Hari ini kita merayakan pesta St. Yoseph, suami Bunda Maria. Yoseph meski keturunan raja Daud, hidupnya sederhana. Di dalam injil, sering diceritakan dalam hidupnya dia sering mengalami peristiwa yang sulit dan membingungkan. Dia tabah dan taat pada kepercayaan yang diberikan kepadanya, sebagai pelindung istri dan anaknya.
Pesta ini dirayakan sejak abad 8-9, karena Yoseph dipandang sebagai bapa yang setia, pendoa, giat bekerja dan tulus, pelindung kaum miskin, bapa para imam, para peziarah dan kaum buruh.
Dalam 2Sam 7: 4-5a.12-14a.16 dikisahkan pada malam itu juga datanglah firman TUHAN kepada Natan, demikian: “Pergilah, katakanlah kepada hamba-Ku Daud: Beginilah firman TUHAN:
Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya.
Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. Apabila ia melakukan kesalahan, Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia.
Kasih setia-Ku tidak akan hilang dari dia. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya.”
Melalui Rom 4: 13.16-18.22 Paulus menyapa umatnya: “Saudara-saudara, bukan karena hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran, berdasarkan iman. Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham. Janji itu berlaku bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham.
Abraham adalah bapa kita semua, —seperti ada tertulis: “Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa” — di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada.
Sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.” Maka, hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran.
Matius dalam injilnya (Mat 1: 16.18-21.24a) mewartakan: “Yakub memperanakkan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus. Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami-isteri.
Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikan Maria dengan diam-diam. Ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.
Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya.
Hikmah yang dapat kita petik:
Satu, dikisahkan bahwa Allah tetap setia pada janji-Nya. Kesetiaan itu ditunjukkan kepada para utusan dan bangsa-Nya. Dia menghendaki bahwa manusia, membalas kesetiaan ìtu dengan tulus dan jujur.
Semoga kita pun bertindak setia dan taat agar semakin banyak orang lain mengalami kasih setia Tuhan.
Dua, Yoseph meski berasal dari keturunan bangsawan, berani dan siap melepaskan “pangkat/status sosialnya dan fasilitas lainnya” demi lahirnya Anak Allah. Dia juga berani setia dan taat, meski kesulitan menghadang di hadapannya.
Semoga kita pun bertindak demikian. Amin.
Mgr Nico Adi MSC