HUT Ke-85 KAS: Melanjutkan Semangat Para Misionaris dan Katekis (2)

Peristiwa baptisan massal di Kalibawang diyakini sebagai penyelenggaraan Tuhan yang luar biasa. Superior Misi membatalkan menutup Misi Jawa. Pada tanggal 14 Desember 1904, ada 171 penduduk Kalibawang yang dibaptis oleh Rama Fransiscus van Lith di Sendangsono. Baptisan massal ini menandai titik balik yang amat penting untuk karya-karya misi Jawa.

Salah satu tokoh awam yang sangat berjasa adalah Bapak Barnabas Sarikrama. Dia menjadi salah satu katekis Jawa yang besar jasanya terhadap perkembangan Katolik di area pegunungan Menoreh. Sarikrama adalah role model katekis yang tangguh, total dan setia, sekaligus menjadi penggerak kekatolikan yang memiliki sinergi dengan Gereja Lokal. Sarikrama mendatangi pusat misi Jesuit di Muntilan pada 1903. Pria ini berjalan 4 jam demi mencari obat untuk kakinya yang terkena sakit parah. Ia lantas dirawat dan diobati. Dari sinilah Sarikrama tertarik mempelajari Katolik.

Sarikrama dibaptis oleh Rama van Lith pada 20 Mei 1904 dengan nama Barnabas. Karena memperoleh kesembuhan berkat pertolongan Bruder Kersten SJ di Muntilan, Sarikrama mempersembahkan hidupnya menjadi katekis. Pengalaman dikasihi dan diselamatkan Tuhan itulah yang menggerakkan dia untuk pelayanan sebagai katekis. Kata Sarikrama: “Tuhan memungkinkan aku berjalan kaki lagi, sekarang kakiku kupergunakan bagi Tuhan”.

Sejak itu, bertahun-tahun ia berkeliling di pegunungan Menoreh, mengajar umat, mengumpulkan mereka untuk berdoa, mengantarkan mereka ke Muntilan untuk Misa Kudus. Berselang 7 bulan, ada 171 orang yang menerima Sakramen Baptis. Pembaptisan massal di Sendangsono pada 14 Desember 1904 menjadi tonggak penting misi Katolik di Hindia Belanda.

Barnabas Sarikrama menerima medali Pro Ecclesia et Pontifice (Untuk Gereja dan Paus) dari Paus Pius XI pada tahun 1929 atas jasanya dalam penyebaran misi Katolik. Medali ini adalah penghargaan kepausan yang dipelopori oleh Paus Leo XIII. Paus memperkenalkan penghargaan Pro Eclesia et Pontifice Cross itu tahun 1888 untuk menghormati orang-orang yang berpartisipasi dalam promosi yubileum emasnya. Penghargaan itu kemudian menjadi tanda kehormatan permanen kepausan.

Tenaga Pastoral yang Makin Banyak

Pada abad ke-20, sekolah Katolik mulai berkembang dengan pesat. Di Muntilan berkembang pesat pendidikan Misi Katolik yang terbesar di Jawa Tengah. Rama van Lith adalah peletak batu pertama Xaverius College Muntilan. Pesatnya kemajuan pendidikan sekolah Katolik juga disebabkan oleh makin banyaknya misionaris berkebangsaan Belanda datang ke Indonesia, baik suster maupun bruder. Ada Bruder Fratres Immaculatae Conceptionis (FIC), Suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus (CB), Bruder Budi Mulia (BM), Suster Penyelenggaraan Ilahi (PI) atau Sisters of Divine Providence (SDP), dsb. Hal ini juga didukung oleh pemuda-pemudi Jawa yang mempunyai keinginan yang besar untuk mengenyam pendidikan.

Kehadiran Sekolah Mendut yang didirikan pada tahun 1908 dan dikelola oleh Suster-Suster Fransiskanes memberikan sumbangan yang besar bagi pendidikan bagi perempuan-perempuan. Dicatat oleh para suster OSF, sampai pada saat sekolah ini ditutup tahun 1942 jumlah alumni Mendut mencapai 4.400 siswi. Ibu R.A. Maria Soelastri Soejadi Sasraningrat (adik kandung R.A.J. Sutartinah atau Nyi Hajar Dewantoro) bersama rekan-rekannya alumni Sekolah Mendut tergerak untuk memperbaiki nasib dan taraf hidup perempuan. Perjuangan menegakkan harkat dan martabat perempuan adalah ‘roh’ keberadaan dan perjuangan Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) yang didirikan pada 26 Juni 1924 dengan nama Poesara Wanita Katholiek.

Ketika Serikat Yesus mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan tenaga imam di paroki-paroki, Vikaris Apostolik Batavia Mgr. Antonio Pietro van Velsen SJ meminta Jendral Kongregasi Misionaris Keluarga Kudus (MSF), Rama A.M. Trampe MSF, untuk membantu karya misi di Jawa. Persetujuan terjadi pada tanggal 15 Juni 1931. Kemudian pada tanggal 26 Februari 1932 datanglah tiga imam MSF dari Belanda ke Semarang, yaitu Rama Matthias Johannes Xaverius Wilkens MSF, Rama Johanes van der Steegt MSF, dan Rama Nicolas Havenman MSF. Mereka diserahi untuk berkarya melayani umat Stasi Bangkong yang berjumlah 400 KK dengan 2.000 jiwa, yang meliputi orang Indo, orang Jawa, orang Tionghoa, orang Belanda dan orang Eropa lainnya.

Pada waktu itu Kapel Hati Kudus milik Suster OSF di Bangkong dijadikan pusat stasi. Pada tanggal 10 Agustus 1940, Mgr. Petrus Joanes Willekens SJ memberkati dan meresmikan Gereja Santa Familia (Keluarga Kudus) Atmodirono. Dari Paroki Atmodirono inilah kemudian lahir dan berkembang Paroki Lampersari, Sambiroto, Sendangguwo, Plamongan Indah, dan paroki di daerah Pantura seperti Paroki Pati, Kudus, Jepara, dan Juwana.

Mgr. Petrus Joannes Willekens SJ memberikan perhatian yang besar pada pendidikan imam dan pemeliharaan panggilan rohani. Ada tiga hal besar yang diupayakan, yaitu: (1) Mendirikan Seminari Tinggi St. Paulus pada tanggal 15 Agustus 1936; (2) Mendirikan Tarekat Suster Abdi Dalem Sang Kristus (ADSK) atau Suster Abdi Kristus (AK) pada tanggal 29 Juni 1938; dan (3) Mengesahkan lembaga hidup bakti biarawan pribumi yakni Kongregasi Bruder Apostolik (Bruder Rasul) yang didirikan oleh Romo Y. Strater SJ (1929). Tiga karya besar ini menunjukkan keberanian Mgr. Willekens untuk memulai membentuk pemimpin-pemimpin hierarki pribumi dan pemimpin spiritual pribumi di Indonesia.

Gereja KAS pantas bersyukur memiliki dua pertapaan kontemplatif (OCSO) putra dan putri di wilayah KAS, yaitu Pertapaan Santa Maria di Rawaseneng (1 April 1953) dan Pertapaan Bunda Pemersatu di Gedono (12 April 1987). Kehadiran kedua pertapaan kontemplatif ini memberi warna pada kehidupan doa, rohani atau spiritual umat KAS. Selain itu, kita pantas bersyukur atas pelayanan kepada umat yang semakin baik dengan adanya lima kevikepan teritorial (Semarang, Surakarta, Kedu, Yogyakarta Barat, dan Yogyakarta Timur) dan kevikepan kategorial di KAS ini. Secara khusus, sejak tahun 2018 Bapak Uskup mengangkat Rama Vikep Kategorial untuk mendampingi umat dalam empat rumpun kategori, yaitu: Rumpun Doa; Rumpun Pemerhati KLMTD (Kecil, Lemah, Miskin Tersingkir, dan Difabel); Rumpun Pelayanan; serta Rumpun Minat dan Profesi,

Peradaban Kasih

Salah satu gambaran Gereja KAS yang ingin dikembangkan pada milenium ketiga adalah Gereja yang kredibel, transparan, dan akuntabel. Gereja kredibel karena transparan dan akuntabel. Gereja yang kredibel menjadi salah satu jawaban yang disampaikan Mgr. Ignatius Suharyo untuk mewujudkan Gereja sebagai komunitas pengharapan. Di tengah situasi masyarakat yang memprihatinkan, Gereja sebagai bagian dari masyarakat harus tampil memberikan pengharapan dan bisa dipercaya masyarakat. Kredibilitas menjadi sesuatu yang hakiki menyangkut jati diri Gereja. Gereja yang kredibel, akuntabel, dan transparan tersebut sebagai upaya untuk membangun good church government di KAS.

Untuk menjaga kredibilitas tersebut, Gereja harus berani tampil secara profetik dan kritis, bahkan kalau perlu siap melawan arus yang sedang terjadi di masyarakat. Ilmu-ilmu modern dimanfaatkan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap kehadiran dan pelayanan Gereja KAS. Penataan demi penataan juga dilakukan terkait dengan pengelolaan harta benda gerejawi. Sistem pembuatan program kerja pastoral dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB) paroki bisa dipertanggungjawabkan menurut prinsip-prinsip akuntansi. Sistem pelayanan dan pengelolaan administrasi berbasis pada teknologi informasi, yakni menggunakan Sistem Informasi dan Administrasi Paroki. Pengelolaan itu tak bisa dilepaskan dari perkembangan ilmu manajemen yang masuk dalam ranah teologis-pastoral. Selain itu, juga dikembangkan sistem monitoring dan evaluasi (monev) pelayanan pastoral yang memanfaatkan ilmu ekonomi dan manajemen.

Salah satu warisan dari Mgr. Pujasumarta adalah adanya Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang (RIKAS). Pada tahun 2016 Gereja KAS menegaskan arah pastoralnya dalam RIKAS 2016-2035. RIKAS ini dibagi dalam 4 kali peta jalan (road map) dengan tahapan 5 tahunan: 2016-2020, 2021-2025, 2026-2030, dan 2031-2035. RIKAS ini mengembangkan dari Ardas. Ardas pertama digagas dan sudah dimulai oleh Mgr. Julius Darmaatmadja SJ pada tahun 1984. Ada pun titik pangkal yang diharapkan dari RIKAS ini adalah “Terwujudnya peradaban kasih dalam masyarakat Indonesia yang sejahtera, bermartabat dan beriman”. Tahun 2025 ini adalah tahun terakhir roadmap kedua, dan akan segera memasuki roadmap ketiga.

RIKAS merangkum sebuah upaya Gereja KAS untuk mewarisi dan menghidupi tiga tugas utama Kristus sebagai Gembala, Nabi, dan Imam. Tugas sebagai Gembala diwujudkan dalam tugas menyediakan dan memperjuangkan kesejahteraan (pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, kebaikan hidup bersama, bonum communae). Tugas sebagai Nabi diwujudkan dalam memperjuangkan martabat manusia (memperjuangkan keadilan, kebenaran, perdamaian, resolusi konflik, anti korupsi, advokasi kebijakan publik). Sedangkan tugas sebagai Imam diwujudkan dalam keberimanan (percaya akan Allah Tritunggal, keutamaan hidup kristiani, iman yang cerdas, tangguh, misioner dan dialogis).

Bersama pemerintah dan warga masyarakat Indonesia, umat KAS ingin terlibat mewujudkan tujuan Indonesia Emas 2045. Ada tiga hal pokok yang menjadi acuan untuk menggapai visi Indonesia Emas 2045, yaitu: stabilitas bangsa dan negara, kepemimpinan yang berkelanjutan, dan sumber daya manusia yang berkualitas.

Keterlibatan Banyak Pihak

Peristiwa baptisan massal di Sendangsono menandai titik balik yang penting untuk karya misi Jawa. Pada 14 Desember 1904, ada 171 penduduk Kalibawang yang dibaptis Rama van Lith di Sendangsono. Salah satu tokoh katekis yang sangat berjasa adalah Bapak Barnabas Sarikrama. Pelayanannya sungguh berbuah dan berdampak bagi perkembangan Gereja. Maka, pada perayaan HUT ke-85 ini akan ada Sarikrama Award. Juga ada penghargaan untuk guru, dosen, dan tenaga kesehatan yang akan diberikan oleh Bapak Uskup ketika Misa Syukur HUT ke-85 di Stadion GOR Jatidiri Semarang pada Minggu, 29 Juni 2025, yang dihadiri para bapak uskup, para imam, biarawan/wati dan sekitar 20.000 umat.

Dalam menyongsong HUT ke-85 KAS ini, kita bisa berefleksi secara pribadi dan bersama: pertama, apa saja kebanggaan saya terhadap Gereja KAS selama ini? Kedua, sejauh mana kita sebagai warga Gereja dan warga masyarakat menghayati semangat Mgr. Soegijapranata 100% Katolik 100% Patriot pada zaman sekarang ini? Ketiga, kontribusi apa saja yang bisa kita berikan agar Gereja KAS ke depan semakin signifikan dan relevan (ketampa lan ketara) bagi masyarakat dalam gerak “Bersama Berziarah, Berbagi Berkah” pada masa sekarang dan ke depan? #

                                                                           Yohanes Gunawan, Pr

Rektor Seminari TOR Sanjaya-Jangli

 

 

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *