Surat Gembala Prapaskah 2023 Keuskupan Bandung

Dibacakan pada Misa Minggu Biasa VII, 18/19 Februari 2023

LEBIH MENGASIHI SESAMA DAN KIAN PEDULI PADA ALAM CIPTAAN

Saudara-Saudari yang terkasih,

Sejalan dengan Sinode para Uskup 2023 yang mengundang kita untuk berjalan bersama, kita hendak mendalami tema Aksi Puasa Pembanganan Nasional 2023, yaitu “Keadilan Ekologis bagi seluruh Ciptaan: Semakin Mengasihi dan Lebih Peduli.” Semakin orang berwawasan ekologis, semakin ia berorientasi humanis. Sebaliknya, semakin orang peduli pada kehidupan sosial, semakin ia mempunyai keprihatinan akan lingkungan hidup. Sri Paus Fransiskus menegaskan bahwa: “… kita tak dapat tidak harus mengakui bahwa pendekatan ekologis yang sejati selalu menjadi pendekatan sosial, yang harus mengintegrasikan soal keadilan dalam diskusi lingkungan hidup, untuk mendengarkan baik jeritan bumi maupun jeritan kaum miskin.” (Laudato Sì 49)

Dengan semangat ekologis dan humanis ini, pada Rabu Abu, 22 Februari 2023, kita memasuki masa Prapaskah, yaitu saat dan kesempatan rahmat untuk menahan dan menata diri agar mengasihi sesama dan alam ciptaan. Dengan tanda salib abu, kita disadarkan bahwa kita diciptakan dari alam, yaitu tanah dan akan kembali ke tanah. Kita diciptakan dengan kasih sesuai gambar dan rupa Allah agar kita menampilkan Allah yang mengasihi tanpa pilih-pilih; “yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.” (Mat 5: 45)

Saudara-Saudari terkasih,

Dalam Injil hari ini (Mat 5: 38-48), Yesus mengajak para murid-Nya untuk hidup sempurna melebihi hidup rata-rata orang biasa. Ada aturan yang mengijinkan “perbuatan menyakitkan” pada sesama sebagai hukuman atau bayaran seperti yang dipraktekkan bangsa Israel: “mata ganti mata; gigi ganti gigi; kasihilah sesamamu dan bencilah musuhmu.” Itulah standar perbuatan baik saat itu. Namun, Yesus menghendaki para murid-Nya untuk hidup melebihi ukuran yang berlaku. Yesus, yang adalah wajah kerahiman Bapa, mengajak kita menunjukkan kerahiman Allah ini pada sesama sekalipun sesama berbuat jahat kepada kita. Lebih jauh lagi Yesus meminta kita untuk mengasihi musuh dan mendoakan mereka yang menganiaya. Melalui sentuhan belaskasih Allah ini, siapa tahu banyak orang mengalami kerahiman Allah hingga mereka pun bertobat. Ingatlah bagaimana kerahiman Yesus tampak saat Ia mengalami penderitaan hebat di atas kayu salib. Di sana Yesus menghidupi ajaran-Nya sendiri. Ia memohon ampun bagi mereka yang menyiksa-Nya. “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk 23: 34) Doa ini kiranya membuat kepala pasukan penyiksa itu bertobat dengan mengakui Yesus: “Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah.” (Mat 27: 54)

Yesus meminta para murid untuk mengasihi siapapun tanpa pilih-pilih. Mengasihi bukanlah ungkapan balas jasa karena telah mendapat kasih, tetapi sesungguhnya memberikan hati, budi, energi, dan materi dengan tulus kepada sesama karena ia adalah saudara kita, ciptaan Allah. Demikianlah juga kepedulian kita pada alam ciptaan bukanlah bujuk rayu agar alam bersahabat dengan kita, tetapi sesungguhnya ungkapan syukur serta tanggungjawab moral dan spiritual untuk memeliharanya karena alam dianugerahkan kepada kita sebagai rumah kita bersama. Hanya dengan menunjukkan kasih tulus dan kepedulian sejati yang menggambarkan kehadiran Allah, kita layak menjadi anak-anak Allah yang memuliakan Allah. Itulah panggilan untuk “sempurna sama seperti Allah adalah sempurna.” (Mat. 5: 48).

Bagaimana mungkin kita mengaku bahwa kita mempunyai kasih kalau kita tidak peduli pada sesama sebagaimana yang diingatkan oleh Rasul Yakobus. “Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: ‘Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!’, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?” (Yak 2: 15-16) Bagaimana mungkin kita mengaku diri memiliki kasih kalau kita tidak bersikap adil terhadap sesama. Bagaimana mungkin kita mengakui bahwa kita mengasihi sesama kalau kita tak berbuat adil pada lingkungan hidup, bumi sebagai rumah kita bersama, yang keadaannya akan mempengaruhi kesejahteraan manusia. Saat ada kerusakan ekologis, kesejahteraan manusia pun bisa terganggu. Saat ada banjir melanda, tanah longsor, tercemarnya air, tanah, dan udara, kehidupan manusia pun terganggu dan kesehatan kita pun terpengaruhi. Pada akhirnya yang paling menderita akibat kerusakan alam adalah orang miskin. Di situlah kita dipanggil untuk berbuat adil pada alam ciptaan agar manusia hidup sejahtera. Di situlah kita menyadari bahwa makin kita berorientasi ekologis, makin kita berwawasan humanis.

Saudara-Saudari yang terkasih,

Semoga masa Prapaskah ini menjadi saat mawas diri, doa, dan tapa untuk bersatu hati dengan Yang Ilahi agar bisa bersahabat dengan sesama dalam melindungi bumi sebagai rumah kita bersama. Dengan pantang dan puasa, kita mengendalikan diri untuk tidak memboroskan air, energi, dan sumber-sumber alam lain; tidak mencemarkan air, tanah, dan udara, serta tidak merusak lingkungan, tatanan dan keindahan alam. Marilah, dengan semangat sinodal, kita melakukan gerakan memperbaiki lingkungan yang rusak dan mengurangi risiko terganggunya lingkungan hidup. Lewat amal kasih, kita lebih mengasihi sesama dengan cara berbagi dan makin peduli pada alam ciptaan dengan melindungi dan memeliharanya hingga terciptalah lingkungan hijau yang aman dan nyaman serta sehat dan penuh berkat. Selamat memasuki masa Prapaskah. Tuhan memberkati!

Bandung, 14 Februari 2023, Peringatan St. Sirilus dan Metodius

Ut diligatis invicem

 

+Antonius Subianto Bunjamin OSC

Uskup Bandung

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *