HARI MINGGU BIASA XVII
30 Juli 2023
Bacaan I : 1Raj 3: 5. 7-12
Bacaan II : Rom 8: 28-30
Bacaan Injil : Mat 13: 44-52
Memohon hati yang paham menimbang perkara
Beberapa bulan terakhir ini kita membaca, mendengar, dan melihat kasus-kasus kejahatan yang mendominasi pemberitaan media sosial, surat kabar dan televisi. Di antaranya adalah kasus korupsi. Dan betapa mengagetkan dan mengecewakan ketika ternyata si koruptor ini adalah figur publik yang terpercaya, saleh dan sepertinya taat agama dan takut akan Tuhan. Dan ketika media mengungkap tentang siapa orang itu dan bagaimana status kekayaan diri dan keluarga, status jabatan dan sosialnya, kita semakin melongo dan berguman, kok bisa ya. Apa yang masih kurang sehingga masih korupsi?
Marilah kita berkaca pada pengalaman raja Israel. Ketika Salomo diangkat menjadi raja dalam usia yang masih muda, datanglah firman Tuhan kepada-Nya. Tuhan menawarkan apapun yang diminta oleh Salomo yang dipercaya untuk memimpin umat-Nya. “Ya Tuhan Allahku, Engkau telah mengangkat hambamu ini menjadi raja… Berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang paham untuk menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan tepat, dapat membedakan mana yang baik dan yang jahat, sebab siapakah yang sanggup menghakimi umat-Mu yang sangat besar ini?” (1Raj 3: 7-9). Sebagai raja muda, semestinya hidupnya dipenuhi dengan ambisi seorang berkuasa yang menginginkan ini dan itu untuk kemegahan diri dan kerajaannya. Demikiankah Salomo? Tidak. Dia tidak meminta hal-hal duniawi, melainkan ‘hati yang paham menimbang perkara’. Bagi dia menjadi raja bukanlah menjadi penguasa yang semena-mena. Melainkan amanah, menjadi kepanjangan kepemimpinan Tuhan di antara umat-Nya, menjadi berkah keselamatan bagi rakyat yang dipimpinnya.
Hidup bukan sekadar perkara duniawi. Seolah-olah ketika kesuksesan dan kemakmuran duniawi sudah teraih, semua menjadi cukup dan membahagiakan. Ternyata tidaklah demikian. Itulah mengapa seorang yang sudah berlimpah tetap berambisi menjadi penguasa, itulah mengapa tetap ada kemarahan kepada tukang parkir yang mengutip lima ribu rupiah untuk sekali parkir bagi dia. Itulah mengapa anak orang kaya rela menganiaya teman sepermainannya sampai sakit dan koma. Ada ruang kosong dalam relung hatinya. Ruang itu mesti diisi supaya hidup menjadi seimbang sehingga kita menemukan kedamaian dan sukacita. Salomo melihat itu, ruang hati tempat perjumpaan dengan Allah, ruang jiwa yang hening tempat bersyukur atas panggilan, kepercayaan, tugas yang terlaksana dengan baik. Sekali lagi, di situlah kebahagiaan itu.
“Hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya, lalu membeli mutiara itu”. Kita undang Firman itu supaya terus menerus memanggil-manggil kita untuk mengisi hidup dengan keseimbangan yang berujung pada kedamaian jiwa.
Romo F.X. Agus Suryana Gunadi, Pr