HARI MINGGU BIASA XIV
07 Juli 2024
Bacaan I : Yeh 2: 2-5
Bacaan II : 2Kor 12: 7-10
Bacaan Injil : Mrk 6: 1-6
Cukuplah kasih-karunia-Ku bagimu
Ketika saya mengikuti perayaan Ekaristi dan duduk di bangku terdepan, saya menikmati dan memperhatikan serta merenungkan tahapan demi tahapan dalam liturgi. Ada sesuatu yang menarik. Seseorang membacakan firman dari mimbar. Karena misa harian, lektor itu sekaligus pemazmur dan pengangkat alleluya. Ketika sedang mengangkat alleluya, dia macet menyanyikan lirik di tengahnya. Dia sendiri amat tenang, diam, mencoba lagi sambil melihat ke semua yang hadir. Dia ingin ada yang memancing nadanya. Dan tetap fals dinyanyikannya. Dia turun dengan tenang dan seolah-olah semua oke dan maklum. Bagi saya, dia adalah seorang saksi iman. Sanggup bertugas, berusaha bernyanyi, dan kalaupun nyatanya salah lagi, kami tidak melihat itu sebagai hal yang kurang. Banyak orang yang mampu tetapi tidak mau. Dan lektor tadi, mungkin terbatas tetapi mau. Apa yang dia sanggupkan menjadi kesaksian yang meneguhkan kami yang mengikuti misa ketika itu.
Umumnya, para rasul zaman setelah kebangkitan Yesus adalah orang biasa. Bahkan berasal dari kalangan rakyat jelata. Mereka ini menjadi rasul dan pengkotbah bukan karena pelajaran sekolah, melainkan karena kasih karunia Allah. Mereka mengalami Tuhan yang hidup dalam jiwa mereka, dan saking gembiranya mereka kemudian menceritakan pengalamannya kepada orang lain. Mereka bukan presenter atau motivator, bukan penulis apalagi wartawan yang dipersiapkan. Itulah Paulus, Yakobus, Petrus, Yohanes dan sebagainya. Paulus adalah seorang rasul yang hidupnya penuh antusias. Dia ke mana-mana tanpa kenal letih dan tidak takut mati. Yang diwartakan adalah Yesus yang adalah Kristus, Mesias. Dia sangat serius dan fokus pada tanggungjawab dan iman. Walau telah berupaya sedemikian rupa, ia tetap mendapati diri yang tidak sempurna. Dan kesaksiannya dalam bacaan hari ini menyatakan betapa terhadap ketidaksempurnaannya, dihayati sebagai kesempatan bagi Allah untuk melengkapinya. “… agar aku jangan meninggikan diri karena pernyataan luar biasa yang aku terima, aku diberi suatu duri dalam dagingku…” Dan lebih jelas lagi: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (2Kor 12: 9). Kesaksian Paulus tidak berhenti pada kata-kata indah dan teologi yang sempurna, tetapi juga pada kelemahan dan keterbatasannya.
Banyak yang masih memercayai bahwa pertobatan seseorang karena kotbah yang indah, kebenaran yang jelas, teologi yang cemerlang. Padahal banyak yang menjadi pengikut Kristus karena kesaksian hidup para pendherek Dalem Gusti. Sikap-sikap keseharian orang Kristen, keramahtamahan merengkuh sebagai saudara, kesederhanaan hidup keluarga, kegembiraan yang ditampakkan, sikap berserah pada penyelenggaraan ilahi itulah yang menarik banyak orang untuk lebih dekat dengan iman kita. Tentu saja kita harus tetap menyempurnakan diri. “Sebab itu aku lebih suka bermegah atas kelemahanku, agar kuasa Kristus turun menaungi aku”. Ketika kita merasa tidak sempurna dan begitu terbatas, Allah sendiri akan menuntun dan menaungi perutusan kita.
Romo F.X. Agus Suryana Gunadi, Pr