Mgr Kornelius Sipayung: Komsos Harus Menjadi Bintang Penuntun Umat Di Jagat Digital Menuju Terang Sejati Yakni Kristus Sendiri

Berikut ini adalah homili Ketua Komisi Sosial Konferensi Waligereja Indonesia, Mgr Kornelius Sipayung, OFM.Cap dalam Misa Pembukaan Rapat Pleno Nasional Komisi Komunikasi Sosial 2025 bertema “Transformasi Pastoral Komsos Menuju Kemandirian Tata Kelola (5K) di Kapel Fransiskus, bertepatan dengan  peringatan Santa Perawan Maria Ratu, 22 Agustus 2025.

Saudara-saudari terkasih, para penggiat komunikasi sosial.

Semoga Tuhan memberimu damai dan kebaikan. Amin. Hari ini kita memperingati Maria bukan hanya sebagai Bunda, tetapi Ratu.

Kita menyapa Maria bukan sekadar Bunda, tapi Ratu. Ratu yang bukan memerintah dengan kuasa duniawi, melainkan dengan kasih seorang ibu bunda yang merangkul semua anaknya.

Paus Fransiskus pernah berkata, “Maria adalah Ratu yang melayani, Ratu yang berjalan bersama umatnya.” Dan inilah wajah komunikasi sejati. Bukan dominasi tetapi pelukan kasih. Maria merangkul, bukan menguasai.

Sebagai penggiat Komsos, kita sering berhadapan dengan godaan menjadikan media sebagai alat kontrol, menjadikan media sebagai propaganda, atau menjadikan media sebagai alat pencitraan.

Tetapi Maria mengajarkan cara berbeda. Ia menjadi ratu justru karena rela menjadi hamba. Maka karya Komsos yang sejati adalah karya yang merangkul, karya yang membangun jembatan, bukan membangun tembok.

Media yang kita kelola harus menampilkan wajah Gereja yang ramah, bukan wajah yang menghakimi, tetapi wajah yang menyatukan bukan yang memecah belah.

Di Nazaret, Maria mendengarkan sabda Allah. Di Kana ia mendengarkan keluhan para pelayan. Di Golgota ia mendengarkan jeritan Putranya. Dunia komunikasi sosial penuh dengan suara, komentar, opini, berita, hoaks, itu semua noise. Namun di tengah kebisingan itu, Gereja dipanggil untuk menghadirkan telinga yang peka. Penggiat Komsos tidak hanya ditugaskan untuk menyiarkan pesan, tetapi juga pertama-tama untuk mendengar. Mendengar suara umat, suara orang miskin. Dalam sinode para uskup kuat ditekankan suara mereka yang terpinggirkan, suara kaum muda yang gelisah, suara bangsa yang terluka.

Bangsa kita sedang terluka oleh perilaku dan tingkah laku mereka-mereka yang tidak sesuai dengan harapan rakyat.

Komunikasi sejati lahir dari hati yang mau mendengar. Sebagai penggiat komunikasi sosial, pertama-tama kita perlu mendengar. Maria adalah tokoh yang menyimpan dan merenungkan, filter rohani. Injil Lukas menulis, “Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya.” Dalam dunia media sosial

yang serba instan, ini adalah pesan profetis. Jangan asal bagikan. Jangan tergesa-gesa menanggapi. Seorang penggiat komsos harus menjadi filter rohani. Menyaring berita, memastikan kebenaran, melihat apakah itu berguna atau tidak, mengolah pesan dalam terang iman sebelum dipublikasikan. Dan yang dipublikasikan apa?Yang dipublikasikan adalah apa Roh Kudus mengatakan dari semua peristiwa ini? Gereja tidak boleh ikut arus hoaks, ujaran kebencian atau sensasi kemurahan. Kita dipanggil untuk menghadirkan kebenaran yang memerdekakan.

Maria yang hadir dalam persaudaraan ini menjadi inspirasi untuk membangun komunikasi digital. Maria tidak pernah berjalan sendiri. Ia hadir di Kana bersama keluarga. Ia hadir pada Pentakosta bersama para rasul. Demikian juga media Gereja tidak boleh menjadi menara gading yang terputus dari umat. Komsos dipanggil untuk membangun. Membangun apa? Membangun komunitas digital. Ruang maya yang menyatukan umat, menguatkan iman, dan meneguhkan persaudaraan lintas batas. Jika dunia digital sering dipakai untuk polarisasi dan kebencian, maka media kita, media Gereja harus menjadi oase persaudaraan.

Maria dalam hidupnya mengarahkan diri pada Kristus. Dan inilah misi utama Komsos. Di Kana Maria berkata, “Apa yang dikatakan-Nya kepadamu, lakukanlah!” Dan ini disampaikan oleh Maria kepada para pelayan. Inilah inti seluruh pelayanan Komsos. Semua yang kita buat harus mengarahkan orang pada Kristus, supaya orang melakukan apa yang dikatakan oleh Kristus. Bukan untuk mengarahkan orang pada diri kita. Bukan untuk mencari lain. Bukan pada lembaga semata. Konten kita, berita-berita kita, baik berupa tulisan, video, siaran radio, podcast atau postingan media sosial harus menjadi jendela menuju Kristus. Harus menjadi kompas untuk membuka telinga dan hati pada kata-kata Kristus yang akan kita laksanakan.

Paus Benediktus XVI pernah menyebut Maria sebagai Bintang Evangelisasi Baru. Demikian juga kita, Komsos harus menjadi bintang penuntun umat di jagat digital menuju terang sejati yakni Kristus sendiri.

Saudara-saudara yang terkasih, bangsa kita dan bahkan Gereja kita juga tak lepas dari polarisasi. Gampang kita terpengaruh pada ujaran kebencian dan secara tidak sadar bisa juga jatuh pada hoaks yang memecah belah. Inilah wajah bangsa kita. Di sinilah peran kita sebagai komsos sangat penting. Bukan hanya mengabarkan berita, tetapi menghadirkan komunikasi yang menyembuhkan duka, menjembatani yang terpisah dan menyalakan harapan di tengah kegelapan.

Maria, Bunda, dan Ratu Gereja memberi kita teladan untuk merangkul semua orang tanpa diskriminasi. Komsos harus menjadi wajah Gereja yang mendekat, merangkul, mendengarkan, membangun jembatan persaudaraan dan mengasihi. Komsos harus mengarahkan banyak orang untuk membuka telinga pada kata-kata Yesus tentang apa yang harus kita buat sesuai dengan kehendak Yesus. Amin.

 

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *