Renungan Harian 3 Agustus 2025

Minggu Biasa XVIII

Minggu, 3 Agustus 2025

Bacaan I          : Pkh 1:2; 2:21-23

Bacaan II         : Kol 3:1-5.9-11

Bacaan Injil     : Luk 12:13-21

Waspada terhadap Ketamakan

Ugahari adalah salah satu keutamaan yang sangat berharga dari masa ke masa. Di keluarga dan sekolah-sekolah, anak-anak kita dilatih dan dididik untuk bersikap ugahari. Di tengah tantangan materialisme dan hidup berfoya-foya pada zaman modern saat ini, semangat hidup ugahari atau sederhana sangat penting dan relevan.

Dalam Katekismus Gereja Katolik, diajarkan bahwa lawan kata “ketamakan” adalah ugahari. Berbicara soal ketamakan, tak jarang dijumpai bahwa hubungan kekeluargaan retak karena antar saudara saling berebut harta warisan orangtuanya. Yang satu merasa berhak memiliki sawah warisan orangtua yang lebih luas. Tetapi yang lain juga merasa lebih berhak. Bahkan ada adik tega membunuh kakaknya. Atau kakak membunuh adiknya. Saya pernah mendengar, sampai ada kakak yang menggunakan cara-cara yang tidak wajar (santet) agar ia mendapat harta warisan lebih banyak.

Ketamakan akan harta seringkali menjadi penyebab retak atau pecahnya sebuah keluarga besar. Betapa ironis ketika sebuah warisan yang ditinggalkan orangtua seharusnya disyukuri dan menjadi perekat keluarga, tetapi malah menjadi sumber pertikaian yang tidak jarang sampai berujung maut. Di sana ada ketamakan seseorang atas harta kekayaan.

Bacaan injil hari Minggu XVIII ini mengisahkan ajaran Tuhan Yesus terhadap kekayaan. Tuhan Yesus menasihati, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” Tuhan Yesus memberikan cara pandang yang benar terhadap harta kekayaan.

Harta kekayaan sebagai sarana untuk mengabdi Tuhan dan mencintai sesama/saudara. Orang harus bijak terhadap harta kekayaan. Jangan sampai orang menjadi tamak dan diperbudak oleh harta kekayaan. Orang harus hati-hati terhadap sikap tamak, karena ketamakan adalah salah satu dosa pokok. Dosa pokok adalah dosa yang bisa menyebabkan dosa-dosa yang lain.

Ketamakan (bahasa Latin: avaritia) adalah keinginan tak terkendali atas materi atau harta duniawi. Dalam Kitab Suci tertulis bahwa orang yang tamak tidak pernah memiliki uang yang cukup dan tidak pernah penghasilannya terpuaskan (Pengkhotbah 5:9). Santo Paulus mengatakan bahwa cinta akan uang adalah akar segala kejahatan dan menyebabkan seseorang dapat menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya sendiri (1 Tim 6:10). Hal ini mau menegaskan betapa seriusnya dosa pokok ketamakan ini.

Kita seringkali tergiur akan harta dan mengira bahwa itu akan mampu membuat kita bahagia. Kita lupa bahwa pada hakikatnya apapun yang kita punya bukanlah milik kita sendiri. Tetapi Tuhanlah sesungguhnya Sang Pemilik segala sesuatu di muka bumi ini. Kita bisa belajar dari sikap Ayub atas harta kekayaan. Sekaya apapun kita, apalah gunanya jika kita malah kehilangan kesempatan untuk memasuki kehidupan kekal bersama Bapa di Surga? Bisakah kita menyuap Tuhan dengan harta kekayaan kita di dunia ini, meski sebanyak apapun? Tidak.

Justru kita akan kehilangan segala kesempatan untuk selamat jika kita terus menghamba kepada harta kekayaan. Harta yang ditimbun sendiri untuk kepentingan pribadi hanyalah akan sia-sia. Menolong sesama, memakai harta kita untuk memuliakan Tuhan lewat menyatakan kasih kepada orang lain, itulah yang sebenarnya harus kita lakukan. Itulah yang bisa membuat jiwa kita damai dan bahagia. Tetapi jika itu membuat kita berinvestasi demi masa depan yang kekal kelak, mengapa tidak dilakukan?

Pertanyaan refleksinya, apakah Anda pernah dikuasai sikap tamak dalam hidup ini? Bagaimana sikap Anda terhadap harta kekayaan (uang, kendaraan, bakat/talenta) yang dimiliki akhir-akhir ini?

Yohanes Gunawan, Pr

Rektor Seminari Tahun Orientasi Rohani Sanjaya,

Jangli – Semarang

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *