Hari ini kita memperingati 1 orang kudus: St. Lusia – perawan dan martir. Dia lahir di Sirakusa – Sisilia – Italia, dari keluarga Kristen. Sejak kecil dia sudah berikrar untuk hidup suci murni.
Ketika ibunya sakit keras, Lusia dan ibunya berziarah ke makam St Agatha dan memohon kesembuhan. Doa mereka dikabulkan. Pada suatu ketika, terjadi penganiayaan kepada orang-orang kristen oleh Kaisar Diokletianus.
Orang-orang yang sakit hati karena lamarannya ditolak Lusia, melapor kepada kaisar bahwa Lusia beragama Kristen. Lusia dipenggal kepalanya karena menolak untuk menyerahkan keperawanannya, tanggal 13 Desember 304. Gereja menghormatinya sebagai perawan dan martir.
Melalui 2Kor 10: 17 – 11: 2 Paulus menyapa umatnya: “Saudara-saudara, barangsiapa bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan, sebab bukan orang yang memuji diri yang tahan uji, melainkan orang yang dipuji Tuhan.
Alangkah baiknya, jika kamu sabar terhadap kebodohanku yang kecil itu. Memang kamu sabar terhadap aku, sebab aku cemburu kepada kamu dengan cemburu ilahi. Aku telah mempertunangkan kamu dengan satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus.
Matius dalam injilnya (Mat 25: 1-13) mewartakan sabda Yesus: “Kerajaan Sorga itu seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Mereka yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, sedangkan mereka yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka.
Karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. Pada tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia! Gadis-gadis itu pun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka.
Mereka yang bodoh berkata kepada mereka yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam. Jawab mereka yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ.
Waktu mereka sedang pergi untuk membeli minyak, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup.
Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! Ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu. Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.”
Hikmah yang dapat kita petik:
Satu, sakit hati, kecewa karena ditolak, beda kepercayaan bisa menimbulkan marah, dendam dan ingin balas dendam. Ketika ada peluang dan didorong oleh nafsu dari penguasa untuk menindas, kemarahan itu bisa menyebabkan persoalan/tindakan yang mengerikan, misalnya pembunuhan.
Maka waspadalah terhadap perasaan-perasaan negatif terhadap sesama.
Dua, gadis-gadis yang bodoh adalah simbol orang-orang yang tidak berdaya pada saat-saat kritis. Celakanya lagi, mereka minta bantuan kepada rekan-rekan yang senasib dengan mereka. Akibatnya terjadi kerugian/malapetaka yang cukup besar.
Moga-moga tuan pesta (panitia/kelompok kerahiman) dan mereka yang bijaksana, masih tetap bisa menolong saudara-saudarinya. Caranya: memberi sedikit minyak kepada mereka, lalu buatlah apa yang paling berguna bagi pengantin bersama-sama sehingga tidak ada seorang pun yang tertinggal. Amin.
Mgr Nico Adi MSC