkit.
Bekerja dengan keyakinan dan penghayatan seperti ini akan menjauhkan diri kita dari berbagai macam godaan yang melekat pada pekerjaan itu. Dan, ini yang penting, menjadi wujud cinta kita kepada Tuhan dan cinta kita kepada tanah air.